Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Friday 29 December 2023

Perempuan, Pejuang Pendidikan

Zaman sebelum kemerdekaan, perempuan tidak mendapatkan pendidikan sebagaimana halnya laki-laki. Pun perempuan dari kalangan bangsawan tidak pula mendapatkan pendidikan yang layak seperti laki-laki dari kaum bangsawan lainnya. Belum ada perempuan yang diberi kesempatan untuk bersekolah di negara Belanda seperti halnya laki-laki. 

Raden Ajeng Kartini adalah salah satu wanita Indonesia yang memandang miris akan nasib para perempuan di Indonesia. Kartini mengungkapkan rasa kecewa atas tidak diberinya pendidikan yang cukup untuk wanita Indonesia melalui surat-surat yang ia kirimkan kepada teman-temannya di Belanda. 

Lahir di Jepara, Jawa Tengah, Raden Ajeng Kartini berasal dari keluarga bangsawan yang terpandang. Ayahnya adalah Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah Bupati Jepara dan masih memiliki garis keturunan dari wangsa Mataram. 

Seperti kebanyakan anak perempuan di kalangan bangsawan saat itu, Kartini pun tidak melanjutkan pendidikannya hingga jenjang yang lebih tinggi. Kartini hanya menempuh pendidikan hingga usianya mencapai 12 tahun. Setelah itu, kartini mulai dipingit untuk dipersiapkan menjadi seorang istri. 

Kartini menempuh pendidikan di Europese Lagere School (ELS). ELS adalah sekolah dasar milik pemerintah Hindia Belanda bagi anak-anak keturunan bangsa Eropa, keturunan timur asing, dan pribumi dari Kalangan bangsawan. 
Sesuai tradisi pada zaman itu, setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, Kartini mulai dipingit di rumah. Pada saat itulah ia mulai menulis surat kepada teman-temannya yang kebannyakan berasal dari Eropa, seperti Stella Zeehandelaar, Jacques Henrij Abendanon, Rosa Manuela Abendanon, dan masih banyak lagi. 

Sebelum berusia 20 tahun, Kartini sudah habis melahap buku-buku seperti De Stille Kraacht karya Louis Coperus, Max Haveelar karya Multatuli, dan masih banyak buku-buku karya penulis habit pada masanya. Semua buku yang ia baca berbahasa Belanda.  

Pada tahun 1903, ia dijodohkan dan menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Arioa Singgih Sjojo Adhiningrat sebagai istri ke-empat. Menikah dengan suami yang sudah memiliki tiga istri sebelumnya ternyata tidak seburuk dugaan Kartini. Terbukti saat menikah, suami Kartini tidak mengekang cita-cita Kartini. Suaminya mendukung cita-cita Kartini untuk memajukan perempuan di Indonesia. Suami Kartini mengizinkan Kartini membangun dan mengelola sekolah untuk perempuan di komplek kantor bupati. 

Selama menikah, Kartini memiliki soerang anak laki-laki, tetapi sayang putranya meninggal empat hari setelah dilahirkan. Kartini sendiri meninggal pada tanggal 17 September 1904 dalam usia 25 tahun. 

Selain Kartini, ada juga wanita yang berjuang untuk pendidikan yang berasal dari Jawa Barat. Ia adalah Dewi Sartika. Raden Dewi Sartika lahir dari orangtua bernama Raden Somanegara dan Nyi Raden Ayu Rajapermas. Ia dilahirkan di Cicalengka, Kabupaten Bandung pada tanggal 4 Desember 1884. Kedua orangtuanya merupakan para pejuang yang menentang pemerintahan Hindia Belanda. 

Dewi Sartika telah memiliki minat terhadap pendidikan sejak ia kecil. Ayah dan ibunya lah yang memperkenalkan Dewi Sartika kecil dengan dunia pendidikan. Walaupun saat itu menyekolahkan anak perempuan itu bertentangan dengan pandangan masyarakat tetapi kedua orangtua Dewi Sartika tetap menyekolahkan putrinya di Eerste Klasse School. Di sana, Dewi Sartika belajar bersama dengan anak-anak dari kalangan bangsawan, Belanda, dan Indo-Belanda. 

Karena kecerdasannya yang luar biasa, Dewi Sartika kerap mengajar membaca dan menulis kepada teman-temannya di sekitar rumahnya, khususnya para anak perempuan pribumi. 
Pada tanggal 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan sekolah khusus perempuan di Bandung yang diberi nama Sekolah Istri. Sekolah ini merupakan sekolah pertama dan tertua di Indonesia. Di sekolah ini para perempuan diajarkan untuk membaca, menulis, merenda, menjahit, dan masih banyak lagi. 

Islam dan Rasulullah SAW sangat memperhatikan pendidikan, terbukti dengan banyaknya ayat dalam Al-Quran dan Hadits yang menyatakan pentingnya untuk menuntut ilmu. Berikut adalah beberapa ayat dan hadits tentang pentingnya pendidikan. 

"Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (HR Muslim)

"Barangsiapa keluar untuk mencari ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali." (HR Tirmidzi)

"Keutamaan orang berilmu di atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para Nabi, tidaklah mewariskan dirham dan dinar, akan tetapi mereka mewarisi ilmu, maka barang siapa yang mengambilnya, sungguh dia telah mengambil keberuntungan yang besar." (HR Abu Dawud)

Apa yang dilakukan oleh Kartini dan Dewi Sartika dan para pejuang pendidikan bagi perempuan lainnya bukan hanya wacana dan rencana saja. Mereka telah mewujudkan impian dan rencana mereka dalam tindakan nyata. Keresahan yang dialami telah memotivasi mereka untuk mewujudkan impian mereka demi kemajuan para perempuan di masa lalu. Kisah heroic mereka pun memotivasi para pejuang pendidikan untuk meneruskan perjuangan Kartini dan Dewi Sartika.

Thursday 28 December 2023

Asa Perempuan

Nindya menatap pohon-pohon yang berjejer rapi di sepanjang jalan yang dilalui oleh bis yang sedang ditumpanginya. Banyak hal yang bergejolak dalam pikirannya. Pikirannya melayang kembali ke beberapa tahun silam saat ia baru saja duduk di bangku kuliah.

Kejadian yang sangat membekas di memorinya. Saat itu ia sedang liburan semester. Ketika ia tiba di rumahnya, ada seorang perempuan muda bersama dengan seorang anak kecil berusia sekitar dua tahun menangis di dapur. Ibunya memberitahu jika perempuan muda itu adalah asisten rumah tangga baru. Ibu bercerita perempuan bernama Wati itu baru saja diceraikan oleh suaminya. Karena ibu dan ayahnya merasa kasihan, Wati diterima kerja sebagai asisten rumah tangga walaupun tidak memiliki keterampilan apapun.

Setelah mengobrol banyak dengan ibunya, Nindya baru mengetahui bahwa banyak sekali perempuan muda yang bernasib sama seperti Wati. Menikah muda, memiliki anak tanpa pendidikan yang memadai dan setelah itu diceraikan oleh suaminya ketika sang suami mendapatkan perempuan yang lebih muda dan cantik.

“Memangnya orang tua mereka tidak menyekolahkan anak-anaknya, Mbu?” tanya Nindya pada ibunya.

“Masih banyak masyarakat di desa ini yang belum memiliki pemikiran ke arah yang lebih baik. Banyak orang tua yang masih berpikiran kalau perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi. Yang penting mereka bisa masak dan sehat agar bisa hamil, melahirkan dan melayani suami mereka,” Jelas Euis, ibu Nindya.

“Tapi, Mbu. Perempuan sekarang harus memiliki pendidikan yang tinggi bukan hanya untuk mengejar karir tapi agar mampu mendidik anak-anak mereka juga dengan baik,” kata Nindya. Dirinya masih sulit menerima kenyataan pemikiran kolot yang masih dianut oleh kebanyakan warga di kampungnya.

“Kenyataannya mereka masih berpikiran seperti itu, Neng. Abah sebagai tokoh masyarakat di sini juga masih kesulitan untuk merubah cara pandang warga di sini. Masih panjang prosesnya, Neng. Kita tidak bisa merubah cara pandang yang mereka anut berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin beratus tahun dengan cepat. Harus ada proses dan prosesnya itu membutuhkan kesabaran yang luar biasa.” Euis menjelaskan dengan sabar.

“Ya gak bisa gitu, Mbu. Kasihan kan perempuan di kampung ini. Mereka tidak bisa menikmati masa muda mereka. Hak mereka untuk mendapatkan ilmu dan pendidikan pun tidak didapatkan hanya karena mereka harus cepat menikah. Ini tidak bisa dibiarkan,” protes Nindya.

“Sekarang tugas kamu belajar dengan tekun lalu lulus dengan cepat dengan nilai yang baik. Setelah kamu lulus dan memiliki kemampuan yang memadai untuk merubah keadaan yang kamu pandang tidak ideal, benahilah kampung ini. Abdikan diri kamu untuk kemajuan kaum perempuan di kampung ini. Ambu pasti selalu mendoakan kamu.”

Kata-kata ibunya terus terngiang di telinga. Doa ibu agar ia memajukan kaum perempuan di kampungnya menjadi penyemangatnya dalam menyelesaikan kuliah. Cita-cita terbesar Nindya saat ini adalah kemajuan kaum perempuan di kampungnya. Ia bertekah untuk merubah cara pandang kolot kebanyakan masyarakat di kampungnya.

Selama perjalanan, Nindya kembali merenungkan  impiannya. Sebelum pulang, ia sudah merencanakan banyak hal demi kemajuan perempuan di desanya. Dadanya bergetar hebat saat membayangkan rencana demi rencananya akan terwujud. Bibirnya tersungging, tertarik hingga menampilkan senyum sumringah. 

Sekarang di sini lah Nindya berdiri tegak setelah beberapa saat tadi turun dari bus yang ditumpanginya. Ia benar-benar menikmati perjalanan dari kota tempatnya berkuliah hingga ke kampung halaman tempat ia bertumbuh kembang. Tekad untuk mendobrak pemikiran kuno dan merubah nasib para perempuan di desanya sudah sangat kuat tertanam.

Nindya menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya oksigen di dalam paru-parunya perlahan-lahan. Ia mengedarkan padangannya untuk mencari transportasi yang bisa mengantarnya sampai ke rumah. Ia siap berjuang mewujudkan semua cita dan rencananya. 

Wednesday 27 December 2023

Marjinalisasi Perempuan dalam Politik

Pandangan negatif masyarakat terhadap perempuan masih saja terasa timpang dan mungkin tidak adil bagi perempuan. Perempuan masih dipandang sebelah mata oleh sebagian mayarakat yang masih berpikiran kolot. Bahkan beberapa bagian masyarakat masih memiliki anggapan bahwa tingkat perempuan berada di bawah laki-laki. 


Berbagai stereotype atau prasangka terhadap perempuan memunculkan sikap antipasti yang menggeneralisasi perempuan dengan sifat yang sama. Dari stereotype ini, perempuan dilabeli dengan sikap yang diinginkan oleh masyarakat. Perempuan yang lemah, cengeng, penggoda, tidak rasional, emosional, dan tidak mampu mengambil keputusan penting. Prasangka-prasangka negatif ini dijadikan label untuk semua perempuan padahal tidak ada dasar atasnya. Bahkan seringkali pelabelan tersebut tidak seratus persen benar. 


Dalam pandangan sebagian masyarakat, kodrat perempuan hanya sebatas sumur, dapur, kasur atau mengurus rumah tangga serta melayani suami di rumah dan perkara mencari nafkah di luar rumah menjadi urusan suami. Bekerja adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat mendasar. Tetapi peradaban membebani perempuan dengan stigma yang cukup bertendensi negative jika diterapkan di zaman serba modern seperti sekarang. 


Zaman dulu dan mungkin zaman sekarang juga masih ada pandangan yang berpendapat bahwa perempuan yang meniti karier, tidak dipandang sebagai perempuan yang hebat, melainkan sebagai perempuan yang gagal. Mereka disebut gagal menyelenggarakan tugas utamanya yaitu mengurus rumah tangga. Sebaliknya, jika dalam kondisi perempuan yang harus bekerja menghasilkan materi untuk menghidupi keluarganya sebagai tulang punggung keluarga hanya akan sekadar dianggap ‘menggantikan’ fungsi suami. Anggapan ini walaupun ‘salah’ menurut pandangan saya dan juga mungkin banya perempuan bekerja lainnya di luar sana tetapi ternyata masih kuat menguasai budaya kita.


Zaman dulu, budaya kita didominasi budaya patriarki atau budaya yang menempatkan laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Perempuan dianggap tidak bisa melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Pemikiran perempuan dianggap remeh dan tidak mumpuni untuk membicarakan hal-hal kompleks termasuk masalah politik, keuangan, negara dan masalah kompleks lainnya. 


Membicarakan politik dianggap isu yang berat dan njlimet. Banyak perempuan yang belum melek masalah politik. Sebagian masyarakat masih beranggapan dunia politik adalah dunia para laki-laki bukan dunia perempuan. 


Sebenarnya di masa modern ini, dunia perempuan sudah sangat berkembang dan lebih luas. Perempuan tidak dianggap sebelah mata lagi. Banyak perempuan yang bekerja dan bahkan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sebagian laki-laki.  Namun, politik masih menjadi isu yang belum biasa dibicarakan oleh perempuan dari berbagai kalangan. Padahal politik adalah satu bahasan yang sebenarnya penting untuk didiskusikan bahkan dieksekusi oleh perempuan. Benarkah seperti itu?


Politik dipandang sebagai salah satu dari beberapa masalah ‘di luar jangkauan’ perempuan sehingga hanya laki-laki saja yang mampu untuk memikirkan politik dengan segala isi otak dan pemikirannya. Hal ini seolah memberi garisan tegas bahwa antara perempuan dan politik, merupakan dua dunia yang berbeda dan tidak dapat bersinergi satu dengan yang lainnya. 


Dunia perempuan dibatasi hanya di dalam rumah yang meliputi wilayah domestik, mengurus anak-anak dengan segala macam keruwetannya. Kalaupun berkarir dan bekerja di luar rumah, maka pekerjaan/karir mereka bukanlah hal yang utama. 


Para perempuan bekerja diharuskan siap memainkan peran ganda, sebagai ibu dan perempuan bekerja. Sedangkan politik dipandang hal yang hanya cocok digelukuti oleh  laki-laki karena di dalamnya penuh dengan intrik-intrik berbahaya, terlihat maskulin dan penuh manuver serta identik dengan uang dan kekuasaan.


Mendekati tahun politik, perempuan menjadi sasaran empuk yang bisa digunakan sebagai objek politik. Stereotype bahwa perempuan tidak bisa membuat keputusan yang tepat menjadi hal yang menggairahkan para subjek politik dalam meraup suara. Perempuan dianggap tidak memiliki kapasitas untuk memilih dan membuat keputusan mengenai pilihan politiknya sehingga mudah saja untuk menggiring pilihan para perempuan. 


Bagaimana peran perempuan dalam dunia politik di Indonesia? Perempuan memang seharusnya berperan aktif dalam polotik karena ada beberapa undang-undang mengenai perempuan yang hanya perempuan lah yang memahami sesama perempuan sehingga perempuan harus dilibatkan aktif dalam perumusan undang-undang yang berhubungan dengan keperempuan. 


Untuk mewadahi keikutsertaan perempuan dalam konstelasi perpolitikan, Negara Indonesia sebenarnya telah memberikan kesempatan yang cukup bagi perempuan untuk ikut bertarung dalam kancah perpolitikan. Terbukti dengan undang-undang yang mengharuskan setiap partai politik untuk menyertakan peran perempuan. 


UU No 10 Tahun 2008 mewajibkan parpol untuk menyertakan 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan tingkat pusat. Syarat tersebut harus dipenuhi parpol agar dapat ikut serta dalam pemilu. Peraturan lainnya terkait keterwakilan perempuan tertuang dalam UU No 10 Tahun 2008 Pasal ayat 2 yang mengatur tentang penerapan zipper system, yakni setiap tiga bakal calon legislatif, terdapat minimal satu bakal calon legislatif (bacaleg) perempuan. 


Namun, akankah nasib perempuan yang termajinalkan akan berubah atau masih hanya wacana saja yang entah kapan terealisasikan? 



Tuesday 26 September 2023

Genre Surealis dalam Tulisan Fiksi

 


Genre surealis sering dianggap sebagai fiksi yang aneh, absurd dan non rasional. Fiksi surealis bisa memiliki banyak interpretasi, bisa diterjemahkan atau dimaknai secara bebas oleh pembacanya. Fiksi surealisme berbeda dengan fiksi realis apalagi fantasi. Fiksi surealis seperti jembatan antara fiksi realis dan fantasi. Perbedaan antara fiksi surealis dan fantasi adalah jika dalam fiksi fantasi, sejak awal unsur-unsur fantasi sudah disajikan pada semesta yang dibangun. Keanehan itu tampak wajar karena memang dunianya sudah terbangun, kefantasiannya sejak awal sudah tertata sedangkan dalam fiksi surealisme, keanehan, keganjilan seringkali tidak logis dan tanpa penjelasan, tidak bisa dinalar. Hal ini terjadi karena sejak awal unsur-unsur realis tetap dikedepankan. Fiksi surealis lebih terasa sebagai fiksi yang abstrak, dengan menggabungkan unsur fantasi dan hal realis dengan padanan yang pas. Fiksi surealis seringkali dianggap absurd. Keanehan itu terbangun karena ada banyak unsur realisme yang tetap dipertahankan. Jadi, dalam hal ini unsur realisme tetap menjadi patokan utama.

Selain padanan yang pas antara unsur realis dan fantasi, fiksi surealis seringkali menggunakan metafora dan personifikasi. Penggunaan metafora dan personifikasi menjadi salah satu ciri dalam fiksi surealisme. Personifikasi membantu menggambarkan suatu benda atau sesuatu yang bukan mahluk hidup menjadi seperti layaknya mahluk hidup.

Selain penggunaan metafora dan personifikasi, ciri lain fiksi surealis adalah penggunaan diksi yang kaya. Diksi yang kaya bukan berarti diksi yang rumit, berat dan membuat dahi mengerut, apalagi diksi yang sama sekali tidak sesuai konteks. Pada fiksi surealis detail atau pun deskripsi terasa lebih hidup dan nyata dengan penggunaan diksi-diksinya yang unik dan kaya. Pemilihan diksi akan memperkuat unsur absurd dalam fiksi surealis. Penggunaan diksi unik dan apik untuk membangun deskripsi dan detail cerita juga bisa kita terapkan pada genre fiksi mana pun. Karena diksi unik dan kaya akan mampu membangun visualisasi yang bagus dibenak pembaca selama penggunaan diksinya pas dan tidak berlebihan.

Meski fiksi surealisme lebih sering disebut sebagai karya fiksi yang aneh dengan banyak interpretasi, tetapi tidak boleh meninggalkan aturan-aturan baku dalam kebahasaan dan tidak bisa seenaknya saja disusun demi mencapai efek indah yang diinginkan. Jadi walau dipandang aneh secara cerita tetapi aturan dan tata bahasanya tetap diperhatikan.

 

Thursday 8 June 2023

Tua Pasti, Dewasa Pilihan

 

Menjadi tua adalah sesuatu yang pasti tapi menjadi dewasa adalah pilihan. Jumlah umur yang bertambah belum bisa dipastikan takar kedewasaan pun bertambah. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa banyaknya umur seseorang tidak menjamin sikap yang dewasa. Banyak orang dewasa tetapi bersikap seperti anak-anak.

Menjadi dewasa bukan hanya sekedar bertumbuh fisik tetapi juga berkembang pemikirannya. Seorang yang dewasa tidak lagi berpikiran seperti anak-anak yang didominasi dengan sikap egois, mau menang sendiri, menyalahkan orang lain, menjadi attention seeker dan banyak lagi sikap kekanakan lainnya.

Menjadi tua itu gampang karena terjadi secara alami. Alam sudah mengaturnya sedemikian rupa hingga kita tidak bisa menolak tua. Kita tidak akan pernah menghentikan waktu sehingga kita menjadi muda selamanya-kecuali saat kita tinggal di surga dimana semua penduduk surga akan muda selamanya.

Kita memang tidak akan pernah sanggup menahan laju waktu hingga tubuh kita menua tetapi terkadang ada saja saat laju perkembangan pemikiran kita berhenti di satu titik. Ini yang bahaya. Bahaya ketika raga kita menua tetapi pemikiran kita berhenti seakan kita merasa takut untuk menjadi dewasa.

Seperti halnya tokoh Peter Pan yang menolak untuk dewasa, sebagain dari kita pun ada yang tidak ingin dewasa dengan berbagai macam alasan. Menjadi dewasa adalah hal yang menakutkan karena seorang yang dewasa sudah harus mampu untuk mandiri, bertanggung jawab, juga harus mampu untuk menahan ego.

Saat kanak-kanak, mungkin sebagian besar dari kita berharap untuk cepat dewasa. Orang dewasa terlihat keren dalam pandangan anak-anak. Orang dewasa hebat bisa membeli apapun yang disukai tanpa harus menunggu approve orang tua atau menunggu lebaran untuk membeli baju baru bahkan merengek kepada ayah dan ibu agar mendapatkan apa yang diinginkan.

Dalam pandangan anak-anak, orang dewasa itu keren karena bisa melakukan apapun yang disukai tanpa harus kena tegur orang tua. Orang dewasa itu mengasyikan karena bisa pergi atau berlibur kemana saja tanpa harus minta izin orang tua atau menunggu kesiapan orang tua untuk mengajak liburan.

Namun, setelah dewasa lintasan ingin kembali ke masa kanak-kanak sering hadir. Ingin rasanya menjadi anak-anak dengan dunianya yang ceria dan tanpa beban. Anak-anak tidak perlu bekerja tinggal minta saja pada orang tua jika ada sesuatu yang diinginkan. Anak-anak tidak dijejali beban pekerjaan yang njilimet karena pekerjaan anak-anak hanya bermain dan bersekolah.

Orang dewasa yang kesehariannya berkutat dengan pekerjaan, pergi pagi pulang sore pasti rindu dengan masa-masa bersekolah di SD, SMP, atau SMA. Masa SD tentu menjadi masa yang paling menyenangkan karena punya banyak waktu untuk bermain.

Namun, tidak semuanya juga memiliki masa kanak-kanak yang bahagia. Ada sebagian anak-anak yang tidak seberuntung anak-anak yang lain dengan dunianya yang ceria. Ada anak-anak yang harus ditempa lebih dini oleh keadaan sehingga mereka dewasa sebelum waktunya. Lingkaran mereka mengharuskan untuk bekerja keras jika ingin terus bertahan.

Ada juga anak-anak yang terlalu dimanjakan oleh orang tua mereka sehingga mereka nyaman dengan keadaan mereka saat menjadi anak-anak. Anak-anak ini lah yang takut untuk dewasa. Mereka tidak berani melangkahkan kaki dan pemikiran mereka menjadi lebih dewasa. Mereka takut jika dewasa, mereka akan kehilangan masa cerianya.

Orang tua yang terlalu memanjakan bukannya bagus tetapi menjerumuskan. Lihatlah begitu banyak orang dewasa yang tidak mandiri. Walaupun usia mereka sudah tua tetapi belum bisa berdiri di atas kaki sendiri. Hidupnya masih bergantung kepada orang tua mereka. Sikapnya yang manja dan egois membuat mereka sulit untuk berjuang di tengah masyarakat. Mereka kesulitan untuk mendapatkan solusi atas segala permasalahan yang mereka hadapi.

Kedewasaan tidak muncul secara instan, ia harus berproses. Proses menjadi dewasa pun tidak hadir dalam waktu singkat. Menjadi dewasa itu perlu latihan dan tempaan. Kunci menjadi dewasa adalah kemampuan dan keinginan yang tertanam kuat dalam diri untuk terus memperbaiki diri untuk menjadi individu yang lebih baik. Menjadi dewasa juga artinya membuka pikiran kita untuk menerima segala kritik dan saran yang orang lain berikan sebagai pecut untuk senantiasa memperbaiki diri.


Wednesday 7 June 2023

Mati Satu Tumbuh Seribu

 

Sebenarnya, apa yang benar-benar kita miliki di dunia ini? Apakah kekayaan? Jabatan dan kedudukan? Tahta? Pasangan? Anak-anak? Benarkah mereka semua milik kita?

Kita ini hidup di dunia cuma sementara. Rata-rata umur manusia hidup di dunia adalah 60 sampai 70 tahun. Kalaupun ada yang lebih dari itu, berarti sudah mendapatkan bonus numpang di dunia lebih lama.

Ya, benar sekali kita hanya numpang hidup di dunia. Harta yang kita miliki cuma titipan, begitu pun dengan jabatan, pasangan, anak-anak. Semuanya hanya titipan yang Allah amanahkan kepada kita. Kita ini sejatinya makhluk yang lemah dan tidak memiliki apapun jika tidak diberi kekuatan oleh Sang Raja penguasa jagat alam raya.

Jadi, jangan sedih apalagi marah jika suatu saat apa yang Allah titipkan pada kita diambil kembali. Namanya juga pinjaman dan titipan. Kalau yang punya mau ambil kembali, apa hak kita untuk menahannya?

Namun, ada kalanya kita sedih saat kehilangan sesuatu yang kita anggap milik kita. Kita lupa bahwa apapun yang ada dalam diri kita sejatinya bukanlah miliki kita. Kalaupun kita kehilangan hal tersebut, pasti Allah akan menggantinya dengan yang lebh baik.

Contohnya saja ketika kita kita kehilangan sandal, pasti kita akan mendapatkan gantinya baik kita membeli yang baru atau ada orang yang memberi sepasang sandal untuk kita. Begitu pun saat kita kehilangan uang. Uang yang hilang, yakinlah bahwa Allah akan menggantinya dari jalan yang mungkin tidak kita sangka. Bahkan Allah akan mengganti yang hilang dengan yang lebih baik.

".....Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyusakai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Terkadang dan mungkin seringnya kita mengalami kesedihan yang berlarut-larut saat kita kehilangan sesuatu, baik itu kehilangan pasangan, anak, jabatan, kekayaan, atau hal berharga lainnya. Tanpa sadar kita menyalahkan Sang Pembuat Ketetapan. Padahal jika kita memahami apa yang Allah firmankan dalam surah di atas yang menyatakan bahwa bisa jadi menyukai sesuatu hingga kita enggan untuk melepasnya padahal sesungguhnya hal itu membawa keburukan kepada kita.

Saya pernah mendengar kisah dari seorang artis yang kehilangan hampir segalanya, baik harta ataupun profesinya sebagai seorang aktor. Hartanya habis karena ditipu dan ia pun sudah lama tidak mendapatkan tawaran bermain di sinetron. Semua harta dan benda yang ia miliki sudah terjual untuk menutupi utang. Hingga ia tiba pada suatu titik dimana ia pasrah dengan keadaannya dan menyerahkan segalanya pada Sang Pencipta.

Doa dan asanya terjawab pada suatu waktu. Allah menggantinya dengan hal yang jauh lebih baik. Saat dalam keadaan terpuruk ia memilih kembali ke jalan Allah dan menjadi pribadi yang lebih relijius. Tidak lama kemudian, uang yang hilang pun kembali dalam bentuk yang jauh lebih baik dan banyak. Bagaimana tidak lebih baik saat ia kehilangan ratusan juta, Allah menggantinya dengan tawaran bermain sinetron yang angkanya jauh lebih banyak. Bahkan kontrak sinetronnya masih terus berlanjut setelah ia berhasil melunasi semua utangnya.

Saya pun mengalami hal yang serupa. Saya pernah mengalami penipuan online dengan nominal yang tidak sedikit. Jujur saja, saya merasa sedih saat mengetahui kalau saya harus kehilangan sejumlah uang. Namun, saya menyadari bahwa kehilangan itu mungkin saja berupa teguran dari Allah atas dosa dan kesalahan yang pernah saya lakukan.

Kata Ikhlas mungkin mudah untuk diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. Walaupun saat itu mulut saya mengatakan saya ikhlas dengan kehilangan tapi tetap saja ada sedikit rasa kecewa dalam hati. Hingga akhirnya saya benar-benar menguatkan hati untuk mengikhlaskannya. Saya yakin bahwa Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat.

Janji Allah tidak pernah meleset. Tidak lama setelahnya, saya mendapatkan sebuah tawaran pekerjaan dengan bayaran yang lebih dari cukup untuk mengganti uang yang pernah hilang. Tepat satu hari setelah saya terkena penipuan online tersebut, teman lama saya menelepon dan menawarkan saya tambahan pekerjaan yang masih saya lakoni hingga sekarang dimana nominalnya jauh melebihi apa yang pernah hilang dari genggaman saya.

Betul juga saat pepatah mengatakan mati satu tumbuh seribu yang artinya segala sesuatu yang hilang pasti ada gantinya. Tanamkan keyakinan dalam diri kita bahwa pertolongan Allah itu dekat. Boleh saja kita kehilangan sesuatu tapi jangan sampai kita kehilangan keyakinan kepada Allah.


Tuesday 6 June 2023

Kolaborasi Peter Pan dan Cinderella


Pernah nonton film dengan tokoh anak laki-laki bernama Peter Pan, kan? Semua perempuan pasti pernah menonton film atau membaca kisah tentang Cinderella. Iya, kan?

Siapa sangka kalau di zaman modern ini, tokoh kartun yang muncul dan populer sejak abad 20an itu dijadikan nama sebuah sindrom. Sindrom takut menjadi dewasa. 

Sindrom Peter Pan adalah sebuah istilah yang ditujukan bagi pria yang sudah dewasa, tetapi masih menunjukkan perilaku atau karakter layaknya anak-anak. Sepertinya halnya Peter Pan yang menolak dewasa, begitupun pria yang secara usia sudah mencapai dewasa tetapi menolak untuk menjadi dewasa karena beberapa ketakutan yang ada dalam dirinya.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Dan Kiley dalam sebuah buku berjudul Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown Up yang diterbitkan pada 1983 lalu.

Seorang pria dewasa seharusnya sudah mampu hidup mandiri, memegang tanggung jawab dan tidak bergantung kepada orang lain dalam hidupnya. Namun, dalam kenyataannya ada beberapa pria dewasa yang tidak mampu hidup mandiri dan tidak mampu bertanggung jawab.

Sifat menolak dewasa pun tidak hanya dialami beberapa pria dewasa, beberapa perempuan dewasa pun mengalami sindrom yang mirip dengan sindrom Peter Pan, yaitu sindrom Cinderella.

Tokoh dalam kisah Cinderella ini semasa kecilnya hidup bahagia bersama ayah dan ibunya. Setelah ibunya wafat dan ayahnya menikah lagi ketika ia menjelang remaja, hidupnya berubah menjadi sengsara karena ibu tirinya memperlakukan ia dengan tidak baik. Karena kepahitan hidupnya, Cinderella kemudian mendambakan sosok seperti pangeran, yang dapat menjaga, menyayangi, dan memberikan kebahagiaan padanya.

Nah, karakter Cinderella yang seperti itu menunjukkan perempuan yang enggan atau takut untuk mandiri. Perempuan dengan sindrom cinderella biasanya selalu memiliki keinginan untuk diselamatkan, dilindungi, dan disayang oleh sosok yang seperti pangeran.

Sindrom menolak dewasa pun pernah saya alami saat menjelang kelulusan tingkat sarjana. Saya merasa khawatir dan takut dengan kehidupan setelah lulus kuliah. Apa yang akan saya lakukan setelah lulus kuliah? Apakah saya mampu mendapatkan pekerjaan dan membiayai diri sendiri tanpa bantuan orang tua?

Ketakutan seperti ini pun sepertinya menyerang beberapa anak kuliahan yang sedang mengerjakan tugas akhir atau skripsi. Ada beberapa mahasiswa yang sengaja memperlambat tugas mereka karena ada rasa takut dalam diri dalam menghadapi keadaan setelah lulus kuliah. Bersyukur rasa takut itu perlahan hilang seiring dengan jiwa pejuang yang ada dalam diri.

Kisah pun berlanjut saat saya kuliah S2 beberapa tahun yang lalu. Banyak diantara teman satu kelas saya adalah lulusan S1 yang langsung melanjutkan ke jenjang S2. Alasan mereka sih sebenarnya bermacam-macam, tetapi ada satu jawaban mayoritas, yaitu mereka belum tahu apa yang akan mereka kerjakan setelah lulus S1. Oleh sebab itu mereka memilih untuk melanjutkan kuliah dengan biaya dari orang tua. Mereka pikir selama orang tua sanggup membiayai, why not?

Salah satu penyebab munculnya sindrom Peter Pan atau Cinderella adalah pola asuh yang kurang tepat pada masa kanak-kanak. Orangtua mungkin saja bersikap selalu menuruti keinginan anak, membela, dan turun tangan ketika anak melakukan kesalahan. Akibatnya, anak terbiasa dengan rasa nyaman yang diciptakan oleh orang tua mereka.

Permasalahan datang ketika anak-anak tersebut beranjak dewasa. Mereka akan merasa selalu membutuhkan perhatian, perlindungan, dan pembelaan dari orang tua mereka. Bahkan mereka akan mudah hancur saat dihadapkan pada masalah dimana mereka tidak terbiasa dalam mengatasinya.

Sering dengar perceraian yang terjadi karena suami atau istrinya tidak dewasa atau kekanak-kanakkan hingga orang tua mereka turut campur dalam urusan pernikahan anak-anak mereka, kan? Nah, sindrom Peter Pan dan Cinderella mungkin saja yang menjadi akar masalah dalam sebuah pernikahan.

Lalu bagaimana cara agar kita tidak terkena sindrom Peter Pan atau Cinderella? Atau bagaimana kita, sebagai orang tua seharusnya lakukan agar anak-anak kita tidak mengalami sindrom tersebut?

Sebagai orangtua, penting untuk menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan kemandirian pada anak sedini mungkin. Agar anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan siap menghadapi segala hal dalam kehidupannya kelak.

Kalau kita sudah terlanjur terkena sindrom Peter Pan atau Cinderella, sikap apa yang harus kita ambil? Hilangkan rasa takut menjadi dewasa. Kita harus lebih percaya pada diri kita sendiri bahwa kita bisa melakukannya. Gali jiwa pejuang yang ada dalam diri, karena saya yakin dalam setiap individu pasti memiliki daya juang. Hanya saja beberapa masih merasa takut dan khawatir kalau dirinya akan gagal.