Raira Megumi
Me, The writer who likes writing everything and anything
Friday 29 December 2023
Perempuan, Pejuang Pendidikan
Thursday 28 December 2023
Asa Perempuan
Wednesday 27 December 2023
Marjinalisasi Perempuan dalam Politik
Berbagai stereotype atau prasangka terhadap perempuan memunculkan sikap antipasti yang menggeneralisasi perempuan dengan sifat yang sama. Dari stereotype ini, perempuan dilabeli dengan sikap yang diinginkan oleh masyarakat. Perempuan yang lemah, cengeng, penggoda, tidak rasional, emosional, dan tidak mampu mengambil keputusan penting. Prasangka-prasangka negatif ini dijadikan label untuk semua perempuan padahal tidak ada dasar atasnya. Bahkan seringkali pelabelan tersebut tidak seratus persen benar.
Dalam pandangan sebagian masyarakat, kodrat perempuan hanya sebatas sumur, dapur, kasur atau mengurus rumah tangga serta melayani suami di rumah dan perkara mencari nafkah di luar rumah menjadi urusan suami. Bekerja adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat mendasar. Tetapi peradaban membebani perempuan dengan stigma yang cukup bertendensi negative jika diterapkan di zaman serba modern seperti sekarang.
Zaman dulu dan mungkin zaman sekarang juga masih ada pandangan yang berpendapat bahwa perempuan yang meniti karier, tidak dipandang sebagai perempuan yang hebat, melainkan sebagai perempuan yang gagal. Mereka disebut gagal menyelenggarakan tugas utamanya yaitu mengurus rumah tangga. Sebaliknya, jika dalam kondisi perempuan yang harus bekerja menghasilkan materi untuk menghidupi keluarganya sebagai tulang punggung keluarga hanya akan sekadar dianggap ‘menggantikan’ fungsi suami. Anggapan ini walaupun ‘salah’ menurut pandangan saya dan juga mungkin banya perempuan bekerja lainnya di luar sana tetapi ternyata masih kuat menguasai budaya kita.
Zaman dulu, budaya kita didominasi budaya patriarki atau budaya yang menempatkan laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Perempuan dianggap tidak bisa melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Pemikiran perempuan dianggap remeh dan tidak mumpuni untuk membicarakan hal-hal kompleks termasuk masalah politik, keuangan, negara dan masalah kompleks lainnya.
Membicarakan politik dianggap isu yang berat dan njlimet. Banyak perempuan yang belum melek masalah politik. Sebagian masyarakat masih beranggapan dunia politik adalah dunia para laki-laki bukan dunia perempuan.
Sebenarnya di masa modern ini, dunia perempuan sudah sangat berkembang dan lebih luas. Perempuan tidak dianggap sebelah mata lagi. Banyak perempuan yang bekerja dan bahkan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sebagian laki-laki. Namun, politik masih menjadi isu yang belum biasa dibicarakan oleh perempuan dari berbagai kalangan. Padahal politik adalah satu bahasan yang sebenarnya penting untuk didiskusikan bahkan dieksekusi oleh perempuan. Benarkah seperti itu?
Politik dipandang sebagai salah satu dari beberapa masalah ‘di luar jangkauan’ perempuan sehingga hanya laki-laki saja yang mampu untuk memikirkan politik dengan segala isi otak dan pemikirannya. Hal ini seolah memberi garisan tegas bahwa antara perempuan dan politik, merupakan dua dunia yang berbeda dan tidak dapat bersinergi satu dengan yang lainnya.
Dunia perempuan dibatasi hanya di dalam rumah yang meliputi wilayah domestik, mengurus anak-anak dengan segala macam keruwetannya. Kalaupun berkarir dan bekerja di luar rumah, maka pekerjaan/karir mereka bukanlah hal yang utama.
Para perempuan bekerja diharuskan siap memainkan peran ganda, sebagai ibu dan perempuan bekerja. Sedangkan politik dipandang hal yang hanya cocok digelukuti oleh laki-laki karena di dalamnya penuh dengan intrik-intrik berbahaya, terlihat maskulin dan penuh manuver serta identik dengan uang dan kekuasaan.
Mendekati tahun politik, perempuan menjadi sasaran empuk yang bisa digunakan sebagai objek politik. Stereotype bahwa perempuan tidak bisa membuat keputusan yang tepat menjadi hal yang menggairahkan para subjek politik dalam meraup suara. Perempuan dianggap tidak memiliki kapasitas untuk memilih dan membuat keputusan mengenai pilihan politiknya sehingga mudah saja untuk menggiring pilihan para perempuan.
Bagaimana peran perempuan dalam dunia politik di Indonesia? Perempuan memang seharusnya berperan aktif dalam polotik karena ada beberapa undang-undang mengenai perempuan yang hanya perempuan lah yang memahami sesama perempuan sehingga perempuan harus dilibatkan aktif dalam perumusan undang-undang yang berhubungan dengan keperempuan.
Untuk mewadahi keikutsertaan perempuan dalam konstelasi perpolitikan, Negara Indonesia sebenarnya telah memberikan kesempatan yang cukup bagi perempuan untuk ikut bertarung dalam kancah perpolitikan. Terbukti dengan undang-undang yang mengharuskan setiap partai politik untuk menyertakan peran perempuan.
UU No 10 Tahun 2008 mewajibkan parpol untuk menyertakan 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan tingkat pusat. Syarat tersebut harus dipenuhi parpol agar dapat ikut serta dalam pemilu. Peraturan lainnya terkait keterwakilan perempuan tertuang dalam UU No 10 Tahun 2008 Pasal ayat 2 yang mengatur tentang penerapan zipper system, yakni setiap tiga bakal calon legislatif, terdapat minimal satu bakal calon legislatif (bacaleg) perempuan.
Namun, akankah nasib perempuan yang termajinalkan akan berubah atau masih hanya wacana saja yang entah kapan terealisasikan?
Tuesday 26 September 2023
Genre Surealis dalam Tulisan Fiksi
Genre surealis
sering dianggap sebagai fiksi yang aneh, absurd dan non rasional. Fiksi
surealis bisa memiliki banyak interpretasi, bisa diterjemahkan atau dimaknai
secara bebas oleh pembacanya. Fiksi surealisme berbeda dengan fiksi realis
apalagi fantasi. Fiksi surealis seperti jembatan antara fiksi realis dan fantasi.
Perbedaan antara fiksi surealis dan fantasi adalah jika dalam fiksi fantasi,
sejak awal unsur-unsur fantasi sudah disajikan pada semesta yang dibangun.
Keanehan itu tampak wajar karena memang dunianya sudah terbangun,
kefantasiannya sejak awal sudah tertata sedangkan dalam fiksi surealisme,
keanehan, keganjilan seringkali tidak logis dan tanpa penjelasan, tidak bisa
dinalar. Hal ini terjadi karena sejak awal unsur-unsur realis tetap
dikedepankan. Fiksi surealis lebih terasa sebagai fiksi yang abstrak, dengan
menggabungkan unsur fantasi dan hal realis dengan padanan yang pas. Fiksi
surealis seringkali dianggap absurd. Keanehan itu terbangun karena ada
banyak unsur realisme yang tetap dipertahankan. Jadi, dalam hal ini unsur
realisme tetap menjadi patokan utama.
Selain padanan
yang pas antara unsur realis dan fantasi, fiksi surealis seringkali menggunakan
metafora dan personifikasi. Penggunaan metafora dan personifikasi menjadi salah
satu ciri dalam fiksi surealisme. Personifikasi membantu menggambarkan suatu
benda atau sesuatu yang bukan mahluk hidup menjadi seperti layaknya mahluk
hidup.
Selain penggunaan
metafora dan personifikasi, ciri lain fiksi surealis adalah penggunaan diksi
yang kaya. Diksi yang kaya bukan berarti diksi yang rumit, berat dan membuat
dahi mengerut, apalagi diksi yang sama sekali tidak sesuai konteks. Pada fiksi
surealis detail atau pun deskripsi terasa lebih hidup dan nyata dengan
penggunaan diksi-diksinya yang unik dan kaya. Pemilihan diksi akan memperkuat
unsur absurd dalam fiksi surealis. Penggunaan diksi unik dan apik untuk
membangun deskripsi dan detail cerita juga bisa kita terapkan pada genre fiksi
mana pun. Karena diksi unik dan kaya akan mampu membangun visualisasi yang
bagus dibenak pembaca selama penggunaan diksinya pas dan tidak berlebihan.
Meski fiksi
surealisme lebih sering disebut sebagai karya fiksi yang aneh dengan banyak
interpretasi, tetapi tidak boleh meninggalkan aturan-aturan baku dalam
kebahasaan dan tidak bisa seenaknya saja disusun demi mencapai efek indah yang diinginkan.
Jadi walau dipandang aneh secara cerita tetapi aturan dan tata bahasanya tetap
diperhatikan.
Thursday 8 June 2023
Tua Pasti, Dewasa Pilihan
Menjadi
tua adalah sesuatu yang pasti tapi menjadi dewasa adalah pilihan. Jumlah umur yang
bertambah belum bisa dipastikan takar kedewasaan pun bertambah. Banyak bukti
yang menunjukkan bahwa banyaknya umur seseorang tidak menjamin sikap yang
dewasa. Banyak orang dewasa tetapi bersikap seperti anak-anak.
Menjadi
dewasa bukan hanya sekedar bertumbuh fisik tetapi juga berkembang pemikirannya.
Seorang yang dewasa tidak lagi berpikiran seperti anak-anak yang didominasi
dengan sikap egois, mau menang sendiri, menyalahkan orang lain, menjadi attention
seeker dan banyak lagi sikap kekanakan lainnya.
Menjadi
tua itu gampang karena terjadi secara alami. Alam sudah mengaturnya sedemikian
rupa hingga kita tidak bisa menolak tua. Kita tidak akan pernah menghentikan
waktu sehingga kita menjadi muda selamanya-kecuali saat kita tinggal di surga
dimana semua penduduk surga akan muda selamanya.
Kita memang
tidak akan pernah sanggup menahan laju waktu hingga tubuh kita menua tetapi
terkadang ada saja saat laju perkembangan pemikiran kita berhenti di satu
titik. Ini yang bahaya. Bahaya ketika raga kita menua tetapi pemikiran kita
berhenti seakan kita merasa takut untuk menjadi dewasa.
Seperti
halnya tokoh Peter Pan yang menolak untuk dewasa, sebagain dari kita pun ada
yang tidak ingin dewasa dengan berbagai macam alasan. Menjadi dewasa adalah hal
yang menakutkan karena seorang yang dewasa sudah harus mampu untuk mandiri,
bertanggung jawab, juga harus mampu untuk menahan ego.
Saat kanak-kanak,
mungkin sebagian besar dari kita berharap untuk cepat dewasa. Orang dewasa
terlihat keren dalam pandangan anak-anak. Orang dewasa hebat bisa membeli
apapun yang disukai tanpa harus menunggu approve orang tua atau menunggu lebaran
untuk membeli baju baru bahkan merengek kepada ayah dan ibu agar mendapatkan
apa yang diinginkan.
Dalam pandangan
anak-anak, orang dewasa itu keren karena bisa melakukan apapun yang disukai
tanpa harus kena tegur orang tua. Orang dewasa itu mengasyikan karena bisa
pergi atau berlibur kemana saja tanpa harus minta izin orang tua atau menunggu
kesiapan orang tua untuk mengajak liburan.
Namun,
setelah dewasa lintasan ingin kembali ke masa kanak-kanak sering hadir. Ingin rasanya
menjadi anak-anak dengan dunianya yang ceria dan tanpa beban. Anak-anak tidak
perlu bekerja tinggal minta saja pada orang tua jika ada sesuatu yang
diinginkan. Anak-anak tidak dijejali beban pekerjaan yang njilimet karena
pekerjaan anak-anak hanya bermain dan bersekolah.
Orang dewasa
yang kesehariannya berkutat dengan pekerjaan, pergi pagi pulang sore pasti
rindu dengan masa-masa bersekolah di SD, SMP, atau SMA. Masa SD tentu menjadi
masa yang paling menyenangkan karena punya banyak waktu untuk bermain.
Namun,
tidak semuanya juga memiliki masa kanak-kanak yang bahagia. Ada sebagian anak-anak
yang tidak seberuntung anak-anak yang lain dengan dunianya yang ceria. Ada anak-anak
yang harus ditempa lebih dini oleh keadaan sehingga mereka dewasa sebelum
waktunya. Lingkaran mereka mengharuskan untuk bekerja keras jika ingin terus
bertahan.
Ada juga
anak-anak yang terlalu dimanjakan oleh orang tua mereka sehingga mereka nyaman
dengan keadaan mereka saat menjadi anak-anak. Anak-anak ini lah yang takut
untuk dewasa. Mereka tidak berani melangkahkan kaki dan pemikiran mereka
menjadi lebih dewasa. Mereka takut jika dewasa, mereka akan kehilangan masa
cerianya.
Orang tua
yang terlalu memanjakan bukannya bagus tetapi menjerumuskan. Lihatlah begitu
banyak orang dewasa yang tidak mandiri. Walaupun usia mereka sudah tua tetapi
belum bisa berdiri di atas kaki sendiri. Hidupnya masih bergantung kepada orang
tua mereka. Sikapnya yang manja dan egois membuat mereka sulit untuk berjuang di
tengah masyarakat. Mereka kesulitan untuk mendapatkan solusi atas segala
permasalahan yang mereka hadapi.
Kedewasaan
tidak muncul secara instan, ia harus berproses. Proses menjadi dewasa pun tidak
hadir dalam waktu singkat. Menjadi dewasa itu perlu latihan dan tempaan. Kunci menjadi
dewasa adalah kemampuan dan keinginan yang tertanam kuat dalam diri untuk terus
memperbaiki diri untuk menjadi individu yang lebih baik. Menjadi dewasa juga
artinya membuka pikiran kita untuk menerima segala kritik dan saran yang orang
lain berikan sebagai pecut untuk senantiasa memperbaiki diri.
Wednesday 7 June 2023
Mati Satu Tumbuh Seribu
Sebenarnya, apa
yang benar-benar kita miliki di dunia ini? Apakah kekayaan? Jabatan dan kedudukan?
Tahta? Pasangan? Anak-anak? Benarkah mereka semua milik kita?
Kita ini hidup di
dunia cuma sementara. Rata-rata umur manusia hidup di dunia adalah 60 sampai 70
tahun. Kalaupun ada yang lebih dari itu, berarti sudah mendapatkan bonus
numpang di dunia lebih lama.
Ya, benar sekali
kita hanya numpang hidup di dunia. Harta yang kita miliki cuma titipan, begitu
pun dengan jabatan, pasangan, anak-anak. Semuanya hanya titipan yang Allah
amanahkan kepada kita. Kita ini sejatinya makhluk yang lemah dan tidak memiliki
apapun jika tidak diberi kekuatan oleh Sang Raja penguasa jagat alam raya.
Jadi, jangan
sedih apalagi marah jika suatu saat apa yang Allah titipkan pada kita diambil
kembali. Namanya juga pinjaman dan titipan. Kalau yang punya mau ambil kembali,
apa hak kita untuk menahannya?
Namun, ada kalanya
kita sedih saat kehilangan sesuatu yang kita anggap milik kita. Kita lupa bahwa
apapun yang ada dalam diri kita sejatinya bukanlah miliki kita. Kalaupun kita
kehilangan hal tersebut, pasti Allah akan menggantinya dengan yang lebh baik.
Contohnya saja
ketika kita kita kehilangan sandal, pasti kita akan mendapatkan gantinya baik
kita membeli yang baru atau ada orang yang memberi sepasang sandal untuk kita. Begitu
pun saat kita kehilangan uang. Uang yang hilang, yakinlah bahwa Allah akan
menggantinya dari jalan yang mungkin tidak kita sangka. Bahkan Allah akan
mengganti yang hilang dengan yang lebih baik.
".....Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyusakai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)
Terkadang dan
mungkin seringnya kita mengalami kesedihan yang berlarut-larut saat kita
kehilangan sesuatu, baik itu kehilangan pasangan, anak, jabatan, kekayaan, atau
hal berharga lainnya. Tanpa sadar kita menyalahkan Sang Pembuat Ketetapan. Padahal
jika kita memahami apa yang Allah firmankan dalam surah di atas yang menyatakan
bahwa bisa jadi menyukai sesuatu hingga kita enggan untuk melepasnya padahal
sesungguhnya hal itu membawa keburukan kepada kita.
Saya pernah
mendengar kisah dari seorang artis yang kehilangan hampir segalanya, baik harta
ataupun profesinya sebagai seorang aktor. Hartanya habis karena ditipu dan ia
pun sudah lama tidak mendapatkan tawaran bermain di sinetron. Semua harta dan
benda yang ia miliki sudah terjual untuk menutupi utang. Hingga ia tiba pada
suatu titik dimana ia pasrah dengan keadaannya dan menyerahkan segalanya pada
Sang Pencipta.
Doa dan asanya
terjawab pada suatu waktu. Allah menggantinya dengan hal yang jauh lebih baik. Saat
dalam keadaan terpuruk ia memilih kembali ke jalan Allah dan menjadi pribadi
yang lebih relijius. Tidak lama kemudian, uang yang hilang pun kembali dalam bentuk
yang jauh lebih baik dan banyak. Bagaimana tidak lebih baik saat ia kehilangan ratusan
juta, Allah menggantinya dengan tawaran bermain sinetron yang angkanya jauh
lebih banyak. Bahkan kontrak sinetronnya masih terus berlanjut setelah ia berhasil
melunasi semua utangnya.
Saya pun
mengalami hal yang serupa. Saya pernah mengalami penipuan online dengan nominal
yang tidak sedikit. Jujur saja, saya merasa sedih saat mengetahui kalau saya harus
kehilangan sejumlah uang. Namun, saya menyadari bahwa kehilangan itu mungkin
saja berupa teguran dari Allah atas dosa dan kesalahan yang pernah saya
lakukan.
Kata Ikhlas mungkin
mudah untuk diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. Walaupun saat itu mulut saya mengatakan
saya ikhlas dengan kehilangan tapi tetap saja ada sedikit rasa kecewa dalam
hati. Hingga akhirnya saya benar-benar menguatkan hati untuk mengikhlaskannya. Saya
yakin bahwa Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dan lebih
bermanfaat.
Janji Allah tidak
pernah meleset. Tidak lama setelahnya, saya mendapatkan sebuah tawaran pekerjaan
dengan bayaran yang lebih dari cukup untuk mengganti uang yang pernah hilang. Tepat
satu hari setelah saya terkena penipuan online tersebut, teman lama saya
menelepon dan menawarkan saya tambahan pekerjaan yang masih saya lakoni hingga
sekarang dimana nominalnya jauh melebihi apa yang pernah hilang dari genggaman
saya.
Betul juga saat
pepatah mengatakan mati satu tumbuh seribu yang artinya segala sesuatu yang hilang
pasti ada gantinya. Tanamkan keyakinan dalam diri kita bahwa pertolongan Allah
itu dekat. Boleh saja kita kehilangan sesuatu tapi jangan sampai kita
kehilangan keyakinan kepada Allah.
Tuesday 6 June 2023
Kolaborasi Peter Pan dan Cinderella
Pernah nonton film dengan tokoh anak laki-laki bernama
Peter Pan, kan? Semua perempuan pasti pernah menonton film atau membaca kisah
tentang Cinderella. Iya, kan?
Siapa sangka kalau di zaman modern ini, tokoh kartun
yang muncul dan populer sejak abad 20an itu dijadikan nama sebuah sindrom.
Sindrom takut menjadi dewasa.
Sindrom Peter Pan adalah sebuah istilah yang ditujukan
bagi pria yang sudah dewasa, tetapi masih menunjukkan perilaku atau karakter
layaknya anak-anak. Sepertinya halnya Peter Pan yang menolak dewasa, begitupun
pria yang secara usia sudah mencapai dewasa tetapi menolak untuk menjadi dewasa
karena beberapa ketakutan yang ada dalam dirinya.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Dan
Kiley dalam sebuah buku berjudul Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown
Up yang diterbitkan pada 1983 lalu.
Seorang pria dewasa seharusnya sudah mampu hidup
mandiri, memegang tanggung jawab dan tidak bergantung kepada orang lain dalam
hidupnya. Namun, dalam kenyataannya ada beberapa pria dewasa yang tidak mampu
hidup mandiri dan tidak mampu bertanggung jawab.
Sifat menolak dewasa pun tidak hanya dialami beberapa
pria dewasa, beberapa perempuan dewasa pun mengalami sindrom yang mirip dengan
sindrom Peter Pan, yaitu sindrom Cinderella.
Tokoh dalam kisah Cinderella ini semasa kecilnya hidup
bahagia bersama ayah dan ibunya. Setelah ibunya wafat dan ayahnya menikah lagi
ketika ia menjelang remaja, hidupnya berubah menjadi sengsara karena ibu
tirinya memperlakukan ia dengan tidak baik. Karena kepahitan hidupnya, Cinderella
kemudian mendambakan sosok seperti pangeran, yang dapat menjaga, menyayangi,
dan memberikan kebahagiaan padanya.
Nah, karakter Cinderella yang seperti itu menunjukkan
perempuan yang enggan atau takut untuk mandiri. Perempuan dengan sindrom
cinderella biasanya selalu memiliki keinginan untuk diselamatkan, dilindungi,
dan disayang oleh sosok yang seperti pangeran.
Sindrom menolak dewasa pun pernah saya alami saat
menjelang kelulusan tingkat sarjana. Saya merasa khawatir dan takut dengan
kehidupan setelah lulus kuliah. Apa yang akan saya lakukan setelah lulus
kuliah? Apakah saya mampu mendapatkan pekerjaan dan membiayai diri sendiri
tanpa bantuan orang tua?
Ketakutan seperti ini pun sepertinya menyerang
beberapa anak kuliahan yang sedang mengerjakan tugas akhir atau skripsi. Ada
beberapa mahasiswa yang sengaja memperlambat tugas mereka karena ada rasa takut
dalam diri dalam menghadapi keadaan setelah lulus kuliah. Bersyukur rasa takut
itu perlahan hilang seiring dengan jiwa pejuang yang ada dalam diri.
Kisah pun berlanjut saat saya kuliah S2 beberapa tahun
yang lalu. Banyak diantara teman satu kelas saya adalah lulusan S1 yang
langsung melanjutkan ke jenjang S2. Alasan mereka sih sebenarnya
bermacam-macam, tetapi ada satu jawaban mayoritas, yaitu mereka belum tahu apa
yang akan mereka kerjakan setelah lulus S1. Oleh sebab itu mereka memilih untuk
melanjutkan kuliah dengan biaya dari orang tua. Mereka pikir selama orang tua
sanggup membiayai, why not?
Salah satu penyebab munculnya sindrom Peter Pan atau
Cinderella adalah pola asuh yang kurang tepat pada masa kanak-kanak. Orangtua
mungkin saja bersikap selalu menuruti keinginan anak, membela, dan turun tangan
ketika anak melakukan kesalahan. Akibatnya, anak terbiasa dengan rasa nyaman yang
diciptakan oleh orang tua mereka.
Permasalahan datang ketika anak-anak tersebut beranjak
dewasa. Mereka akan merasa selalu membutuhkan perhatian, perlindungan, dan
pembelaan dari orang tua mereka. Bahkan mereka akan mudah hancur saat
dihadapkan pada masalah dimana mereka tidak terbiasa dalam mengatasinya.
Sering dengar perceraian yang terjadi karena suami
atau istrinya tidak dewasa atau kekanak-kanakkan hingga orang tua mereka turut
campur dalam urusan pernikahan anak-anak mereka, kan? Nah, sindrom Peter Pan
dan Cinderella mungkin saja yang menjadi akar masalah dalam sebuah pernikahan.
Lalu bagaimana cara agar kita tidak terkena sindrom
Peter Pan atau Cinderella? Atau bagaimana kita, sebagai orang tua seharusnya
lakukan agar anak-anak kita tidak mengalami sindrom tersebut?
Sebagai orangtua, penting untuk menanamkan nilai-nilai
tanggung jawab dan kemandirian pada anak sedini mungkin. Agar anak dapat tumbuh
menjadi pribadi yang dewasa dan siap menghadapi segala hal dalam kehidupannya
kelak.
Kalau kita sudah terlanjur terkena sindrom Peter Pan
atau Cinderella, sikap apa yang harus kita ambil? Hilangkan rasa takut menjadi
dewasa. Kita harus lebih percaya pada diri kita sendiri bahwa kita bisa
melakukannya. Gali jiwa pejuang yang ada dalam diri, karena saya yakin dalam
setiap individu pasti memiliki daya juang. Hanya saja beberapa masih merasa
takut dan khawatir kalau dirinya akan gagal.