Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Tuesday 30 December 2014

Perkembangan Kurikulum 2013 dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Siswa



Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) no. 160 pasal 1 yang menyatakan bahwa,
Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang melaksanakan Kurikulum 2013 sejak semester pertama tahun pelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 mulai semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari Kementerian untuk melaksanakan Kurikulum 2013.
Berdasarkan Permendikbud tersebut, maka keberlangsungan kurikulum 2013 menjadi tidak jelas kapan akan diberlakukan kembali. Menurut menteri pendidikan, isi dari kurikulum 2013 perlu dikaji ulang dan dievaluasi dengan waktu pengkajian ulang yang belum ditentukan.
Dampaknya bagi perkembangan siswa tentu saja berdampak positif dan negatif. Dampak positifnya mungkin siswa di masa depan akan diberikan kurikulum yang terbaik yang telah dievaluasi sehingga ketika diberlakukan sudah tidak ada lagi kekurangan baik dalam isi buku maupun masalah penilaian. Dampak positif yang lainnya mungkin kesiapan guru yang akan lebih disiapkan lagi untuk kelak melakasanakan kurikulum 2013 dengan terus melaksanakan pelatihan-pelatihan agar supaya sikap, kemampuan, dan mental guru benar-benar siap sehingga bisa dengan optimal membantu siswa dalam mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Sedangkan dampak negatif nya adalah siswa akan dibuat bingung oleh sistem kurikulum yang berubah-rubah dalam waktu yang sangat singkat. Baru saja siswa beradaptasi dengan metode dan pendekatan belajar yang disusun oleh kurikulum 2013 harus terpaksa kembali lagi ke metode dan pendekatan belajar yang disusun kurikulum 2006. Sebenarnya isi pembelajaran yang disusun oleh kurikulum 2013 sudah berimbang dalam mengakomodir berbagai aspek perkembangan siswa seperti kognitif, afektif dan psikomotornya. Siswa juga dilatih berpikir dan berjiwa peneliti dengan pendekatan saintifiknya. Hanya saja, di lapangan para praktisi, yaitu guru sangat keberatan dengan sistem penilaian yang dianggap memberi beban yang terlalu banyak pada guru dalam aspek penilaian.

Pengaruh Kualitas Guru Terhadap Perkembangan Siswa



Guru, digugu dan ditiru. Itilah tersebut saya pribadi berpendapat tepat sekali karena siswa benar-benar melakukan apa yang dikatakan ataupun yang dilakukan oleh guru. Pernah suatu kali saya mengkritik guru Bahasa Inggris dari adik saya tentang pengucapan kata, tidak mengherankan adik saya lebih menurut apa yang dikatakan oleh gurunya dibandingkan nurut kepada saya, padahal saya juga guru Bahasa Inggris. Ya itu lah alasan kenapa saya bisa mengatakan bahwa Guru itu digugu dan ditiru. Hanya saja, saya meilhat permasalah kualitas guru di Indonesia yang tidak merata dan pengaruhnya pada perkembangan siswanya kelak. Berikut akan saya coba kemukakan tentang pengaruh mutu guru yang masih rendah terhadap pencapaian prestasi belajar siswa dan efek jangka panjang perkembangan siswa.
Menurut Slameto (1995:56-62), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi 2 golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Fakor intern adalah faktor-faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu.
Dalyono (1997:55) mengemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar adalah:
a) Faktor internal (yang berasal dari dalam diri) seperti kesehatan, intelegensi dan
bakat, minat dan motivasi, cara belajar.
b) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) seperti keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan sekolah.

Berdasarkan faktor yang menpengaruhi prestasi belajar, maka kualitas guru termasuk dalam faktor eksternal. Kualitas guru yang rendah tentu saja akan berpengaruh pada prestasi belajar dan perkembangan siswa. Guru yang tidak bisa mengembangkan metode atau cara mengajarnya akan menyulitkan siswa dalam mengembangkan potensinya. Guru yang tidak memperhatikan aspek kecerdasan majemuk siswa dan hanya berkutat pada pengajaran tradisional tentu tidak akan bisa atau sulit untuk menemukan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa-siswanya. Guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajarinya juga tidak akan maksimal dalam memberikan pelajaran. Guru yang tidak memiliki wawasan tentang perkembangan anak, kemungkinan akan kesulitan dalam menemukan dan mengembangkan potensi anak didiknya di sekolah sehingga kecerdasan dan potensi siswa yang diajarkannya tidak akan terkembangkan dengan baik. Sebagai contoh, guru yang tidak memilki wawasan tentang kecerdasan majemuk tenta saja akan kesulitan untuk menilai kecerdasan sebenarnya dari masing-masing siswa. Potensi dan kecerdasan siswa dalam bidang populer seperti bahasa dan matematika saja yang mungkin akan diperhatikan oleh guru sedangkan siswa dengan kecerdasan lain seperti kinestetik, musical, naturalis, dan lainnya tidak terperhatikan oleh guru sehingga potensi siswa dengan kecerdasan lain diluar bahasa dan matematika-logis akan dianggap tidak berprestasi. Padahal jika guru mampu untuk mengenal, mengidentifikasi, dan mengembangkan potensi siswa dengan kecerdasa lain maka siswa dengan kecerdasan selain bahasa dan matematika-logis juga akan mencapai prestasi dengan caranya sendiri.

Monday 29 December 2014

Problematika Guru di Indonesia

Kondisi guru di Indonesia saat ini tidak begitu baik. Menurut pemerhati pendidikan, Abduh Zen, dari Uji Kompetensi Awal (UKA) dan Uji Kompetensi Guru (UKG) menunjukkan bahwa hasilnya dibawah rata-rata sehingga dia menyebutkan bahwa kondisi guru di Indonesia memprihatinkan. (news.liputan6.com)
Menurut data Kemendiknas 2010 54% Guru di Indonesia Tidak Memiliki Kualifikasi yang Cukup untuk Mengajar. Secara kuantitas, jumlah guru di Indonesia cukup memadai. Namun secara distribusi dan mutu, pada umumnya masih rendah.  Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini cukup memprihatinkan, dengan prosentase lebih dari 50% di seluruh Indonesia.
Berdasarkan Teacher Emplyment & Development, World Bank 2007, 34% Sekolah di Indonesia Kekurangan Guru. Distribusi Guru tidak merata. 21% sekolah di perkotaan kekurangan Guru. 37% sekolah di pedesaan kekurangan Guru. 66% sekolah di daerah terpencil kekurangan Guru dan 34% sekolah di Indonesia yang kekurangan Guru. Sementara di banyak daerah terutama perkotaan terjadi kelebihan Guru.
Menurut Analisis Data Guru 2009, Ditjen PMPTK 2009, sebaran indeks kualitas Guru di Indonesia setengah nilai maksimal indeks dimana nilai maksimal adalah 11.
(http://indonesiaberkibar.org/id/fakta-pendidikan)

Faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi rendahnya kualitas guru.
·      Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh guru, Masih ada guru dengan latar belakang pendidikan SPG (setingkat SMA) dan enggan untuk meneruskan tingkat pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi karena alasan usia. (http://indonesiaberkibar.org/id/fakta-pendidikan)
·   Guru mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya atau disiplin ilmu yang dipelajarinya. (http://indonesiaberkibar.org/id/fakta-pendidikan)
·   Sikap guru yang tidak mau berkembang. Masih ada guru-guru yang merasa enggan untuk melakukan terobosan dalam aktivitas mengajarnya. Dengan alasan pengalaman berahun-tahun dalam mengajar, beberapa guru menolak inovasi terbaru untuk mengajar.
·      Keterampilan guru dalam bidang IT yang masih rendah. Masih ada beberapa guru yang tidak bisa menggunakan IT dalam aktivitas mengajarnya padahal di zaman sekarang ini guru dituntut untuk menguasai setidaknya dasar-dasar dari IT.
·         Penyebaran guru yang tidak merata di berbagai daerah sehingga penumpukkan jumlah guru dan kekurangan jumlah guru terjadi.
·      Akses informasi yang tidak berimbang antara guru di perkotaan dan di daerah. Guru yang berada di perkotaan dengan mudah mendapatkan berbagai macam pelatihan sedangkan guru yang berada di daerah, terutama daerah terpencil sulit untuk mendapatkan akses informasi dan sulit atau jaran mendapatkan pelatihan.

Mengembangkan Teori 'Multiple Intelligences' di Kelas



Teori multiple intelligence memberi kita cara melihat gambaran lengkap potensi seorang siswa sehingga berbagai kemampuan mereka yang terabaikan bisa dikembangkan dan dihargai.
Menurut Amstrong (2000), teori multiple intelligences memberikan jalan bagi pendidik/ guru untuk memikirkan metode mengajar yang paling tepat dan untuk memahami mengapa metode ini dapat berhasil, mengapa metode ini cocok untuk sebagian siswa dan mengapa metode ini tidak cocok untuk sebagian siswa yang lain.  Teori ini juha membantu para pendidik untuk memperkaya penbendaharaan teknik, metode mengajar, dan materi mengaajr sehingga dapat semakin luas, menarik dan beragam.
Sebagai pendidik kita harus mengetahui bahwa setiap anak mempunyai kedelapan kecerdasan dan setiap hari menggunakannya dalam kombinasi yang berbeda. Guru juga harus ingat bahwa setiap masing-masing anak mempunyai kedelapan kecerdasan ini dan memanfaatkannya dengan cara mereka masing-masing. Ada anak yang unggul dalam kecerdasan tertentu tapi lemah dalam kecerdasan yang lain, ada juga anak yang mengalami kesulitan dalam berbagai kecerdasan tapi menonjol dalam satu kecerdasan saja, ada juga anak yang berada di tengah-tengah yang mempunyai seluruh kecerdasan tapi tidak ada yang menonjolkan salah satu kecerdasan. Anak mempunyai satu atau lebih kecerdasan yang bisa dengan mudah diungkapkan, ada beberapa anak yang dalam taraf sedang-sedang saja dalam mengungkapkannya dan juga ada sebagian anak yang  merasa kesulitan untuk mengungkapkan kecerdasannya.
Sayangnya, kebanyakan masyarakat kita biasanya hanya memusatkan perhatian pada dua jenis kecerdasan saja dalam memutuskan tingkat kecerdasan yang dimilki oleh anak. Kebanyakan masyarakat lebih menghargai orang atau anak yang mempunyai kecerdasan lingustik dan matematika-logis yang tinggi.
Di sekolah, anak-anak yang memiliki kecerdasan musikal, kinestetik-jasmani, spasial, intrapersonal, interpersonal dan naturalis ini sering terabaikan dalam pembahasan mengenai kecerdasan superior. Kebanyakan sekolah juga lebih menghargai ansk-snsk dengan kemampuan lingustik dan logis-matematis. Anak-anak yang berbakat dalam kedua bidang ini biasanya berprestasi di sekolah sebaliknya anak-anak yang kurang dala kecerdasan linguistic dan matematik-logis ini seringkali dianggap jelek dan gagal dalam proses pembelajarannya meskipun sebenarnya mereka mungkin sangat berbakat dalam satu atau lebih bidang kecerdasan yang lain.
Setiap siswa mempunyai delapan kecerdasan dan bisa jadi proporsinya berlainan. Seorang anak bisa jadi seorang pembaca yang hebat tapi nilai matematikanya buruk, pandai dalam menggambar tapi buruk dalam bidang olahraga. Anak-anak bahkan bisa memperlihatkan kangkauan kelemahan dan kekuatan  yang luas dalam satu bidang kecerdasan.
Guru di kelas yang menggunakan teori multiple intelligences tentu akan berbeda dengan guru yang masih mengandalkan metode tradisional. De kelas tradisional, guru mengajar sambil berdiri di depan kelas, menulis di papan tulis, bertanya kepada murid tentang teks bacaan atau buku pelajaran kemudian duduk menunggu di meja guru sementara siswa meyelesaikan pekerjaan tertulis mereka. Di dalam kelas multiple intelligences, guru harus selalu mengubah metode mengajarnya, mulai dari metode linguistik ke metode spasial, lalu ke metode musik dan seterusnya. Guru juga kerap mengombinasikan berbagai kecerdasan secara kreatif.
Bagaimana upaya guru agar mampu mengembangkan multiple intelligences dari masing-masing siswanya. Pertama-tama seorang guru harus paham apa itu multiple intelligences. Kecerdasan-kecerdasan apa saja yang bisa dimiliki oleh siswanya. Seorang guru harus paham bahwa setiap anak pasti memiliki kecerdasan, hanya saja ada anak yang dengan mudah mengungkapkan kecerdasannya tapi ada juga anak yang kesulitan dan mengungkapkan kecerdasannya. Tugas guru kemudian adalah membantu anak yang kesulitan dalam mengungkapkan kecerdasannya sehingga anak tersebut mampu untuk menemukan dan mengembangkan apa yang menjadikan kecerdasannya dan dapat berhasil dengan kecerdasan yang dimilikinya.
Dalam proses pembelajaran juga, seorang guru seharusnya tidak hanya fokus dalam bidang linguistic dan matematika-logis saja, tetapi harus mengembangkan seluruh kecerdasan yang ada. Di dalam kelas, selain mempelajari bidang linguistic dan matematika-logis juga, guru memperhatikan bidang yang mencakup kecerdasan lain seperti memanfaatkan kecerdasan intrapersonal dalam permainan seperti role-playing sehingga anak-anak bisa mengeluarkan kemampuan mereka dalam bekerja sama, menghargai orang lain dan juga berempati kepada orang lain. Guru juga bisa memanfaatkan kecerdasan spasial yang dimiliki anak dengan mendekor ulang keadaan di kelas, mempercantik ruangan kelas dan meminta anak-anak dengan kecerdasan spasial yang tinggi untuk melukis atau menggambar sesuatu untuk dipajang di ruang kelas. Lalu guru bisa melakukan aktivitas bernyanyi bersama-sama de dalam kelas atau sesekali belajar dengan menggunakan media musik dan lagu. Untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik-jasmani, bisa melakukan aktivitas bermain di dalam kelas seperti contohnya melompat-lompat untuk menirukan gerakan yang dilakukan kelinci atau menerikan gerakan-gerakan hewan lain atau benda lain yang bergerak. Dalam mengembangkan kecerdasan naturalis, guru bisa meminta siswa untuk membuat kebun mini di depan kelas atau menghias depan kelas dengan berbagai macam tumbuhan atau bunga atau jika memungkinkan siswa bisa memelihara satu hewan peliharaan di sekolah dengan tanggung jawab seluruh siswa di kelas untuk memelihara hewan peliharaan tersebut.
Jadi agar guru bisa mengembangkan multiple intelligences siswa adalah sebisanya mengkombinasikan jenis aktivitas di kelas atau sekolah yang meliputi kedelapan kecerdasan tersebut dan tidak hanya terfokus dalam aktivitas yang mendukung dua atau tiga jenis kecerdasan saja