Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Sunday 23 March 2014

Anak-anak Belajar dari Kehidupan

Bila anak hidup dalam kritikan, ia belajar menyalahkan orang lain
Bila anak hidup dimusuhi, ia belajar untuk melawan
Bila anak hidup dalam ejekan, ia belajar jadi pemalu
Bila anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar
Bila anak hidup diberi semangat, ia belajar punya rasa harga diri
Bila anak hidup dengan pujian, ia belajar untuk menghargai orang lain
Bila anak hidup dalam keyakinan, ia belajar untuk percaya diri
Bila anak hidup dalam keadilan, ia belajar membela kebenaran
Bila anak hidup dengan kepastian, ia belajar memperoleh keberanian
Bila anak hidup dengan persetujuan, ia belajar menyukai dirinya
Bila anak hidup dalam persahabatan, ia belajar mencintai


* tulisan di dinding kantor kursusan gak tau sumbernya dari mana….

Allah Hanya Memberi Yang Terbaik

Ketika kita berdo’a meminta sesuatu pada Allah, seringkali permintaan itu tidak terkabul. Terkadang kita bertanya-tanya kenapa do’a kita tidak dikabulkan padahal permintaan kita tidak berlebihan dan tidak buruk.

Adakalanya engkau meminta sesuatu pada Allah tetapi permintaanmu tidak dikabulkan, namun engkau diberinya sesuatu yang lebih baik daripada yang engkau minta, langsung maupun tidak langsung. Dia memalingkanmu pada sesuatu yang lebih baik bagimu (Ali bin Abi Thalib)

Ya, benar sekali. Allah sangat tahu apa yang terbaik bagi kita karena yang kita sangkakan baik untuk kita belum tentu baik bagi kita, dan apa yang kita sangkakan buruk bisa jadi ternyata baik bagi kita.
Jadi ketika saya meminta jodoh saya segera datang tapi Allah tidak saja kunjung memberikannya, maka saya akan berbaik sangka bahwa Allah akan memberikan hal yang terbaik kepada saya. Bisa jadi Allah sedang lebih menempa saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik sehingga sepadan untuk bersanding dengan jodoh saya kelak. Atau Allah pun sedang menempa jodoh saya kelak sehingga kami sama-sama sepadan untuk bersanding dan kekal menjadi jodoh dunia akhirat (kok jadi mirip lagu dangdut ‘jodoh dunia akhirat).
Tentu saja jodoh di dunia dan akhirat adalah dambaan tiap pasangan yang berbahagia. Ketika mengalami kebahagian di dunia dengan pasangan kita maka kita pun berharap untuk menjadi pasangan yang kekal nanti di alam yang kekal juga, surga.
Mungkin wajar jika pada usia di atas 30, saya sebagai perempuan yang belum menikah merasa galau. Manusiawi jika rasa galau menyergap. Sangat manusiawi sekali menurut saya. Malah, jika perempuan +30 tahun yang masih lajang tidak merasa galau, harus dipertanyakan sebab dia tidak merasa galau. Wajar perasaan galau itu hadir, bukan sesuatu yang berlebihan. Yang menjadi intinya bagaimana kita meminimalisir rasa galau itu dengan keyakinan yang kuat dan persangkaan yang baik kepada Allah. Yakin bahwa Allah telah menyiapkan jodoh yang luar biasa untuk kita dan berbaik sangka bahwa Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya sendiri tanpa pasangan.
Tugas kita sebagai perempuan yang masih melajang dan sedang menunggu jodohnya datang adalah tetap istiqomah melakukan amal baik, terus memperbaiki diri, dan tetap berdo’a meminta yang terbaik. Tidak bijaksana jika hanya menunggu dengan tangan terpaku di dagu. Tapi kita harus menunggu dengan produktif. Menunggu sambil terus memantaskan diri dan tetap yakin bahwa Allah hanya akan memberi yang terbaik. Wallahu’alam … ^_^…


*edisi liat yang siap-siap buat nikahan di depan kamar kosan (usia perempuannya 22 tahun)

Wednesday 5 March 2014

Tangis Itu

Luar biasa, dalam satu hari mendapatkan 2 panggilan telfon dari 2 sahabat dan dua-duanya memperdengarkan tangis di ujung telfon sana.
Entahlah apa yang sebenarnya terjadi ketika saya menerima panggilan telfon dari seorang sahabat di suatu sore. Dari suara di ujung telfon itu terdengar kekecewaan yang sangat sehingga isak tangis pun terdengar. Rasanya ingin ikut terisak juga.
Panggilan telfon kedua terjadi pada jam 11 malam lebih. Ketika kuangkat telfon dari terdengar isakan tangis dari sahabatku tercinta. Entah apa yang menyebabkan dia terisak. Mungkin nanti saya akan mendapatkan penjelasan apa sebab yang membuat dia menangis. Nah, sahabatku yang satu ini bisa dikatakan perempuan yang tangguh yang jarang sekali saya melihatnya menangis. Jadi rasanya janggal saja ketika saya mendengar dia menangis.

Entah apa yang terjadi mereka. Entah apa yang membuat mereka menangis. Saya hanya bisa mendo’akan yang terbaik saja untuk mereka.

Saturday 1 March 2014

Jangan Galau Walau Tak Jadi PNS

Sekarang ini banyak yang galau karena tidak lulus tes CPNS. Bentuk kegalauan mereka yang tidak lulus tes itu bermaca-macam. Dari yang mulai marah-marah, frustasi, depresi, dan banyak lagi.
Cerita yang saya dengar dari seorang honorer K2 (honorer yang minimal bekerja dari semenjak tahun 2005) yang gagal lulus tes CPNS adalah keluar dari sekolah tempat dia mengajar. Ternyata dia telah menyerah dalam perjalanan dia menuju PNS.
Bentuk kekecewaan yang lain adalah marah-marah di sosmed. Dengan status-statusnya yang mengguratkan kekecewaan dia bahwa proses penentuan kelulusan ini tidak adil. Banyak anak atau kerabat seorang pejabat yang dengan mudahnya lulus menjadi PNS padahal tidak memiliki kualifikasi ataupun kemampuan. Sistem ini memang bobrok dan sayangnya kita belum mempunyai daya kekuatan untuk membenahi sistem yang sudah kadung bobrok ini.
Daripada galau gagal lulus tes CPNS, yuk kita gali lagi kemampuan luar biasa yang bisa jadi belum kita lahirkan dari dalam diri kita. Banyak hal yang bisa kita lakukan tanpa menjadi PNS. Bisa jadi tanpa menjadi PNS kita lebih berprestasi.
Rezeki kita sudah ada, utuh dan lengkap. Tidak akan tertukar. Jemputlah rezeki kita dengan niat dan cara yang Allah sukai. Insya Allah apa yang kita dapatkan akan cukup dan menjadi berkah. Wallahu’alam …^_^…

Allah Memberikan Yang Terbaik

Terkadang dalam hati kecil ini terbesit perasaan iri jika melihat kehidupan teman-teman yang nyaman dan mapan  dalam menjalani kehidupannya. Mereka menikah, mempunyai anak dan bekerja sebagai PNS. Sekarang ini saya ingin lebih bercerita tentang bagaimana rasa ‘iri’ terhadap teman-teman yang bekerja sebagai PNS.
PNS dengan segala kenyamanannya tentu saja menggiurkan bagi kebanyakan orang. Bekerja tidak dalam ‘tekanan’ alias kerja dengan santai dan tentu saja gaji yang tidak sedikit plus berbagai macam tunjangan baik tunjangan untuk diri sendiri, pasangan ataupun anak-anak. Tidak salah jika banyak orang yang mengincar posisi PNS ini.
Dulu, saya merasa ‘iri’ sekali dengan orang yang bekerja sebagai PNS. Apalagi setelah saya mendengar cerita teman-teman saya yang bekerja sebagai PNS dalam bidang pendidikan, yaitu guru. Mereka bercerita jika mereka mengajar hanya 3 hari saja, otomatis tidak setiap hari mereka bekerja, hanya 3-4 hari saja dalam seminggu dengan gaji sekitar 3 juta an lebih belum lagi jika sudah tersertifikasi, maka gaji ayng didapat sekitar 5-6 juta dalam sebulan.
Saya, seorang guru non-PNS alias masih honorer. Honor yang saya terima setiap bulannya adalah 300 ribu saja. Dengan uang 300 ribu setiap bulannya apakah cukup untuk menutup kebutuhan sehari-hari?. Tentu saja jawabannya tidak cukup. Alhasil, dengansegenap daya dan upaya, seorang guru honorer ini bekerja di berbagai tempat agar uang yang dihasilkan bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Saya bekerja rata-rata 12 jam setiap harinya. Setelah mengajar di sekolah saya pun mengajar di tempat kursus ataupun privat. Alhamdulillah uang yang dihasilkan cukup.
Jika main hitung-hitungan antara saya yang bukan PNS dan teman saya yang PNS, maka terkadang saya berfikir bahwa hidup ini tidak adil. Bayangkan saja teman saya yang PNS mengajar hanya 3 hari saja dalam seminggu. Jika dalam sehari dia bekerja 7 jam maka dalam seminggu dia bekerja 21 jam dan dalam sebulan kira-kira dia bekerja sekitar 84 jam. Dalam 48 jam bekerja itu dia mendapatkan gaji sekitar 3-4 juta. Sekarang kita hitung pendapatan saya dalam sebulan. Saya bekerja 6 hari dalam seminggu. Dalam 1 hari saya bekerja rata-rata 12 jam. Dalam 1 minggu saya bekerja sekitar 72 jam dan dalam sebulan saya bekerja sekitar 288 jam. Anggap saja saya mendapatkan penghasilan 3 juta dalam 288 jam itu. Yuk kita bandingkan jumlah jam bekerja dan pendapatan antara saya yang non-PNS dan teman saya yang PNS. PNS mendapatkan 3 juta (kita ambil jumlah yang minimal) dengan bekerja sekitar 84 jam dan non-PNS mendapatkan 3 juta dengan bekerja sekitar 288 jam. Wow, jumlah yang sangat jomplang kan.
Pengorbanan dan pendapatan yang sangat jomplang itulah yang terkadang ‘mengotori’ hati saya sehingga terbersit rasa iri kepada orang-orang yang bekerja sebagai PNS. Tapi Allah tidak pernah salah dalam memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya. Allah akan senantiasa memberika yang terbaik kepada hamba-Nya yang bersyukur.
Denga tidak menjadi PNS, Allah ternyata sedang melatih saya untuk mengeluarkan semua kemampuan yang saya miliki untuk bisa bertahan hidup tanpa kenyamanan sebagai PNS. Ternyata Allah sedang memoles saya untuk menjadi pribadi yang lebih tangguh. Bagaimana tidak menjadi tangguh ketika saya diharuskan bekerja jauh lebih giat dari pada seorang PNS untuk mendapatkan gaji yang setidaknya mendekati nominal minimal gaji PNS.
Dengan tidak menjadi PNS, Allah menjadikan saya lebih bergantung kepada-Nya. Bagaimana tidak bergantung, jika saya tidak mengetahui jumlah uang yang bisa saya dapatkan setiap bulannya. Tidak seperti PNS yang sudah pasti akan mendapatkan gaji di tiap bulannya.
Dengan tidak menjadi PNS, saya lebih meyakini bahwa Allah tidak pernah salah dalam memberikan rezeki-Nya. Bahwa Allah akan selalu memberikan rezeki kepada orang-orang yang berusaha. Allah tidak pernah salah dalam memberikan rezeki.
Dengan tidak menjadi PNS, Allah telah menjadikan saya orang yang lebih kreatif. Kreatif dalam segala hal. Kreatif dalam menyiasati sulitnya hidup dan pemenuhan biaya sehari-hari. Alhamdulillah, tempaan itu menjadikan saya menjadi pribadi dengan ‘banyak’ kemampuan. Tentu saja dengan keadaan bukan PNS menjadikan saya harus menjalani berbagai macam profesi dari seorang guru, trainer, pedagang, penyusun buku, sampai menjadi seorang agen asuransi.
Sekarang saya tidak iri lagi kepada teman-teman saya yang PNS. Tanpa menjadi PNS saya menjalani berbagai macam tantangan yang menjadikan saya lebih tangguh dan kuat. Tanpa menjadi PNS, saya berhasil mengeluarkan berbagai macam keahlian yang saya miliki yang belum tentu saya bisa hasilkan jika saya menjadi seorang PNS. Tanpa menjadi PNS, saya menemukan kebahagian ketika bekerja dengan bidang yang saya sukai dan mendapatkan ‘passion’ dalam hal itu.
Sekarang saya menemukan hikmah kenapa Allah tidak menjadikan saya sebagai PNS. Allah memilki rencana terbaik untuk saya. Allah menjadikan saya sebagai pribadi yang lebih baik. Wallahu’alam …^_^…