Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Monday 17 December 2018

Saatnya Bandung Berliterasi


Cantik dan menawan adalah kata-kata yang mungkin tepat untuk mendeskripsikan kota Bandung. Seperti kata pujangga, Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakan Bandung. Kota indah yang sejauh mata memandang ke barat, timur, selatan dan utara tampak gunung berjajar dengan pesonanya yang menawan hati. Namun Bandung tidak saja dikenal dengan kecantikannya, Bandung juga dikenal dengan pendidikannya. Ada 3 perguruan tinggi negeri ternama berlokasi di Bandung, sehingga Bandung dijadikan tujuan untuk menimba ilmu bukan hanya pelajar dari kota di Jawa Barat tetapi kota-kota dari provinsi lain berdatangan untuk melanjutkan pendidikan. Oleh sebab itu, Kota berpenduduk sekitar 2,4 juta jiwa ini menjadi salah satu kota tujuan utama pariwisata dan pendidikan.
Label positif yang menempel pada kota Bandung tidak menjadikan pemerintah kota Bandung berpuas diri. Hari ini, pemerintah Kota Bandung bergiat untuk meningkatkan kualitas baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pendidikan sebagai pondasi dari kualitas sumber daya manusia pun terus dibenahi. Dengan inovasi dalam hal pendidikan, kota Bandung berbenah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.
Gerakan Literasi Sekolah adalah salah satu dari inovasi pendidikan kota Bandung. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan siswa untuk memahami bacaan. Giatnya Kota Bandung melaksanakan Gerakan Literasi Sekolah ini didasarkan pada rendahnya minat baca dan kemampuan anak Indonesia dalam memahami bacaan. Rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia dibuktikan dengan laporan Bank Dunia No. 16369-IND, dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Education Achievement) di Asia Tenggara yang menyatakan bahwa “tingkat terendah membaca anak-anak dipegang oleh negara Indonesia dengan skor 51,7 di bawah Filipina (skor 52,6); Thailand (skor 65,1); Singapura (skor 74,0); dan Hongkong (skor 75,5)”. (http://www.pembelajar.com/wmview.php). Survei PISA 2015 juga menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 72 negara yang disurvei.
Berdasarkan laporan di atas, terlihat rendahnya kemampuan membaca anak Indonesia. Padahal dengan membaca terbentanglah dunia yang belum kita ketahui sebelumnya.  Bahan bacaan seperti buku, Koran, artikel, novel, jurnal dan bahan bacaan lainnya merupakan sumber berbagai informasi yang dapat membuka wawasan kita tentang berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, budaya, politik, sejarah, seni, maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Kegiatan membaca juga dapat membantu mengubah masa depan, serta dapat menambah kecerdasan akal dan pikiran kita juga mampu membuat kita untuk berpikir kritis.
Salah satu kegiatan dalam Gerakan Literasi Sekolah ini adalah membaca 15 menit setiap hari di sekolah. Untuk menunjang kegiatan 15 menit membaca setiap hari ini, maka di dalam kelas perlu disiapkan sudut baca atau pojok baca yang menyediakan buku-buku fiksi atau non-fiksi. Sudut/ pojok baca ini ibarat membawa perpustakaan ke dalam kelas.  
Sudut/pojok baca di kelas memainkan peranan penting dalam meningkatkan minat baca dan keterampilan membaca siswa. Menurut laporan NAEP, dalam kelas dengan tempat khusus membaca yang didesain dengan baik maka akan memberikan ruang bagi siswa untuk lebih berinteraksi dengan buku-buku, memberikan kebiasaan yang positif, memberikan waktu yang lebih banyak untuk membaca, dan membantu siswa untuk menggapai pencapaian yang lebih tinggi dalam keterampilan membaca (Hunter: 2004)
Siswa yang melakukan kegiatan membaca di kelas dengan konsisten terbukti mempercepat kemampuan membaca mereka (Neuman:2001). Sebuah studi (Anderson & Nagy dalam Catapano, Fleming, & Elias: 2009) menyebutkan bahwa anak-anak belajar rata-rata 4000 hingga 12.000 kosakata baru setiap tahunnya sebagai hasil dari membaca buku secara konsisten.
Siswa harus memiliki akses ke teks-teks atau buku  dimana mereka dapat melihat diri mereka sendiri dan pengalaman mereka bisa terwakili dan dihargai, mereka juga memerlukan teks-teks yang mewakili keragaman karakter, setting, dan cerita reflektif dari masyarakat yang lebih luas
Dengan adanya sudut/pojok baca di kelas, siswa akan termotivasi untuk membaca. Akses siswa terhadap buku akan lebih dipermudah. Siswa bisa dengan langsung untuk memilih buku yang ingin dia baca tanpa harus berjalan ke gedung perpustakaan sekolah. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan buku yang ingin dibaca di perpustakaan kelas, 50% nya tertarik untuk membaca dibandingkan dengan siswa yang tidak meiliki akses ke perpustakaan kelas (Hunter: 2004). Dengan buku yang bervariasi akan memotivasi siswa untuk lebih banyak membaca, dan menuntun mereka untuk menjadi pembaca yang lebih baik. Buku yang berkualitas akan menjadi alat untuk siswa berlatih membaca.
Sudut/pojok baca di kelas akan membantu siswa yang terbatas dalam mendapatkan akses untuk membaca. Banyak faktor yang menghalangi siswa untuk membaca, seperti faktor sosial ekonomi. Keluarga yang kekurangan dalam hal finansial akan sulit untuk memberikan fasilitas bagi anaknya untuk membaca. Sudut/pojok baca di kelas akan membantu siswa yang datang dari keluarga berpenghasilan rendah untuk mendapatkan akses membaca buku. 
Gerakan Literasi Sekolah ini tidak akan mendapatkan hasil yang optimal tanpa kerjasama dan dukungan guru dan orangtua. Orangtua juga harus mendukung Gerakan Literasi ini dengan pembiasaan membaca di rumah juga. Dengan kolaborasi guru, orangtua dan siswa diharapkan Gerakan Literasi Sekolah yang diprogramkan Pemerintah Kota Bandung dapat terlaksana dengan baik dan mendapatkan hasil yang optimal sehingga membaca akan menjadi budaya di negeri ini.

Daftar Pustaka

Catapano, S, Fleming, J., & Elias, M. (2009). Building an effective classroom library. Journal of Language and Literacy Education [Online], 5(1), 59-73.

Hunter, Phyllis C. Classroom Libraries. Instructor,10495851, Jan/Feb2004, Vol. 113, Issue 5. www.phyllishunter.com

Neuman, Susan B. Early Childhood Today;Feb 2001, Vol. 15 Issue 5, p12

Tuesday 31 July 2018

Bacaan Itu Sumber Energi Untuk Menulis


Serius, ini masalah serius. Sudah beberapa bulan ini, saya tidak membaca. Tidak membaca buku. Tidak membaca jurnal. Tidak membaca artikel ilmiah. Dan hasilnya sangat buruk, buruk sekali. Apa hasil dari kemalasan saya membaca dalam beberapa bulan ini. Ya betul sekali...Tidak ada satu pun tulisan yang mampu saya hasilkan. Sungguh memalukan, tanpa adanya energi dari sumber bacaan tidak ada hasil.

Duuh, hanya alasan yang buruk ketika tidak ada satupun tulisan yang bisa dihasilkan. Beberapa bulan ini, kegandrungan saya dalam menonton drama Asia sedang dalam level gila sehingga hampir tidak pernah membaca. Ya kalaulah membaca artikel ringan masih cukup sering. Hanya saja artikel artikel ringan tidak akan sanggup menjadi makanan sehat dalam memproduksi tulisan tulisan. 

Menurut pengalaman sih, pemaksaan itu ketika saya mendapatkan tugas kuliah. Apa harus saya kuliah lagi agar mau lagi membaca bacaan sumber energi itu. Nah, ini nih akan ada alasan lain. Kuliah itu mau tidak mau harus mengeluarkan biaya. Nah alasan tidak ada biaya kuliah jadi penghalang. Padahal kewajiban mambaca itu tidak harus dari tugas kuliah kan. 

Sebenarnya saya tahu lah bagaimana cara untuk mebaca sumber bacaan berenergi ini. Kurangilah kebiasaan menonton. Tapi ya itu lah, level kegilaan menonton saya sedang ada dalam level gila.

Yup, harus berusaha. Set waktu satu jam untuk membaca sumber bacaan berenergi. Kurangi membaca status status alay di medsos, kurangi menonton drama-drama Asia itu. 

SEMANGAT!!!!!!!!!!!

Monday 26 February 2018

Angin...

Akankah kuikuti kemana arah angin bertiup.

Dipikir-pikir, diingat-ingat...kemana akan kubawa hidupku?

Setelah kematian mau apa? atau bisa apa? atau akan diapakan?

Ternyata hidup di dunia ini singkat saja....mungkin hanya sekejap mata saja dibandingkan dengan kehidupan kelak.

Sebenernya ngeri banget kalau ngomongin kematian, kehidupan kekal, surga atau neraka...

kenapa ngeri.....?

yah ngeri lah karena kematian itu menyakitkan. Ciri-ciri kematian itu menakutkan dan menyakitkan. Rasul saja, sang kekasih pemilik alam jagat raya ini merasakan kesakitan ketika ajalnya sampai beliau memohonkan agar rasa sakit kematian untuk umatnya intu ditimpakan kepadanya. Ya Allah...gimana gak sayangnya Rasul sama umatnya yang ketika kematiannya saja masih inget sama umatnya. Makanya kebangetan banget kalau kita yang ngaku sebagai umatnya gak sayang ama beliau atau lupa ama beliau, apalagi sampai menghina beliau... kebangetannya kuadrat sejuta.

Trus kenapa ngeri kalau mikirin kehidupan kekal....? yah ngeri banget lah kalau kita hidup kekalnya di neraka...iiih ngebayanginnya aja udah ngeri apalagi kalau ngalamin...iiih syerreeeem...makanya buat apa lah numpuk numpuk harta di dunia kalau gak bisa jadi hal buat beratin timbangan amal kita. 

Kenapa ini judul angin kok gak nyambung sih ama isinya...yah biarin lah suka-suka yang nulis...hahaha

Sebenrnya bisa aja sambung-sambungin...Janganlah kita hidup cuman ngandalin kemana arah angin bertiup yang istilah kerennya gone with the wind...lah itu sih judul pelem barat lawas....Yah kalau ngikutin angin kita gak punya prinsip gak punya tujuan dong. Padahal kan jelas banget kalau tujuan kita itu ridho Allah....kalo Allah dah ridho mah, udah dah masuk surga juga tinggal masuk.

Wednesday 31 January 2018

Jalani Saja Peran Kita Masing Masing


Menjadi Jomblo Yang Produktif


Dampak Negatif Smartphone Pada Orang Dewasa

Selama ini kebanyakan artikel yang membahas dampak negatif smartphone pada anak-anak, sedangkan artikel yang membahas dampak negatif smartphone pada orang dewasa belum terlalu banyak. Sebenarnya isi artikel ini gak ilmiah karena tidak menampilkan data yang akurat ataupun melalui penelitian dengan sample dan hitung-hitungan statistika. Artikel ini murni ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman pribadi saja.