Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Saturday, 17 November 2012

Halaqohku Terhenti Setelah Aku Menikah


Dulu, semasa aku duduk di bangku kuliah, aku adalah salah satu kader sebuah partai dakwah yang saat itu sedang naik daun. Aku adalah kader yang aktif yang menghabiskan banyak waktu, tenaga dan uangku untuk ikut serta memajukan partai dakwah ini. Sealin aktif sebagai kader partai aku juga aktif sebagai aktivis BEM di Universitasku.
Untuk menunjang keaktifanku di partai dan kampus, aku pun menghadiri halaqoh satu minggu sekali untuk menunjang ruhiahku. Hampir tak pernah aku alpa menghadiri halaqoh pekananku. Aku hanya tidak menghadiri halaqoh jika aku memang benar-benar sakit atau ada urusan ‘syar’i’ yang tidak bisa ditinggalkan.
Setelah aku lulus kuliah dan mendapatkan kerja sebagai PNS, intensitasku sebagai kader partai dan aktivis dakwah mulai mengendur. Aku sudah mulai jarang mengikuti halaqoh pekanan. Ditambah lagi setelah aku berganti murobiah semakin rasa malas menerjangku. Setelah menikah aku sudah tidak lagi menghadiri halaqoh pekanan dan juga aku sudah melupakan perananku sebagai kader partai. Ditambah lagi sikap suamiku yang tidak mengizinkanku untuk berpolitik. (Kisah yang dialami oleh salah satu sahabat baikku sejak masa kuliah)
Dunia kampus ternyata sangat jauh berbeda dengan dunia kerja. Begitupun keadaaan saat masih sendiri sangat jauh berbeda dengan keadaan menikah. Ketika kita masih berada di kampus, kita merasa bahwa energy kita sangatlah besar, kita merasa bahwa kita mampu untuk menggenggam dunia. Tetapi setelah memasuki dunia kerja, kita merasa energy kita sangatlah terbatas, kita terbebani oleh masalah-masalah yang ada dikerjaan kita sehingga kita merasa tidak lagi memiliki tenaga untuk mengurusi hal-hal lain selain pekerjaan kita. Pun ketika kita sudah menikah, kita tidak bisa lagi memutuskan hal berdasarkan diri kita sendiri. Kita harus selalu mendiskusikan banyak keputusan dengan pasangan kita. Terlebih jika kita adalah seorang istri yang harus taat kepada suami. Ketika suami tidak mem[erbolehkan kita untuk berpolitik, maka kita pun ‘harus’ mentaatinya.
Disaat kita menyadari bahwa kita butuh untuk berhalaqoh, butuh pegangan yang kuat pada tali Alloh ternyata sulit sekali untuk mendapatkan kembali komunitas yang dulu telah kita tinggalkan. Kita merasa sulit untuk memulai kembali aktivitas yang dulu kita ikuti. Kita merasa terhalangi oleh banyak hal untuk kembali memulai. Banyak sekali hal yang seolah-olah menjadi pembenaran bagi kita untuk tidak menjadi aktivis dakwah ataupun kader dakwah.
Ini cerita yang sangat berbeda dengan cerita di atas. Ini adalah kisah dari seorang murobiah yang subhanalloh tidak terkesan pernah ada rasa lelah dalam diri beliau untuk menjadi aktivis dakwah dan seorang kader dakwah. Beliau adalah istri seorang anggota legislatif yang berasal dari partai dakwah. Karena beliau istri seorang aleg maka beliau pun aktif sebagai PKK kota. Beliau pun masih sangat aktif beraktivitas dikala beliau sedang hamil besar. Beliau masih aktif di DPD dan juga masih mengurusi dakwah remaja di daerah kecamatan kami. Hamil besar anak keempat dan sibuk mengurusi 3 anak yang lainnya tidak menjadikannya mencari-cari alasan untuk tidak aktif dalam dunia dakwah ini.
Menurut saya semuanya kembali pada tekad kita dan juga ‘support’ dari pasangan kita untuk terus berjuang dalam dakwah ini. Dan tidak menjadikan kelemahan kita untuk tidak terus berjuang dalam berdakwah. Wallahu’alam … ^_^…

No comments:

Post a Comment