Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Thursday, 12 October 2017

Perpustakaan Kelas dan Budaya Membaca

Buku adalah jendela dunia dan membaca adalah cara untuk membuka jendela tersebut. Dengan membaca terbentanglah dunia yang belum kita ketahui sebelumnya.  Bahan bacaan seperti buku, Koran, artikel, novel, jurnal dan bahan bacaan lainnya merupakan sumber berbagai informasi yang dapat membuka wawasan kita tentang berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, budaya, politik, sejarah, seni, maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Ketika membaca sudah menjadi kebiasaan, berarti kita berlatih memusatkan pikiran dan merangsang saraf otak untuk bekerja. Kegiatan membaca dapat membantu mengubah masa depan, serta dapat menambah kecerdasan akal dan pikiran sehingga merangsang kita untuk berpikir kritis.
Manfaat membaca sangat banyak. Hanya saja sangat disayangkan, budaya membaca di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi menyatakan bahwa kemampuan literasi anak-anak Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kemampuan literasi anak-anak di negara maju. Effendy menambahkan bahwa budaya membaca dan kemampuan literasi anak-anak Indonesia tertinggal empat tahun dibandingkan negara maju.   Anak-anak Indonesia belum terbiasa untuk membaca buku sejak dini sehingga budaya membaca belum terwujud. Karena budaya membaca ini belum terbentuk maka hal ini berakibat pada rendahnya kemampuan anak-anak Indonesia dalam membaca. Rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia dibuktikan dengan laporan Bank Dunia No. 16369-IND, dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Education Achievement) di Asia Tenggara yang menyatakan bahwa “tingkat terendah membaca anak-anak dipegang oleh negara Indonesia dengan skor 51,7 di bawah Filipina (skor 52,6); Thailand (skor 65,1); Singapura (skor 74,0); dan Hongkong (skor 75,5)”. (http://www.pembelajar.com/wmview.php)

Lebih jauh lagi, the World’s Most Literate Nation menyatakan bahwa tingkat literasi diukur dari “perilaku melek huruf dan sumber pendukungnya”. Laporannya diambil dari 200 negara yang diambil dari berbagai sumber, mulai dari UNESCO hingga Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Co-operation and Development. Dari 200 negara, hanya 61 negara yang melaporkannya. Hasilnya, dari 61 negara, Indonesia berada di urutan ke-60, hanya satu peringkat lebih baik dari negara Botswana yang menempati posisi buncit. Negara Thailand berada satu tingkat lebih baik. Negara Nordic mendominasi peringkat 5 teratas dengan negara Finland di urutan pertama, disusul Norwegia, Iceland, Denmark dan Swedia. Miller (2016) menyatakan faktor yang mempengaruhi tingkat literasi ini adalah angka melek huruf dan budaya membaca dari negara-negara tersebut, juga faktor sumber yang mendukungnya seperti ketersedian perpustakaan. (https://www.theguardian.com/books/2016/mar/11/finland-ranked-worlds-most-literate-nation)
Tingginya budaya membaca di suatu negara juga bisa terlihat dari banyaknya perpustakaan dan toko buku yang tersedia. Seperti kita tahu bahwa budaya membaca di negara Jepang sangat tinggi. Hal tersebut bisa kita lihat dari kebiasaaan masyarakat Jepang ketika sedang berada di kereta api yaitu membaca buku, koran atau komik. Berdasarkan Bunkanews, jumlah toko buku di Jepang sama banyaknya dengan jumlah toko buku di Amerika Serikat, padahal negara Jepang jauh kebih kecil luasnya dibandingkan negara Amerika Serikat. (http://duniaperpustakaan.com/budaya-baca-di-jepang) Di Jepang juga terdapat kebiasaan Tachiyomi, yaitu kegiatan membaca gratis di toko buku. Para pemilik toko buku memperbolehkan masyarakat untuk membaca buku tanpa membeli. Acara televisi Jepang juga menyiarkan acara yang mempromosikan buku terbaru yang dikemas secara interaktif dan menarik dengan referensi dari para artis terkenal sehingga masyarakat tertarik untuk membelinya. Dengan usaha pemerintah dan dukungan masyarakat, maka tidak heran jika budaya membaca di Jepang sangat tinggi
Melihat data di atas terlihat jika Indonesia termasuk negara yang ketinggalan jauh dibandingkan negara lain baik dari segi kemampuan membaca maupun kecintaan terhadap membaca. Kebiasaan membaca orang Indonesia masih lemah sehingga membaca belum menjadi budaya yang dapat kita temui di kehidupan masyarakat sehari-hari.
Meningkatkan keterampilan dan minat baca saat ini sangat diperlukan. Keadaan dunia yang semakin mengglobal secara tidak langsung mendorong kita untuk mempertajam dan memperluas wawasan kita terhadap informasi-informasi yang ada. Banyak pihak yang terlibat dalam usaha mengembangkan budaya membaca, seperti dukungan orang tua, masyarakat, guru, maupun pemerintah. Guru adalah salah satu pihak pendukung yang diharapkan mampu meningkatkan kebiasaan membaca pada anak-anak. Salah satu tugas para pendidik di sekolah adalah untuk menanamkan kebiasaan membaca buku dan menumbuhkan kecintaan pada membaca sehingga dengan kebiasaan membaca di sekolah mampu untuk meningkatkan keterampilan dan minat membaca siswa. Berdasarkan penelitian, semakin banyak dan sering anak-anak berhubungan dengan buku, maka akan membuat mereka menjadi pembaca yang baik. Para pendidik dapat membantu anak-anak untuk menjadi pembaca yang baik dengan mendorong anak-anak untuk membaca setiap hari dan berinteraksi dengan buku dengan memberikan fasilitas berupa perpustakaan kelas. 
Perpustakaan kelas memainkan peranan penting dalam mencapai keterampilan membaca siswa. Menurut laporan NAEP, dalam kelas dengan perpustakaan yang didesain dengan baik maka akan memberikan ruang bagi siswa untuk lebih berinteraksi dengan buku-buku, memberikan kebiasaan yang positif, memberikan waktu yang lebih banyak untuk membaca, dan membantu siswa untuk menggapai pencapaian yang lebih tinggi dalam keterampilan membaca (Hunter: 2004)
Siswa yang melakukan kegiatan membaca di kelas dengan konsisten terbukti mempercepat kemampuan membaca mereka (Neuman:2001). Sebuah studi (Anderson & Nagy dalam Catapano, Fleming, & Elias: 2009) menyebutkan bahwa anak-anak belajar rata-rata 4000 hingga 12.000 kosakata baru setiap tahunnya sebagai hasil dari membaca buku secara konsisten.
Siswa harus memiliki akses ke teks-teks atau buku  dimana mereka dapat melihat diri mereka sendiri dan pengalaman mereka bisa terwakili dan dihargai. Mereka juga memerlukan teks-teks yang mewakili keragaman karakter, setting, dan cerita reflektif dari masyarakat yang lebih luas
Dengan adanya perpustakaan kelas, siswa akan termotivasi untuk membaca. Akses siswa terhadap buku akan lebih dipermudah. Siswa bisa dengan langsung untuk memilih buku yang ingin dia baca tanpa harus berjalan ke gedung perpustakaan sekolah. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan buku yang ingin dibaca di perpustakaan kelas, 50% nya tertarik untuk membaca dibandingkan dengan siswa yang tidak meiliki akses ke perpustakaan kelas (Hunter: 2004). Dengan buku yang bervariasi akan memotivasi siswa untuk lebih banyak membaca, dengan demikian mereka akan menjadi pembaca yang lebih baik. Buku yang berkualitas akan menjadi alat untuk siswa berlatih membaca.
Perpustakaan kelas akan membantu siswa yang terbatas dalam mendapatkan akses untuk membaca. Banyak faktor yang menghalangi siswa untuk membaca, seperti faktor sosial ekonomi. Keluarga yang kekurangan dalam hal finansial akan sulit untuk memberikan fasilitas bagi anaknya untuk membaca. Perpustakaan kelas akan membantu siswa yang datang dari keluarga berpenghasilan rendah untuk mendapatkan akses membaca buku. 
Dalam membangun perpustakaan kelas yang ideal dibutuhkan perencanaan yang matang. Hal ini dimulai dengan mendesain ruang kelas yang mampu menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar dan melaksanakan kegiatan membaca. Perencanaan ruang kelas dimulai dengan mempertimbangkan bagaimana cara mengakses buku dan seberapa banyak buku yang harus disiapkan. Kebanyakan guru mulai mengumpulkan buku untuk perpustakaan kelas mereka jauh sebelum mereka menyelesaikan program persiapan guru mereka. Namun, tidak selalu jelas bagaimana banyak buku yang mereka butuhkan atau apa jenis buku yang mereka harus mencari.
Fountas dan Pinnell (2001) menekankan pentingnya membangun koleksi buku yang bervariasi sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan membaca mereka serta memperluas dunia mereka. perpustakaan kelas harus mencakup berbagai teks dari berbagai format, genre, dan jenis, termasuk teks-teks yang dapat diterapkan untuk belajar di berbagai bidang konten. Narasi dan teks ekspositoris tentang berbagai topik harus banyak, dan teks-teks tentang lingkungan harus dimasukkan dalam rangka untuk menarik berbagai kepentingan dan untuk mengekspos siswa dengan format teks yang berbeda. Ketersediaan pilihan bagi siswa membaca di, atas, atau bawah tingkat kelas sangat penting, termasuk banyak buku yang memudahkan bagi siswa untuk mengeksplorasi dan berpetualangan dengan bebas (Fountas & Pinnell 2006, p.518).
                Salah satu aturan praktis tentang berapa banyak buku yang harus disediakan di dalam perpustakaan kelas adalah dengan merencanakan minimal 10 buku untuk setiap anak di dalam kelas, dengan tidak kurang dari 100 buku (Fractor, Woodruff, Martinez, & Teale, 1993; Reutzel & Fawson, 2002). Allington dan Cunningham (2001) menyarankan 700-750 buku untuk setiap kelas di sekolah dasar. Miller (2002) menyarankan untuk membangun koleksi perpustakaan secara bertahap. Pembelian setiap buku yang sudah  usang  atau yang sudah tidak up-to-date tidak akan membantu anak-anak mendapatkan semangat atau motivasi  untuk buku-buku di perpustakaan. Sebaiknya guru menyediakan buku yang baru dan menarik sehingga siswa tertarik untuk membacanya. Siswa harus membaca literatur berkualitas tinggi, teks-teks atau buku yang disediakan di dalam perpustakaan kelas berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak sehingga mereka mendapatkan pengalaman yang menarik dari membaca (Miller, 2002, p 47.). Catapano, Flemming & Ellias (2009) merekomendasikan bahwa guru secara bertahap bekerja mengumpulkan buku dengan kuantitas direkomendasikan hal ini dikarenakan lebih penting untuk memiliki buku berkualitas tinggi daripada hanya memiliki sejumlah besar buku.
Pengorganisasian buku-buku dalam perpustakaan kelas harus memposisikan sejumlah besar buku yang akan ditampilkan dengan cover yang  terlihat sehingga siswa akan dengan mudah memilih buku yang ingin mereka baca. Jika bukunya tidak memiliki cover yang menarik tapi di dalam bukunya  menawarkan ilustrasi warna-warni dan / atau kisah yang hebat, maka buku tersebut harus ditampilkan dengan cara memperlihatkan isi buku  tersebut yang akan menarik siswa untuk mengeksplorasi buku. Buku-buku yang lama dan yang baru pun harus dipisahkan. Disediakan pula tempat untuk buku-buku yang direkomendasikan guru dan buku-buku yang direkomendasikan siswa.
                Setiap minggu beberapa buku harus dirotasi (McGee & Richgels, dalam Catapano, Fleming, & Elias:2009). Beberapa favorit tetap ditinggalkan di perpustakaan kemudian menambahkan buku baru yang mewakili topik terbaru yang sesuai dengan kurikulum. Termasuk buku yang mewakili topik masa depan dalam kurikulum sehingga siswa akan mulai membentuk ide-ide tentang apa yang akan mereka pelajari dan mereka juga mampu menawarkan apa yang telah mereka pahami tentang suatu topik ketika mereka mulai sebuah proyek baru atau tema. Ketika merotasi buku, menambahkan buku baru secara bertahap, menempatkan kembali favorit jika siswa protes. Salah satu cara untuk menilai buku apa saja yang membuat siswa tertarik akan buku yang  tersedia di perpustakaan adalah memiliki grafik yang memperlihatkan keinginan siswa untuk memilih buku-buku baru yang ditambahkan. Cara lain untuk mengatur bagaimana perpustakaan digunakan adalah meminta siswa untuk mencatat buku apa yang mereka inginkan untuk dieksplorasi (Catapano, Fleming, & Elias:2009).
Perpustakaan kelas penting untuk dihadirkan di dalam ruang-ruang kelas. Dengan adanya perpustakaan kelas, siswa memiliki akses yang cepat dalam mendapatkan teks-teks atau buku-buku yang diperlukan oleh mereka. Dengan dipermudahnya akses dalam mendapatkan teks atau buku, siswa akan lebih termotivasi untuk membaca dan budaya membaca pada anak-anak akan dapat terwujud sehingga diharapkan kecintaan anak-anak pada membaca akan terus berlangsung hingga mereka dewasa. Perpustakaan kelas yang baik menyediakan teks-teks atau buku-buku dari berbagai macam genre, tema, jenis dan format sehingga minat seluruh siswa dapat terpenuhi.

Daftar Pustaka

Allington, R. L., & Cunningham, P. M. (2001). Schools that work: Where all children read and write, (2nd ed.). New York: HarperCollins.

Catapano, S, Fleming, J., & Elias, M. (2009). Building an effective classroom library. Journal of Language and Literacy Education [Online], 5(1), 59-73.

Fountas, I. C., & Pinnell, G. S. (2006). Teaching for comprehension and fluency: Thinking, talking, and writing about reading, K-8. Portsmouth, NH: Heinemann.


Hunter, Phyllis C. Classroom Libraries. Instructor,10495851, Jan/Feb2004, Vol. 113, Issue 5. www.phyllishunter.com

Miller, D. (2002). Reading with meaning: Teaching comprehension in the primary grades. Portland, ME: Stenhouse Publishers.

Neuman, Susan B. Early Childhood Today;Feb 2001, Vol. 15 Issue 5, p12





No comments:

Post a Comment