Buku
adalah jendela dunia dan membaca adalah cara untuk membuka jendela tersebut.
Dengan membaca terbentanglah dunia yang belum kita ketahui sebelumnya. Bahan bacaan seperti buku, Koran, artikel,
novel, jurnal dan bahan bacaan lainnya merupakan sumber berbagai informasi yang
dapat membuka wawasan kita tentang berbagai hal seperti ilmu pengetahuan,
ekonomi, sosial, budaya, politik, sejarah, seni, maupun aspek-aspek kehidupan
lainnya. Ketika membaca sudah menjadi kebiasaan, berarti kita berlatih
memusatkan pikiran dan merangsang saraf otak untuk bekerja. Kegiatan membaca dapat
membantu mengubah masa depan, serta dapat menambah kecerdasan akal dan pikiran sehingga
merangsang kita untuk berpikir kritis.
Manfaat membaca
sangat banyak. Hanya
saja sangat disayangkan, budaya membaca
di Indonesia masih rendah
jika dibandingkan dengan negara lain.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi menyatakan bahwa kemampuan literasi
anak-anak Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kemampuan
literasi anak-anak di negara maju. Effendy menambahkan bahwa budaya membaca dan
kemampuan literasi anak-anak Indonesia tertinggal empat tahun dibandingkan
negara maju. Anak-anak Indonesia belum
terbiasa untuk membaca buku sejak dini sehingga budaya membaca belum terwujud.
Karena budaya membaca ini belum terbentuk maka hal ini berakibat pada rendahnya
kemampuan anak-anak Indonesia dalam membaca. Rendahnya kemampuan membaca anak-anak
Indonesia dibuktikan dengan laporan Bank Dunia No. 16369-IND, dan studi IEA
(International Association for the Evaluation of Education Achievement) di Asia
Tenggara yang menyatakan bahwa “tingkat terendah membaca anak-anak dipegang
oleh negara Indonesia dengan skor 51,7 di bawah Filipina (skor 52,6); Thailand
(skor 65,1); Singapura (skor 74,0); dan Hongkong (skor 75,5)”. (http://www.pembelajar.com/wmview.php)
Lebih jauh lagi, the World’s Most Literate Nation menyatakan bahwa tingkat
literasi diukur dari “perilaku melek huruf dan sumber pendukungnya”. Laporannya
diambil dari 200 negara yang diambil dari berbagai sumber, mulai dari UNESCO
hingga Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) yang diselenggarakan oleh
Organization for Economic Co-operation and Development. Dari 200 negara, hanya
61 negara yang melaporkannya. Hasilnya, dari 61 negara, Indonesia berada di
urutan ke-60, hanya satu peringkat lebih baik dari negara Botswana yang
menempati posisi buncit. Negara Thailand berada satu tingkat lebih baik. Negara
Nordic mendominasi peringkat 5 teratas dengan negara Finland di urutan pertama,
disusul Norwegia, Iceland, Denmark dan Swedia. Miller (2016) menyatakan faktor
yang mempengaruhi tingkat literasi ini adalah angka melek huruf dan budaya
membaca dari negara-negara tersebut, juga faktor sumber yang mendukungnya
seperti ketersedian perpustakaan. (https://www.theguardian.com/books/2016/mar/11/finland-ranked-worlds-most-literate-nation)
Tingginya budaya membaca di suatu negara juga bisa terlihat dari banyaknya
perpustakaan dan toko buku yang tersedia. Seperti kita tahu bahwa budaya
membaca di negara Jepang sangat tinggi. Hal tersebut bisa kita lihat dari
kebiasaaan masyarakat Jepang ketika sedang berada di kereta api yaitu membaca
buku, koran atau komik. Berdasarkan Bunkanews, jumlah toko buku di Jepang sama
banyaknya dengan jumlah toko buku di Amerika Serikat, padahal negara Jepang
jauh kebih kecil luasnya dibandingkan negara Amerika Serikat. (http://duniaperpustakaan.com/budaya-baca-di-jepang) Di Jepang juga terdapat kebiasaan Tachiyomi, yaitu kegiatan membaca gratis
di toko buku. Para pemilik toko buku memperbolehkan masyarakat untuk membaca
buku tanpa membeli. Acara televisi Jepang juga menyiarkan acara yang
mempromosikan buku terbaru yang dikemas secara interaktif dan menarik dengan
referensi dari para artis terkenal sehingga masyarakat tertarik untuk
membelinya. Dengan usaha pemerintah dan dukungan masyarakat, maka tidak heran
jika budaya membaca di Jepang sangat tinggi
Melihat data di atas terlihat jika Indonesia termasuk
negara yang ketinggalan jauh dibandingkan negara lain baik dari segi kemampuan
membaca maupun kecintaan terhadap membaca. Kebiasaan membaca orang Indonesia
masih lemah sehingga membaca belum menjadi budaya yang dapat kita temui di kehidupan
masyarakat sehari-hari.
Meningkatkan keterampilan dan minat baca saat ini
sangat diperlukan. Keadaan dunia yang semakin mengglobal secara tidak langsung
mendorong kita untuk mempertajam dan memperluas wawasan kita terhadap
informasi-informasi yang ada. Banyak pihak yang terlibat dalam usaha mengembangkan
budaya membaca, seperti dukungan orang tua, masyarakat, guru, maupun
pemerintah. Guru adalah salah satu pihak pendukung yang diharapkan mampu
meningkatkan kebiasaan membaca pada anak-anak. Salah satu tugas para pendidik di
sekolah adalah untuk menanamkan kebiasaan membaca buku dan menumbuhkan
kecintaan pada membaca sehingga dengan kebiasaan membaca di sekolah mampu untuk
meningkatkan keterampilan dan minat membaca siswa. Berdasarkan penelitian, semakin
banyak dan sering anak-anak berhubungan dengan buku, maka akan membuat mereka
menjadi pembaca yang baik. Para pendidik dapat membantu anak-anak untuk menjadi
pembaca yang baik dengan mendorong anak-anak untuk membaca setiap hari dan
berinteraksi dengan buku dengan memberikan fasilitas berupa perpustakaan
kelas.
Perpustakaan
kelas memainkan peranan penting dalam mencapai keterampilan membaca siswa.
Menurut laporan NAEP, dalam kelas dengan perpustakaan yang didesain dengan baik
maka akan memberikan ruang bagi siswa untuk lebih berinteraksi dengan
buku-buku, memberikan kebiasaan yang positif, memberikan waktu yang lebih
banyak untuk membaca, dan membantu siswa untuk menggapai pencapaian yang lebih
tinggi dalam keterampilan membaca (Hunter: 2004)
Siswa yang
melakukan kegiatan membaca di kelas dengan konsisten terbukti mempercepat
kemampuan membaca mereka (Neuman:2001). Sebuah studi (Anderson & Nagy dalam
Catapano, Fleming, & Elias: 2009) menyebutkan bahwa anak-anak belajar
rata-rata 4000 hingga 12.000 kosakata baru setiap tahunnya sebagai hasil dari
membaca buku secara konsisten.
Siswa
harus memiliki akses ke teks-teks atau buku
dimana mereka dapat melihat diri mereka sendiri dan pengalaman mereka
bisa terwakili dan dihargai. Mereka juga memerlukan teks-teks yang mewakili
keragaman karakter, setting, dan cerita reflektif dari masyarakat yang lebih
luas
Dengan
adanya perpustakaan kelas, siswa akan termotivasi untuk membaca. Akses siswa
terhadap buku akan lebih dipermudah. Siswa bisa dengan langsung untuk memilih
buku yang ingin dia baca tanpa harus berjalan ke gedung perpustakaan sekolah.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki akses yang mudah untuk
mendapatkan buku yang ingin dibaca di perpustakaan kelas, 50% nya tertarik
untuk membaca dibandingkan dengan siswa yang tidak meiliki akses ke
perpustakaan kelas (Hunter: 2004). Dengan buku yang bervariasi akan memotivasi
siswa untuk lebih banyak membaca, dengan demikian mereka akan menjadi pembaca
yang lebih baik. Buku yang berkualitas akan menjadi alat untuk siswa berlatih
membaca.
Perpustakaan
kelas akan membantu siswa yang terbatas dalam mendapatkan akses untuk membaca.
Banyak faktor yang menghalangi siswa untuk membaca, seperti faktor sosial
ekonomi. Keluarga yang kekurangan dalam hal finansial akan sulit untuk memberikan
fasilitas bagi anaknya untuk membaca. Perpustakaan kelas akan membantu siswa
yang datang dari keluarga berpenghasilan rendah untuk mendapatkan akses membaca
buku.
Dalam
membangun perpustakaan kelas yang ideal dibutuhkan perencanaan yang matang. Hal
ini dimulai dengan mendesain ruang kelas yang mampu menciptakan suasana yang
nyaman dan menyenangkan untuk belajar dan melaksanakan kegiatan membaca. Perencanaan
ruang kelas dimulai dengan mempertimbangkan bagaimana cara mengakses buku dan
seberapa banyak buku yang harus disiapkan. Kebanyakan guru mulai mengumpulkan
buku untuk perpustakaan kelas mereka jauh sebelum mereka menyelesaikan program
persiapan guru mereka. Namun, tidak selalu jelas bagaimana banyak buku yang
mereka butuhkan atau apa jenis buku yang mereka harus mencari.
Fountas
dan Pinnell (2001) menekankan pentingnya membangun koleksi buku yang bervariasi
sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan membaca mereka serta memperluas
dunia mereka. perpustakaan kelas harus mencakup berbagai teks dari berbagai
format, genre, dan jenis, termasuk teks-teks yang dapat diterapkan untuk
belajar di berbagai bidang konten. Narasi dan teks ekspositoris tentang
berbagai topik harus banyak, dan teks-teks tentang lingkungan harus dimasukkan
dalam rangka untuk menarik berbagai kepentingan dan untuk mengekspos siswa dengan
format teks yang berbeda. Ketersediaan pilihan bagi siswa membaca di, atas,
atau bawah tingkat kelas sangat penting, termasuk banyak buku yang memudahkan
bagi siswa untuk mengeksplorasi dan berpetualangan dengan bebas (Fountas &
Pinnell 2006, p.518).
Salah satu aturan praktis tentang
berapa banyak buku yang harus disediakan di dalam perpustakaan kelas adalah
dengan merencanakan minimal 10 buku untuk setiap anak di dalam kelas, dengan
tidak kurang dari 100 buku (Fractor, Woodruff, Martinez, & Teale, 1993;
Reutzel & Fawson, 2002). Allington dan Cunningham (2001) menyarankan
700-750 buku untuk setiap kelas di sekolah dasar. Miller (2002) menyarankan
untuk membangun koleksi perpustakaan secara bertahap. Pembelian setiap buku
yang sudah usang atau yang sudah tidak up-to-date tidak akan
membantu anak-anak mendapatkan semangat atau motivasi untuk buku-buku di perpustakaan. Sebaiknya
guru menyediakan buku yang baru dan menarik sehingga siswa tertarik untuk
membacanya. Siswa harus membaca literatur berkualitas tinggi, teks-teks atau
buku yang disediakan di dalam perpustakaan kelas berisi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan anak-anak sehingga mereka mendapatkan pengalaman yang menarik dari
membaca (Miller, 2002, p 47.). Catapano, Flemming & Ellias (2009)
merekomendasikan bahwa guru secara bertahap bekerja mengumpulkan buku dengan
kuantitas direkomendasikan hal ini dikarenakan lebih penting untuk memiliki
buku berkualitas tinggi daripada hanya memiliki sejumlah besar buku.
Pengorganisasian
buku-buku dalam perpustakaan kelas harus memposisikan sejumlah besar buku yang
akan ditampilkan dengan cover yang
terlihat sehingga siswa akan dengan mudah memilih buku yang ingin mereka
baca. Jika bukunya tidak memiliki cover yang menarik tapi di dalam bukunya menawarkan ilustrasi warna-warni dan / atau
kisah yang hebat, maka buku tersebut harus ditampilkan dengan cara
memperlihatkan isi buku tersebut yang
akan menarik siswa untuk mengeksplorasi buku. Buku-buku yang lama dan yang baru
pun harus dipisahkan. Disediakan pula tempat untuk buku-buku yang
direkomendasikan guru dan buku-buku yang direkomendasikan siswa.
Setiap minggu beberapa buku
harus dirotasi (McGee & Richgels, dalam Catapano, Fleming, &
Elias:2009). Beberapa favorit tetap ditinggalkan di perpustakaan kemudian
menambahkan buku baru yang mewakili topik terbaru yang sesuai dengan kurikulum.
Termasuk buku yang mewakili topik masa depan dalam kurikulum sehingga siswa
akan mulai membentuk ide-ide tentang apa yang akan mereka pelajari dan mereka juga
mampu menawarkan apa yang telah mereka pahami tentang suatu topik ketika mereka
mulai sebuah proyek baru atau tema. Ketika merotasi buku, menambahkan buku baru
secara bertahap, menempatkan kembali favorit jika siswa protes. Salah satu cara
untuk menilai buku apa saja yang membuat siswa tertarik akan buku yang tersedia di perpustakaan adalah memiliki
grafik yang memperlihatkan keinginan siswa untuk memilih buku-buku baru yang
ditambahkan. Cara lain untuk mengatur bagaimana perpustakaan digunakan adalah
meminta siswa untuk mencatat buku apa yang mereka inginkan untuk dieksplorasi
(Catapano, Fleming, & Elias:2009).
Perpustakaan kelas penting untuk dihadirkan di dalam
ruang-ruang kelas. Dengan adanya perpustakaan kelas, siswa memiliki akses yang
cepat dalam mendapatkan teks-teks atau buku-buku yang diperlukan oleh mereka.
Dengan dipermudahnya akses dalam mendapatkan teks atau buku, siswa akan lebih
termotivasi untuk membaca dan budaya membaca pada anak-anak akan dapat terwujud
sehingga diharapkan kecintaan anak-anak pada membaca akan terus berlangsung
hingga mereka dewasa. Perpustakaan kelas yang baik menyediakan teks-teks atau
buku-buku dari berbagai macam genre, tema, jenis dan format sehingga minat
seluruh siswa dapat terpenuhi.
Daftar Pustaka
Allington, R. L., & Cunningham, P.
M. (2001). Schools that work: Where all children read and write, (2nd
ed.). New York: HarperCollins.
Catapano, S, Fleming, J., & Elias,
M. (2009). Building an effective classroom library. Journal of Language and
Literacy Education [Online], 5(1), 59-73.
Fountas, I. C., & Pinnell, G. S.
(2006). Teaching for comprehension and fluency: Thinking, talking, and
writing about reading, K-8. Portsmouth, NH: Heinemann.
Hunter, Phyllis C. Classroom
Libraries. Instructor,10495851, Jan/Feb2004, Vol. 113, Issue 5. www.phyllishunter.com
Miller, D. (2002). Reading with
meaning: Teaching comprehension in the primary grades. Portland, ME:
Stenhouse Publishers.
Neuman, Susan B. Early Childhood Today;Feb 2001, Vol. 15
Issue 5, p12
No comments:
Post a Comment