Betul memang jika ada
yang bilang untuk mendapatkan hidayah itu sulit. Untuk mendapatkan hidayah kita
harus terus menerus belajar dan juga tidak lupa yang paling penting adalah do’a.
Tapi menurut saya yang paling sulit adalah mempertahankan hidayah yang sudah
kita dapatkan. Bukan saja ilmu dan ketekunan yang musti dijaga tapi juga
keikhlasan. Banyak cerita dari orang-orang di sekitar saya yang kehilangan
nikmat dari hidayah. Contoh kecilnya adalah berubahnya penampilan.
Dulu ketika saya masih
anak SMA, penampilan saya sangat ‘urakan’. Walaupun saya memakai jilbab, tapi
penampilan saya sangat tidak terlihat feminine. Dulu jilbab yang saya kenakan
walaupun masih tetap menutup dada tapi tidak serapih dan sepanjang para akhwat
aktivis masjid sekolah saat itu. Kelakuan saya pun tidak jauh dengan ‘keurakan’
dari pakaian saya, ribut, seenaknya, galak, judes, mungkin beberapa ‘kekurangan’
yang saya saat itu. Sampai-sampai beberapa akhwat aktivis masjid yang berjilbab
panjang dan rapih itu sering menegur saya karena gaya pakaian dan gaya kelakuan
saya. Kesimpulan saya saat itu adalah bahwa saya bukan termasuk ke dalam
golongan para ‘akhwaters’ itu. Dan memang saya tidak pernah menjadikan salah
satu dari mereka menjadi teman dekat saya. Saat itu jiwa muda saya mengatakan
bahwa saya adalah saya dan mereka adalah mereka, jadi mereka tidak berhak
menyuruh saya untuk menjadi A atau menjadi B. Saya memilih untuk merasa nyaman
dengan keadaan saya yang ‘free’, toh saya juga tidak bergaul dengan anak-anak
yang tidak baik.
Saya juga ingat, saat
itu ada seorang senior, yang juga seorang akhwat aktivis yang mengatakan bahwa
gaya saya yang urakan tidak cocok menjadi seorang ketua dari sebuah eskul yang
saya ikuti saat itu. Yang saya ingat komen dan pertanyaan senior saya itu
ketika pemilihan ketua kurang lebih mengatakan ‘penampilan kamu memang selalu urakan yah?, apakah seorang dengan
penampilan urakan seperti kamu cocok menjadi seorang pemimpin?’ komen dan
pertanyaan yang cukup pedas kan. Dan jawaban saya saat itu memang mencerminkan
gaya ‘urakan’ saya. Saat itu saya menjawab, ‘penampilan
saya memang seperti ini. Jika memang tidak suka dengan seorang pemimpin
berpenampilan urakan seperti saya ya sudah jangan dipilih’. Sebuah jawaban
yang seenaknya bukan. Tapi saya tidak menyesal dengan jawaban itu, karena hal
itu menunjukkan siapa saya yang sebenarnya saat itu. Seseorang yang tidak mau
dintimidasi oleh pihak lain.
Sampai akhirnya
tahun-tahun lewat, saya lulus SMA lalu kuliah di Universitas keguruan. Alhamdulillah
hidayah itu menyapa saya. Saya dipertemukan dengan para akhwat senior yang
sholehah. Dan salah satu akhwat senior yang sholehah itu menjadi murrobiah
pertama saya. Alhamdulillah saya dipertemukan dengan senior dan teman-teman
yang sholehah. Kami dihimpun dalan satu lingkaran selama hampir 5 tahun sampai
akhirnya murobiah saya itu lulus, menikah dan kembali ke kampung halamannya.
Pada saat saya kuliah
saya bertemu dengan seorang senior saya saat SMA. Dulu semasa saya kelas 1 dan
senior saya itu kelas 3. Saya merasa bahwa senior itu keren sekali. Dengan wajah
dan parasnya yang cantik dan juga sikap femininenya, wah saya anggap senior
saya itu kerena sekali dan pasti sholehah. Hanya saja saya sedikit kecewa
ketika bertemu lagi dengan dia, ternyata penampilannya sudah berubah sama
sekali. Jilbab panjangnya telah berubah menjadi sangat pendek sekali, sangat
pendek sampai dililit ke leher dan tidak menjulur menutupi dada. Saat itu saya
tersentak, tenyata menjaga hidayah itu sangat tidak mudah. Bukan berarti saya
menjudge bahwa dia berubah menjadi
buruk, hanya saja menurut saya penampilan seseorang dalam berpakaian
memperlihatkan tingkat keimanan dan keilmuan dia. Benar sekali ketika saya anak
SMA, tingkat keilmuan saya sangat kurang, saya belum mengetahui definisi yang sebenarnya
dalam memakai jilbab dan batasan-batasan dalam berpakaian. Tapi hidayah akan
didapat jika kita terus memperdalam ilmu kita. Pun hidayah akan bisa kita
pertahankan jika kita terus menjaga ilmu yang sudah kita dapatkan dan terus
menambah keilmuan kita.
Suatu hari juga saya
bertemu dengan senior saya di SMA, yang pernah ‘ngatain’ saya seorang yang ‘urakan’.
Ketika senior saya itu bertemu dengan saya di masjid tempat koordinasi para
aktivis dakwah di suatu wilayah, kami bersalaman dan dia tampak ‘shock’ sekali
melihat saya ada di masjid itu dalam barisan yang sama. Dan saya ingat sekali
ucapan pertama ketika dia melihat dan bersalaman dengan saya adalah ‘Subhnalloh,
teteh ga nyangka ketemu Mega di sini’. Ya, hidayah bisa menyapa siapapun tanpa
terkecuali jika memang orang tersebut ingin mendapat hidayah dan memohon untuk
mendapatkan hidayah. Pun hidayah itu akan hilang jika orang tersebut tidak
ingin terus menggenggam hidayah yang sudah didapatkannya dan malah memilih
untuk melepaskan hidayah itu.
Alhamdulillah, saya
bersyukur pada Allah karena telah memberikan hidayah berjilbab yang rapih pada
saya, dan saya berdo’a semoga Allah tetap menjaga hidayah itu tetap bersama
saya sampai ajal menjemput dan hanya kain kafan yang akan menutup aurat saya
kelak. Wallahu’alam …^_^…
No comments:
Post a Comment