Cantik dan menawan
adalah kata-kata yang mungkin tepat untuk mendeskripsikan kota Bandung. Seperti
kata pujangga, Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakan Bandung. Kota indah
yang sejauh mata memandang ke barat, timur, selatan dan utara tampak gunung
berjajar dengan pesonanya yang menawan hati. Namun Bandung tidak saja dikenal
dengan kecantikannya, Bandung juga dikenal dengan pendidikannya. Ada 3
perguruan tinggi negeri ternama berlokasi di Bandung, sehingga Bandung
dijadikan tujuan untuk menimba ilmu bukan hanya pelajar dari kota di Jawa Barat
tetapi kota-kota dari provinsi lain berdatangan untuk melanjutkan pendidikan.
Oleh sebab itu, Kota berpenduduk sekitar 2,4 juta jiwa ini menjadi salah satu
kota tujuan utama pariwisata dan pendidikan.
Label positif yang
menempel pada kota Bandung tidak menjadikan pemerintah kota Bandung berpuas
diri. Hari ini, pemerintah Kota Bandung bergiat untuk meningkatkan kualitas
baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pendidikan sebagai
pondasi dari kualitas sumber daya manusia pun terus dibenahi. Dengan inovasi
dalam hal pendidikan, kota Bandung berbenah untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusianya.
Gerakan Literasi Sekolah
adalah salah satu dari inovasi pendidikan kota Bandung. Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan siswa
untuk memahami bacaan. Giatnya Kota Bandung melaksanakan Gerakan Literasi
Sekolah ini didasarkan pada rendahnya minat baca dan kemampuan anak Indonesia
dalam memahami bacaan. Rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia
dibuktikan dengan laporan Bank
Dunia No. 16369-IND, dan studi IEA (International Association for the
Evaluation of Education Achievement) di Asia Tenggara yang menyatakan bahwa
“tingkat terendah membaca anak-anak dipegang oleh negara Indonesia dengan skor
51,7 di bawah Filipina (skor 52,6); Thailand (skor 65,1); Singapura (skor
74,0); dan Hongkong (skor 75,5)”. (http://www.pembelajar.com/wmview.php). Survei PISA 2015 juga menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat
ke-64 dari 72 negara yang disurvei.
Berdasarkan laporan di atas, terlihat rendahnya kemampuan membaca anak
Indonesia. Padahal dengan membaca terbentanglah dunia yang
belum kita ketahui sebelumnya. Bahan
bacaan seperti buku, Koran, artikel, novel, jurnal dan bahan bacaan lainnya
merupakan sumber berbagai informasi yang dapat membuka wawasan kita tentang
berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, budaya, politik,
sejarah, seni, maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Kegiatan membaca juga
dapat membantu mengubah masa depan, serta dapat menambah kecerdasan akal dan
pikiran kita juga mampu membuat kita untuk berpikir kritis.
Salah satu kegiatan
dalam Gerakan Literasi Sekolah ini adalah membaca 15 menit setiap hari di
sekolah. Untuk menunjang kegiatan 15 menit membaca setiap hari ini, maka di
dalam kelas perlu disiapkan sudut baca atau pojok baca yang menyediakan
buku-buku fiksi atau non-fiksi. Sudut/ pojok baca ini ibarat membawa
perpustakaan ke dalam kelas.
Sudut/pojok baca di kelas memainkan
peranan penting dalam meningkatkan minat baca dan keterampilan membaca siswa.
Menurut laporan NAEP, dalam kelas dengan tempat khusus membaca yang didesain
dengan baik maka akan memberikan ruang bagi siswa untuk lebih berinteraksi
dengan buku-buku, memberikan kebiasaan yang positif, memberikan waktu yang
lebih banyak untuk membaca, dan membantu siswa untuk menggapai pencapaian yang
lebih tinggi dalam keterampilan membaca (Hunter: 2004)
Siswa yang melakukan kegiatan
membaca di kelas dengan konsisten terbukti mempercepat kemampuan membaca mereka
(Neuman:2001). Sebuah studi (Anderson & Nagy dalam Catapano, Fleming,
& Elias: 2009) menyebutkan bahwa anak-anak
belajar rata-rata 4000 hingga 12.000 kosakata baru setiap tahunnya sebagai
hasil dari membaca buku secara konsisten.
Siswa harus memiliki
akses ke teks-teks atau buku dimana
mereka dapat melihat diri mereka sendiri dan pengalaman mereka bisa terwakili
dan dihargai, mereka juga memerlukan teks-teks yang mewakili keragaman
karakter, setting, dan cerita reflektif dari masyarakat yang lebih luas
Dengan adanya sudut/pojok baca di
kelas, siswa akan termotivasi untuk membaca. Akses siswa terhadap buku akan
lebih dipermudah. Siswa bisa dengan langsung untuk memilih buku yang ingin dia
baca tanpa harus berjalan ke gedung perpustakaan sekolah. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa siswa yang memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan buku
yang ingin dibaca di perpustakaan kelas, 50% nya tertarik untuk membaca
dibandingkan dengan siswa yang tidak meiliki akses ke perpustakaan kelas
(Hunter: 2004). Dengan buku yang bervariasi akan memotivasi siswa untuk lebih
banyak membaca, dan menuntun mereka untuk menjadi pembaca yang lebih baik. Buku
yang berkualitas akan menjadi alat untuk siswa berlatih membaca.
Sudut/pojok baca di kelas akan
membantu siswa yang terbatas dalam mendapatkan akses untuk membaca. Banyak
faktor yang menghalangi siswa untuk membaca, seperti faktor sosial ekonomi.
Keluarga yang kekurangan dalam hal finansial akan sulit untuk memberikan
fasilitas bagi anaknya untuk membaca. Sudut/pojok baca di kelas akan membantu
siswa yang datang dari keluarga berpenghasilan rendah untuk mendapatkan akses
membaca buku.
Gerakan Literasi Sekolah ini tidak
akan mendapatkan hasil yang optimal tanpa kerjasama dan dukungan guru dan
orangtua. Orangtua juga harus mendukung Gerakan Literasi ini dengan pembiasaan
membaca di rumah juga. Dengan kolaborasi guru, orangtua dan siswa diharapkan
Gerakan Literasi Sekolah yang diprogramkan Pemerintah Kota Bandung dapat terlaksana
dengan baik dan mendapatkan hasil yang optimal sehingga membaca akan menjadi
budaya di negeri ini.
Daftar Pustaka
Catapano,
S, Fleming, J., & Elias, M. (2009). Building an effective classroom
library. Journal of Language and Literacy Education [Online], 5(1),
59-73.
Hunter, Phyllis C. Classroom
Libraries. Instructor,10495851, Jan/Feb2004, Vol. 113, Issue 5. www.phyllishunter.com
Neuman,
Susan B. Early Childhood Today;Feb 2001, Vol. 15 Issue 5, p12
No comments:
Post a Comment