Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Sunday, 4 September 2022

Narsisme: Sejarah, Definisi, Sebab dan Akibat


Akulah manusia yang paling hebat dan pintar.
Aku hebat dan yang lainnya payah.
Aku sangat mencintai diriku sendiri.

Istilah narsisme pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud dengan mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narcissus yang dikutuk untuk mencintai bayangannya sendiri di kolam. Ia sangat terpengaruh oleh rasa cinta akan dirinya sendiri dan tanpa sengaja menjulurkan tangannya ingin meraih bayangan wajahnya sendiri hingga akhirnya tenggelam.

Santrock (2011), hal. 435. menyatakan bahwa narsisme mengacu pada pendekatan terhadap orang lain yang berpusat pada diri sendiri (self-centered) dan memikirkan diri sendiri (self-concerned). 

Kartono (1989) mengartikan istilah narsisme sebagai cinta ekstrim, paham yang mengharapkan diri sendiri sangat superior dan amal penting, ada ektreme self importancy menganggap diri sendiri sebagai yang paling pandai, paling hebat, paling berkuasa, paling bagus dan segalanya. Individu yang bersangkutan tidak perlu memikirkan orang lain dan sangat egoistis. Bagi dirinya yang paling penting adalah diri sendiri dan ia tidak peduli pada dunia luar.

Fromm berpendapat, narsisme merupakan kondisi pengalaman seseorang yang dia rasakan sebagai sesuatu yang benar-benar nyata hanyalah tubuhnya, kebutuhannya, perasaannya, pikirannya, serta benda atau orang-orang yang masih ada hubungan dengannya. Sebaliknya, orang atau kelompok lain yang tidak menjadi bagiannya senatiasa dianggap tidak nyata, inferior, tidak memiliki arti, dan karenanya tidak perlu dihiraukan. Bahkan, ketika yang lain itu dianggap sebagai ancaman, apa pun bisa dilakukan, melalui agresi sekalipun (Pikiran Rakyat, 14/04/2003).

Menurut Rathus dan Nevid (2000), orang yang narsistik memandang dirinya dengan cara yang berlebihan, senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian (Kompas, Jumat, 01 April 2005). 

Narsisme sejalan dengan egosentrisme. Menurut Hurlock (1978), hal. 262. egosentrisme berarti perhatian kepada diri sendiri melebihi perhatian kepada orang lain. Anak yang egosentrik terikat pada dirinya dalam arti bahwa perhatian mereka terutama berpusat pada diri mereka sendiri. Mereka lebih banyak berpikir dan berbicara tentang diri sendiri daripada tentang orang lain dan tindakan mereka terutama bertujuan untuk menguntungkan diri mereka sendiri. 

Narsisme dipupuk sejak masa anak-anak dengan pujian yang berlebihan dan terus menerus dari orangtua, dimana orangtua memberi pujiannya tanpa kehangatan. Pujian yang diberikan terkadang berlebihan dan tidak nyata. Orangtua sangat berperan terhadap perilaku narsisme anak-anaknya. Pujian yang berlebihan dan kurang displinnya orangtua kepada anak akan menjadikan anak bersifat narsis, yaitu menganggap dirinya lebih hebat dari siapapun dan menganggap orang lain lebih rendah daripada dirinya. Kurangnya perhatian orangtua kepada anakpun mengakibatkan anak menuntut untuk diperhatikan dengan cara kenarsisannya, dia indin dipandang dan diperhatikan oleh orang lain. 

Seseorang yang narsis biasanya memiliki rasa percaya diri yang sangat kuat, namun apabila narsisme yang dimilikinya sudah mengarah pada kelainan yang bersifat patologis, maka rasa percaya diri yang kuat tersebut dapat digolongkan sebagai bentuk rasa percaya diri yang tidak sehat, karena hanya memandang dirinya sebagai yang paling hebat dari orang lain tanpa bisa menghargai orang lain. Selain itu, seseorang dengan sifat narsis yang berlebihan memiliki kecenderungan untuk meninggikan dirinya di hadapan orang lain, menjaga harga dirinya dengan merendahkan orang lain saat orang lain memiliki kemampuan atau hal yang lebih baik darinya, bahkan tidak segan untuk mengasingkan orang lain untuk memperoleh kemenangan.

Berikut adalah penyebab perilaku Narsisme:
Terlalu dimanja, dan inilah penyebab utama anak berperilaku narsisme, tapi ini bukanlah kesalahan anak.

Menjadi anak ‘favorit’, anak ‘papa’, anak ‘mama’, atau ‘anak emas’. Kasih sayang berlebihan akan merusak anak. Sebenarnya kasih sayang yang berlebihan ini bukanlah kebutuhan anak tapi kebutuhan dari orangtua itu sendiri. Jika hal ini berlangsung terus menerus maka anak akan kesulitan untuk berhadapan dengan ‘dunia nyata’.

Diabaikan. Penyebab anak berperilaku narsisme adalah kebutuhan yang mendasar untuk diperhatikan dan dicintai oleh orang lain. Penolakan dan pengabaian dari orangtua/orang lain akan menciptakan kebutuhan untuk diperhatikan dan dicintai sangat kuat.

Orangtua yang narsis. Anak akan mengikuti perilaku yang ditampilkan oleh orangtua mereka. Anak merasa tertekan akan perilaku narsis orangtuanya, maka anakpun kemungkinan besar akan berlaku yang sama terhadap orang lain.

Narsisme tidak sepenuhnya buruk. Narsisme dengan kadar yang tepat dan wajar akan membantu anak dalam perkembangannya. Narsisme yang wajar akan mendorong anak untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan tepat untuk misalnya mengembangkan segala potensi yang ada pada diri anak. 

Morrison (1997) berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain.

No comments:

Post a Comment