Keadaan keuangan saya tidak menentu karena saya berkiprah di jamaah ini. Saya tidak mempunyai pekerjaan yang mapan karena saya terlalu sibuk mengurusi jamaah ini. Saya merasa tersinggung dan sakit hati ketika mendengar salah satu qiyadah jamaah ini mewajibkan kadernya untuk menjadi kaya. Pekerjaan saya jadi terbengkalai karena jamaah ini menuntut saya bekerja optimal bagi jamaah.
Itu mungkin adalah beberapa keluh kesah beberapa kader sebuah jamaah terhadap ‘beratnya’ amanah yang diberikan oleh jamaah. Dan mungkin juga sebuah pembenaran bagi dirinya untuk menyalahkan jamaah atas kekurangan dirinya sendiri.
Ekonomi menjadi salah satu penyebab yang ‘dibenarkan’ untuk menjadi alasan keluar dari jamaah ini. Ekonomi yang lemah dan tidak menentu dijadikan alasan yang tepat untuk meninggalkan jamaah.
Masih teringat jelas dalam memori saya begitu solidnya jamaah ini dalam membantu ekonomi, khususnya para kadernya. Bagaimana para kader jamaah ini mengumpulkan uang untuk membantu seorang akhwat yang akan dioprasi. Teringat juga kisah seorang ikhwan yang mengalami kecelakaan di tempat kerjanya sehingga harus menjalani oprasi yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jamaah ini dengan sigap bahu membahu membiayai pengobatan dan kehidupan sehari-sehari pasca oprasi.
Sehingga naïf sekali ketika mengatakan bergabungnya dengan jamaah ini membuat keadaan ekonomi morat marit. Menurut saya, morat-maritnya ekonomi bukanlah disebabkan oleh kesibukaan dia dengan amanah dakwah di jamaah ini tapi lebih kurangnya dia menerapakan manajemen waktu dalam kehidupan sehari-hari. Dia tidak bisa membuat skala prioritas dalam hidupnya dan dia lupa akan janji Allah, jika menolong agama Allah maka Allah akan menolongnya.
Menurut saya, jika ada seorang kader yang mengatakan bahwa dia tersinggung karena ada salah seorang pimpinan jamah ini mengaharuskan semua kadernya kaya, maka kader itu adalah kader yang bodoh dan naïf. Bukankah Rasul pernah bersabda bahwa umat Islam ini harus kaya. Dia lupa bahwa Rasul, keluarga dan para sahabat Rasululloh adalah orang-orang dengan harta yang banyak. Dia lupa bahwa dakwah ini membutuh dana yang tidak sedikit. Kita bayangkan saja, siapa yang akan membiayai dakwah Rasululloh saat itu jika Khadijah tidak memberikan kekayaannya untuk keberlansungan dakwah. Jadi menurut saya, suatu keharusan muslim itu memiliki harta yang banyak dengan catatan harta yang didapatkan halal dan dibelanjakan di jalan Islam untuk menopang dakwah Islam.
Juga ada beberapa kader jamaah ini yang menyatakan keluar dari jamaah dikarenakan pemikiran bahwa para pemimpin jamaah ini tidak lagi berpijak sesuai manhaj yang sudah ditetapkan. Bukankah Rasul selalu mengingatkan para umatnya agar senantiasa hidup saling nasehat menasehati, bukannya meninggalkan saudara-saudaranya dengan menjelekkan saudara-saudaranya sendiri di belakang. Wallahu’alam…
No comments:
Post a Comment