Tidak dipungkiri bahwa ‘virus’
boyband dan girlband di Indonesia tertular oleh ‘wave hallyu’ nya Korea atau
gelombang budaya Kpop yang tersebar ke banyak Negara bukan hanya Indonesia
ataupun negara-negara lainnya di Asia tapi juga merambah Eropa dan Amerika.
Sebenarnya kepopuleran
boyband tidak terjadi diawal era 2010 an, tapi juga melanda Indonesia di awal
tahun 1990 an hingga akhir millennium 20. Saat itu boyband macam NKOTB, Take
That, Boyzone, BSB, hingga Westlife begitu merasuki para remaja, terutama
remaja putri di Indonesia. Konser-konser mereka selalu dipenuhi oleh para
remaja putrid yang histeris. Saat itu bermunculan pula boyband lokal macam
Coboy, Cool Colours, dan ME. Dengan tampang yang ganteng dan suara yang merdu,
mereka berhasil membuat para remaja putri berteriak histeriak tatkala mereka
tampil di atas panggung.
Memasuki tahun 2000 an,
boyband seaakan lenyap ditelan ganasnya industri musik di Indonesia. Tidak ada
satupun boyband yang menampakkan batang hidungnya di dunia ‘persilatan’ musik
Indonesia, pun tidak terliaht boyband impor dari Amerika maupun Eropa. Di era
tahun 2000 sampai 2010 an, musik dari band lah yang berjaya dan mereka begitu
ganasnya menguasai jagat permusikan Indonesia. Sebut saja band seperti Peterpan
dan Ungu yang begitu menguasai jagat musik Indonesia.
Begitu memasuki tahun
2010 muncullah boyband yang terdiri dari 7 pemuda yang cukup ganteng-ganteng
menggebrak dunia ‘persilatan’ musik Indonesia dengan lagu hitsnya ‘cenat cenut’.
Kemunculan Smash sepertinya memancing para kapitalis di dunia hiburan untuk
memanfaatkan keadaan. Dengan berkiblat ke gaya Korea atau disebut Kpop, maka
kemunculan boyband dan girlband di Indonesia seperti tumbuhnya cawan di musim
hujan. Mereka terus bermunculan seperti halnya hama yang akhir-akhir ini
melanda Indonesia. Bermunculan tanpa bisa dikendalikan. Entah darimana boyband
dan girlband ini berhamburan ‘merusak’ indahnya dunia musik di Indonesia.
Kiblat yang mereka
contoh, yaitu Kpop begitu mempengaruhi gaya boyband dan girlband di Indonesia. Tipe
orang Korea yang sipit mempengaruhi para ‘kapitalis’ dunia musik itu dalam
memilih personil boyband atau girlband. Hasilnya bisa dilihat muka-muka anggota
boyband dan girlband yang memiliki warna oriental. Ada juga boyband yang
memasang orang Korea asli dalam boybandnya. Juga lirik-lirik lagunya banyak
juga yang memadukan dengan bahasa Korea.
Hasilnya adalah bukannya
bagus tapi terlihat ‘kampungan’. Tidak ada dalam kamusnya sesuatu yang plagiat
akan lebih bagus dari yang aslinya. Walaupun banyak remaja ‘alay’ yang menyukai
boyband dan girlband ‘kopian’ ini, tapi tidak sejalan dengan kualitas yang
diberikan oleh mereka. Popularitas tidak sebanding dengan kualitas.
Sekarang kita bandingkan
boyband asli Korea dengan ‘kopian’ nya asal Indonesia. Para anggota boyband
ataupun girlband di Korea tidaklah secara instan tampil di dunia hiburan. Sebelum
mereka debut, baik sebagai penyanyi solo ataupun bagian dari sebuah grup,
mereka ditraining di perusahaan tempat mereka bernaung. Training yang mereka
jalankan tidaklah singkat. Contohnya adalah para anggota Super Junior. Beberapa
dari mereka ditraining selama beberapa tahun sebelum akhirnya mereka melakukan
debut sebagai grup. Sebut saja Leeteuk dan Eunhyuk (Super Junior) ditraining
selama kurang lebih 6 tahun. Yesung (Super junior) ditraining selama 5 tahun.
Yoseob (Beast) ditraining selama 7 tahun. Beberapa anggota SNSD juga
mendapatkan training selama 5-7 tahun. Mereka, bahkan mendapatkan training
sejak mereka di bangku sekolah dasar. Dan mereka harus tinggal di asrama selama
mereka menjalankan training. Selama training mereka dibekali beberapa keahlian
seperti manjadi MC, actor, penyanyi, dll. Sehingga ketika akhirnya mereka
melakukan debut dan berkontribusi di dunia hiburan mereka siap dengan
segalanya.
Mari kita bandingkan dengan
kondisi yang terjadi di Indonesia. Entah dari mana para boyband dan girlband
itu bermunculan. Tiba-tiba saja mereka datang membanjiri dunia hiburan
Indonesia. Panggung-panggung musik tiba-tiba terkontaminasi oleh performa yang
kualitasnya sulit dibilang bagus. jangankan gaya dance mereka, suara pun
terkadang pas-pas an. Hanya mengandalkan muka cantik dan ganteng, postur tubuh
yang bagus, dan dance seadanya. Sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan
Kpop.
Jika dilihat dari
kemampuan untuk bertahan di arena permusikan. Para boyband dan girlband di
Korea tampaknya sudah memperlihatkan eksistensi mereka di dunia musik. Dimulai oleh
kesuksesan boyband HOT, Shinwa, mixed grup ROORA dan juga beberapa boyband dan
girlband yang tidak terlalu saya kenal ditahun 1990 an. Fly to the Sky, DBSK
diawal tahun 2000 an melanjutkan eksistensi pendahulu mereka. Diikuti oleh
Super Junior, Shinee, SNSD, 2AM, 2PM, Mblaq, Beast, Big Bang, dan banyak lagi. Dipimpin
oleh Super Junior, hallyu wave terus mewabah ke seluruh belahan bumi lainnya. Tampaknya,
eksistensi boyband dan girlband Korea terus bertahan bahkan telah lebih dari 20
tahun.
Sekarang kita lihat
eksistensi boyband dan girlband di Indonesia yang saya ramalkan tidak lama lagi
akan habis masa ‘aktif’ nya. Ini bukanlah kepesismisan tapi lebih kepada
melihat kenyataan yang ada bahwa boyband atau girlband di Indonesia hanyalah
mengikuti arus yang ada. Mereka tidak mempunyai akar yang jelas dan pondasi
yang kuat. Mereka terbentuk dengan instan dan sesuatu yang instan tidak akan bertahan
dengan lama.
No comments:
Post a Comment