Menikah adalah sunnah
Rasul. Menikah adalah idaman setiap manusia. Jika usia sudah cukup tapi belum
menikah, hati kerap merasa gundah. Setelah menikah, hatipun bergembira.
Halaqoh adalah salah
satu media untuk kita menuntut ilmu. Dalam halaqoh akan banyak sekali hal
positif yang akan kita dapatkan. Berhalaqoh juga berarti menjaga konsistensi
kita dalam mencari dan menuntut ilmu. Tak jarang kita pun bertemu jodoh kita
melalui pintu halaqoh. Dan tak sedikit juga yang berniat berhalaqoh karena
ingin mendapatkan jodoh melalui pintu halaqoh. Bermacam-macam niat yang
melatarbelakangi orang untuk berhalaoh.
Sebelum menikah, para aktivis
dakwah ini begitu bersemangatnya dalam berdakwah, menghadiri setiap halaqoh, tidak
alasan yang bisa menghalangi untuk absen berhalaqoh. Sakit yang mendera tubuh
tak begitu dirasa, jarak yang sangat jauh dari rumah ke tempat halaqoh tidak
menjadi halangan untuk menghadari halaqoh,
pun hujan lebat tidak bisa menciutkan niat untuk menghadiri majlis
halaqoh.
Hingga saat itu hadir. Saat
ketika telah berhasil mengikuti sunah Rasul untuk menikah. Alasan-alasan yang
tadinya tidak akan bisa menghalangi untuk menghadiri halaqoh tiba-tiba saja
menyerang dengan begitu ganasnya. Sakit yang tidak dirasa menjadi dirasa, jarak
yang tidak menjadi halangan menjadi halangan, hujan gerimis pun menyiutkan
langkah untuk menghadiri majlis halaqoh. Ada apa dengan ‘azzam’ yang dulu kuat
itu. Kemana perginya ‘azzam’ yang kuat itu.
Fenomena berhentinya
berhalaqoh setelah menikah kini sangat terasa sekali kehadirannya. Banyak di
kalangan aktivis dakwah ini setelah menikah maka ‘karier’ mereka di dunia
halaqoh ini sepertinya terhenti. Diawali dengan jarangnya kehadiran dalam
majlis halaqoh sampai sama sekali tidak hadir.
Banyak alasan yang
dikemukakan para-yang dulunya aktivis dakwah ini untuk tidak menghadiri
halaqoh. Pertama adalah sakit, baik dirinya yang sakit ataupun anak atau pasangannya
(suami atau istri) yang sakit. Ada seorang akhwat yang sudah lama sekali tidak
hadir dalam majlis halaqoh ini dengan alasan sakit. Awalnya, dia izin tidak
hadir karena alasan sakit, setelah beberapa minggu tidak hadir karena alasan
dirinya yang sakit, datang lagi kabar yang mengatakan bahwa sekarang adalah
giliran anaknya yang sakit, lalu pekan selanjutnya adalah giliran suaminya yang
sakit.
Sakit, dulu sakit tidak
menjadi alasan untuk tidak menghadiri halaqoh. Dulu, hanya sakit yang butuh
perawatan di rumah sakit saja yang bisa menghentikan langkah menuju tempat
halaqoh. Sekarang, sakit kepala sedikit saja bisa dengan mudahnya menghalangi
langkah menuju tempat halaqoh. Ketika anak atau pasangan sakitpun yang seharusnya
tidak menghalangi kita untuk berhalaqoh sekarang menjadi halangan. Bukankah
tujuan pernikahan itu salah satunya adalah saling menguatkan dalam hal dakwah,
saling menguatkan antara suami dan istri dalam hal mencari ilmu Allah. Di manakah peran suami atau istri dalam hal
ini. Bukankan seharusnya pasangan itu saling mendukung dan menyemangati. Misalnya
jika anak sakit, pasanganlah yang bertanggung jawab akan anak mereka, begitupun
ketika suami atau istri yang sakit. Jika sakitnya tidak parah sampai harus di
rawat intensive di rumah sakit janganlah menjadi manja sampai harus
mengorbankan waktu suami atau istri untuk mendapatkan haknya berhalaqoh.
Jarak tempat halaqoh
yang dulu tidak menjadi halangan untuk menghadiri halaqoh mengapa setelah
menikah menjadi alasan yang sangat kuat untuk tidak hadir dalam halaqoh. Terutama
untuk para istri yang setelah menikah mengandalkan suaminya sebagai jasa antar.
Dulu, sebelum menikah, mereka tidak manja, tidak ada yang mengantar tapi bisa
hadir dalam halaqoh walaupun dengan jarak yang jauh. Sekarang, setelah menikah,
dengan alasan suami tidak bisa mengantar ke tempat halaqoh sangat mampu untuk
menghentikan langkah menuju tempat halaqoh.
Hujan pun kerap
dijadikan alasan untuk tidak menghadiri halaqoh. Dulu, sekalipun hujan turun
dengan derasnya tidak akan mampu menghalangi. Sekarang, setelah menikah, dengan
alasan suami atau istri sedikit enggan melepaskan kepergian karena hujan
gerimis sangat mampu menghalangi untuk hadir ke tempat halaqoh.
Memang situasi dan
kondisi ketika masih lajang dan menikah itu sangat jauh. Jika ketika lajang,
kita hanya memikirkan diri sendiri saja setelah menikah bukan hanya diri
sendiri saja yang harus dipikirkan, banyak hal baru yang harus dipikirkan. Tapi,
dengan banyaknya hal baru yang harus dipikirkan seharusnya tidak menghalangi
diri untuk tetap berhalaqoh. Di sini peran pasangan sangat penting. Ketika suami
atau istri sedang tidak bersemangat untuk berhalaqoh, maka peran pasangannya
lah yang harus memberikan semangat. Karena tujuan menikah itu ya salah satunya
saling menguatkan dan saling menyemangati. Wallahu’alam …^_^…
No comments:
Post a Comment