Apakah lamanya seseorang
mengikuti pengajian (halaqoh) menjadi jaminan tingkat kesholehan yang tinggi? ...
hmmm jawabannya mungkin bisa beragam, tapi kalau saya ditanya seperti itu maka
jawaban saya adalah BELUM TENTU
Mungkin banyak diantara ‘kita’
yang sudah lama ataupun baru bergabung dengan halaqoh merasa diri lebih baik
dari orang-orang yang tidak mengikuti halaqoh, baik dari segi keilmuan maupun
amalan sehari-hari. Dengan bergabungnya diri pada sebuah lingkaran halaqoh,
terkadang merasa diri sudah pandai dan sholeh/sholehah saja padahal bisa jadi
keilmuan kita yang sudah berhalaqoh kalah dengan yang tidak atau belum
berhalaqoh, ataupun amalan harian kita atau juga bahkan akhlak kita bisa jadi
tidak lebih baik dari orang-orang yang belum berhalaqoh.
Jujur, terkadang sifat
manusia saya yang negatif kerap muncul ke permukaan. Contohnya saja ketika saya
berinteraksi dengan perempuan yang jilbabnya tidak sepanjang saya. Saya terkadang
menganggap ‘remeh’ orang yang ada di hadapan saya itu. Saya men’judge’ bahwa
keilmuan, amalan, dan akhlak orang itu tidak lebih baik dari saya. Karena tampilan
jilbabnya yang kurang panjang sehingga dengan seenaknya saya menilai tingkat
ketakwaan orang tersebut. Padahal di hadapan Allah belum tentu saya lebih baik
daripada dia. Bisa jadi karena kesombongan yang tidak saya sadari, derajat
ketakwaan saya malah jauh lebih buruk dari pada orang yang saya nilai buruk di
mata saya.
Sifat manusia yang bernama
sombong itu seringkali dengan suksesnya menyelusup ke dalam sanubari
orang-orang yang sudah lama mengikuti halaqoh. Jujur lagi dari pengalaman
pribadi. Saya (mungkin bisa dianggap) sudah cukup lama berhalaqoh, dimulai dari
tahun 2001 an, berarti kalau dihitung matematika, sudah 13 tahun saya
berhalaqoh. Dengan (mungkin) cukup lamanya mengikuti halaqoh, ada kalanya saya
memandang remeh orang-orang yang tidak mengikuti halaqoh. Saya menganggap
keilmuan agama saya, amalan harian saya dan akhlak saya jauh lebih bagus dari
orang-orang yang tidak atau belum berhalaqoh. Terkadang dalam obrolan pun sifat
sombong yang ‘merasa paling tau’ kerap muncul dari obrolan yang keluar dari
mulut saya. Saat itu saya tidak sadar bahwa kesombongan saya itu malah bisa
menghapus semua amalan saya. Saya tidak sadar bahwa kesombongan saya itu malah
menjadikan saya rendah. Saya tidak sadar bahwa kesombongan saya itu menutupi
mata hati saya dari kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang di sekitar
saya. Saya tidak sadar bahwa bisa jadi orang-orang yang saya rendahkan ternyata
bernilai tinggi di mata Allah, bisa jadi akhlaknya jauh lebih bagus, amalannya
jauh lebih banyak, bacaan Qur’annya lebih baik, hapalan Qur’an nya lebih banyak
dan juga kelimuannya jauh lebih bermanfaat.
Akhirnya hanya memohon
ampunan, beristigfar yang dapat dilakukan. Hanya do’a semoga dilindungi dari
sifat sombong. Semoga apa yang saya tulis ini bisa menjadi pengingat selalu
khususnya untuk diri saya untuk tidak menilai orang dari luarnya saja,
istilah kerennya sih ‘Don’t judge a book from its cover’. Jangan pernah menilai
orang lain dari tampilan luarnya saja. karena kita tidak pernah tahu kualitas diri
maupun orang lain di hadapan Allah. Hanya Allah yang bisa menilai kedudukan
seseorang di mata-Nya. Wallahu’alam …
Hasil
obrolan bersama ‘my best-est friend ’, semoga bisa menjadi pengingat diri…
No comments:
Post a Comment