Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Thursday, 24 July 2014

Tidak Percaya Diri?... Percaya Allah Keharusan



Ada ketidakpercayaan diri ketika .. hmmm let’s say ketika di usia lebih dari 30 ini belum ada satupun lamaran dari seorang laki-laki yang baik. Honestly, belum pernah ada satu pun ‘proses’ yang saya jalani untuk menuju pernikahan sejak usia saya pantas untuk dilamar. Pun, tidak ada satu pun lelaki yang pernah mengajak saya pacaran, istilah dulu pas saya remaja sih ‘nembak’. Jadi kalau teman-teman saya sejak SMP sudah mulai berpacaran, (Alhamdulillah-dalam hal ini saya harus mengucap syukur karena tidak merendahkan diri untuk berpacaran tanpa pernikahan) tidak satu kali pun saya pernah berpacaran. Gimana mau pacaran, tidak ada seorang pun lelaki yang ‘nembak’ saya. Berlanjut ke usia SMA dan kuliah, hasilnya tetap masih nol. Saya, masih tetap ‘terpajang’ manis di dalam etalase tanpa ada seorang pun yang berniat membeli atau bahkan melihat-lihat (emang barang?..yah kalau mau diistilahkan dengan sebuah barang).
Setelah mengenal Islam dengan lebih dalam, saya mengetahui bahwa pacaran itu diharamkan dan tidak sesuai dengan syariat. Oh, saya bersyukur karena saya tidak pernah sekalipun berpacaran walaupun saat itu saya belum tahu bahwa pacaran itu tidak diperbolehkan dalam Islam. Setelah saya tahu bahwa ada cara yang sesuai syariat untuk menuju pernikahan, yaitu ta’aruf.  Teman-teman kuliah saya satu persatu bertaa’aruf dan akhirnya menikah. Alhamdulillah hampir semua teman kuliah saya telah menikah, dan semua teman baik saya (ceritanya kita punya geng) telah menikah tersisa saya yang masih single fighter. Pun, setelah saya mengenal istilah ta’aruf ini, tidak ada satupun ikhwan yang pernah mengajukan lamaran pernikahan. Ada beberapa ikhwan yang pernah bertukar biodata, dalam rangka proses taaruf, tapi setelah pertukaran data itu tak seorang pun dari mereka yang melanjutkan proses tersebut.
Nah kedua ‘masalah’ ini – tidak pernah ada yang ‘nembak’ dan tidak pernah ada yang melamar tentu saja merontokkan rasa kepercayaan diri saya sebagai manusia. Bagaimana tidak, jika saya mempunyai pikiran jika saya ‘tidak diinginkan). Wuih bahasanya ngeri banget kan. Menurut saya sih wajar sebagai manusia jika punya pikiran seperti itu. The first impression itu kan dari fisik. Sampai-sampai saya punya pikiran kalau saya itu sangat tidak menarik dari segi fisik, emang sih berat badan saya tidak ideal, kalau masyarakat kebanyakan sih bilang istilahnya gendut, hehehehe. Wajah saya pun tidak memancarkan kecantikan yang luar biasa, tapi kata ibu saya sih muka saya lumayan cantik (lagian mana ada seorang ibu yang bilang anaknya jelek, hihihi). Kemungkinan nih dua kombinasi ini tidak mengesankan untuk lawan jenis. Mungkin kelak yang menjadi pasangan saya musti mempunyai hati yang benar-benar tulus untuk bisa menerima saya sebagaimana saya adanya. Dan lelaki tulus itu jarang banget ada di muka bumi ini.
Pride, adalah ‘benteng’ yang mungkin saya ciptakan untuk menutup rasa ‘ketidakpercayaan diri’ saya. Saya tidak suka orang lain melihat kekurangan saya yaitu ketidakpercayaan diri saya dalam hal relationship between man and woman. Untuk menutupi kekurangan tersebut saya tutup dengan mengeluarkan semua kemampuan saya yang tidak berhubungan dengan man and woman relationship. Misalnya, dalam dunia kerja saya mempunyai posisi dimana sayalah yang mengerjakan konsep dan co-workers saya yang laki-laki lah yang mengerjakan teknis dari konsep yang saya buat. Saya pun menganggap bahwa diri saya bisa mengerjakan apapun tanpa atau dengan sedikit bantuan dari laki-laki.
Saya berusaha membangun benteng yang tinggi sekali. Dalam hal ini saya sebenarnya sangat menyadari bahwa apa yang saya lakukan ini tidak benar. Coba bayangkan saja bagaimana ada ‘pangeran’ yang melamar jika benteng kastil nya dibuat sangat tinggi dengan pintu yang sama kokohnya. Yang ada para ‘pangeran’ itu akan memutar balik kuda nya dan mencari kastil lain dengan benteng yang tidak terlalu tinggi dan pintu yang terbuka lebar.
Itulah ‘pride’ saya yang mungkin menjadi ‘boomerang’ bagi saya. Bisa jadi keegoisan dan pride saya yang terlalu tinggi yang membuat saya ‘dijauhi’ dan tidak ada satupun yang berani mendekat. Ada seseorang yang pernah bilang kalau diibaratkan barang, saya itu barang kuno yang harganya terlalu mahal sehingga orang-orang gak berani beli.
Ah, tapi semuanya saya kembalikan lagi kepada dzat penguasa, pemilik jiwa dan raga saya. Saya serahkan semuanya sama Allah saja. Saya yakinkan diri saja bahwa jodoh itu sudah Allah sediakan untuk saya. Tinggal ikhtiar yang harus saya usahakan lebih, salah satunya dengan memperbaiki kualitas pribadi saya. Mungkin sang ‘pangeran’ itu sedang menunggu di luar kastil, menunggu saya membukakan pintu yang kokoh itu.


Sedang mencari kunci pintu kastil itu agar bisa dibuka, dicari-cari belum ketemu…hihihi

No comments:

Post a Comment