Pendidikan tradisional sangat menekankan pentingnya penguasaan bahan pelajaran. Menurut konsep ini, ingatanlah yang memegang peranan penting dalam proses belajar di sekolah (Machmud:1979). Pendidikan tradisional telah menjadi sistem yang dominan di tingkat pendidikan dasar dan menengah sejak abad ke-19 dan mewakili puncak pencarian elektik atas ‘satu sitem terbaik’.
Menurut Smith (Freire:1999), ciri utama pendidikan tradisional adalah:
1. anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis
distrik tertentu.
2. anak-anak dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibedakan
berdasarkan umur.
3. anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut usia mereka.
4. anak-anak naik kelas setiap habis satu tahun ajaran.
5. prinsip sekolah otorian, anak-anak diharapkan menyesuaikan diri
dengan tolok ukur perilaku yang sudah ada.
6. guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum
yang sudah ditetapkan.
7. sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada
teks.
8. promosi tergantung pada penilaian guru.
9. kurikulum berpusat pada subjek pendidik (guru).
10. bahan ajaran yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah
buku-buku teks.
Dalam kebudayaan masyarakat tradisional, agen
pendidikan yang formal termasuk didalamnya adalah keluarga dan kerabat.
Sekolah, muncul dengan terlambat di lingkungan masyarakat tradisional. Menurut
Manan (1989) kondisi yang mendorong timbulnya lembaga pendidikan (sekolah)
dalam masyarakat tradisional adalah:
1. perkembangan agama dan kebutuhan untuk mendidik para calon pemuka
agama.
2. pertumbuhan dari dalam lingkungan masyarakat itu sendiri maupun
dari luar.
3. pembagian kerja dalam masyarakat yang menuntut keterampilan dan
teknik khusus.
4. konflik dalam masyarakat yang mengancam nilai-nilai tradisional dan
akhirnya menuntut pendidikan untuk menguatkan penerimaan nilai-nilai warisan
budaya.
Dalam masyarakat tradisional, pembelajaran menjadi lebih mudah sebab
objek pembelajaran selalu dapat diperoleh.
No comments:
Post a Comment