Hak saya untuk berpakaian seperti yang saya inginkan.
Mau ditutup serapat apapun, tidak menjamin aman dari laki-laki.
Jangan cara berpakaian kami yang dikekang tapi kekang tuh hasrat laki-laki.
Masyarakat tidak berhak menghakimi cara berpakaian perempuan.
Pernah mendengar kalimat-kalimat ini? Sebagai seorang perempuan, apakah kita merasa bebas untuk berpakaian seperti apa yang diinginkan?
Penggunaan jilbab atau berpakaian menutup aurat dengan rapi sering dianggap sebagai pengekangan terhadap kaum wanita. Para aktivis pembela hak wanita mengklaim bahwa wanita memiliki hak penuh atas dirinya dan tidak boleh ada aturan yang mengekangnya termasuk cara berpakaian. Mereka beralasan bahwa aturan berpakaian ini melanggar hak asasi mereka sebagai manusia.
Tapi terkadang kita lupa bahwa dalam hidup ini, kita tidak hanya menuntut hak kita. Ada kewajiban-kewajiban yang harus kita penuhi, termasuk kewajiban kita sebagai seorang muslimah untuk mentaati perintah Tuhan dalam cara berpakaian.
Kita hidup dalam budaya ketimuran yang kental. Ada norma-norma tertentu yang harus kita patuhi jika ingin selaras dengan budaya ketimuran kita. Mengenakan pakaian memang menjadi otoritas kita sebagai kaum perempuan sepenuhnya. Tapi kita juga harus ingat dengan batas kepantasan dan kesesuaian budaya timur dan aturan agama Islam yang memerintahkan seluruh muslimah untuk menjaga dan munutup aurat.
Jika kita seorang muslimah, kita wajib mengetahui dan paham batas-batas aurat yang harus kita tutupi. Menurut saya, menutup aurat bukan lagi perkara ingin dan tidak ingin atau siap dan tidak siap. Jika kita seorang muslimah dan paham akan kewajiban untuk mentaati perintah Tuhan, maka sudah sangat jelas perintah-Nya yang terabadikan dalam kitab suci agama Islam, Al-Qur’an surat Al Ahzab ayat 59,
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmim, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Surat An-Nur ayat 31 menerangkan tentang batasan siapa saja yang boleh melihat aurat dari seorang perempuan. “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (aurat), kecuali yang biasa tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Lalu apa yang harus seorang muslimah lakukan jika masih belum sanggup untuk berpakaian layaknya seorang muslimah sejati? Banyak muslimah yang masih berkelit bahwa dia belum mendapatkan hidayah untuk menutup aurat. Hidayah itu tidak datang dengan sendirinya. Hidayah harus kita cari dan kita minta pada Allah. Jika sampai sekarang hati kita belum tergerak untuk berpakaian yang menutup aurat, hendaklah kita selalu berdo’a pada Allah agar kita diberi kekuatan diberi kemampuan untuk menutup aurat. Senantiasa berdo’a pada Yang Maha Kuasa untuk menyegerakan kita menutup aurat karena hanya Allah lah yang mampu membolak-balikkan hati kita. Wallahu’alam…
No comments:
Post a Comment