Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Tuesday, 12 March 2013

Kepercayaan Itu Mahal Harganya Part II


Dulu saya pernah menulis tentang kisah seseorang yang karena tabiatnya yang tidak jujur, sering mengambil barang-barang yang bukan haknya, ia sudah kehilangan kepercayaan orang-orang terhadapnya. Bahkan keluarga besarnya pun sudah tidak mempercayainya lagi. Lebih jauh lagi, jika ada uang atau barang yang hilang, maka orang-orang pun akan langsung menyalahkannya.
Ini adalah kisah dari seorang teman sekantor saya yang tabiatnya kurang lebih sama dengan tabiat orang tak jujur di atas. Teman saya ini, sebut saja ibu A, adalah seorang bendahara di kantor saya. Beberapa tahun lalu dia pernah melakukan kesalahan memakai ‘uang honor’ karyawan di tempat saya bekerja untuk urusan pribadinya. Usut punya usut, ternyata si ibu A ini sudah 3 bulan ‘memakai dulu’ uang honor teman-teman di kantor. Lebih parahnya lagi, setelah ‘mengambil’ uang honor teman-temannya, ibu A ini mengabarkan bahwa dirinya terserang penyakit sehingga tidak masuk kantor sekitar kurang lebih 3 bulan lamanya.
Wah, pasti heboh lah keadaan di kantor. 3 bulan honor tidak dibayarkan sehingga ‘bos’ kami harus ‘nombok’ dulu. Dia harus membayarkan honor para karyawannya dan menunggu si ibu A mengembalikan uang yang pernah dipinjamnya itu dengan mencicil.
Singkat kata, si ibu A sudah sembuh dan kembali ke pergaulan. Suatu hari, di kantor kami mempunyai rencana untuk liburan akhir tahun. Untuk persiapan, kamipun berinisiatif untuk menabung di seorang teman, sebut saja ibu B. kami telah bersepakat untuk menabung dan uangnya dipegang oleh ibu B. Apa yang terjadi selanjutnya adalah si ibu A dengan inisiatifnya yang super cepat memotong honor kami semua untuk tabungan liburan kami. Kebanyakan dari kami hanya bisa menerima saja, karena posisi ibu A sebagai bendahara (saya tidak mengerti kenapa pimpinan tidak mengganti peran si ibu A sebagai bendahara).
Tentu saja sebagain besar dari kami tidak bisa membantah dan merasa tidak enak jika kami menolak apa yang sudah ditawarkan si ibu A untuk mengelola dana tabungan kami. Ada beberapa orang yang menolak berpartisipasi untuk menabung dan kebanyakan teman-teman karyawan kami yang laki-laki, mereka beralasan sudah tidak memiliki lagi kepercayaan terhadap ibu A. Dengan hati was-was kami menitipkan uang tabungan kami kepada ibu A dan berdo’a supaya uang kami aman berada di tangannya. Sampai akhirnya berita untuk pembatalan dana tabunganpun datang, ternyata dari pihak pimpinan memutuskan untuk mentiadakan tabungan sehingga uang yang sudah disetorkan pun harus dikembalikan.
Bahagia kami mendengar berita tersebut. Sempat ibu A mengusulkan agar rencana menabung diteruskan, tetapi kami semua menolaknya. Inilah kesempatan kami untuk menyelamatkan uang kami. Dan akhinya, kamipun mendapatkan uang kami kembali dengan utuh.
Yah, begitulah nasib orang yang sudah kehilangan kepercayaan dari orang lain. Orang lain senantiasa berpikiran buruk terhadap orang tersebut. Sulit sekali menggembalikan kepercayaan orang lain. Butuh waktu lama dan bukti nyata. Sekali sudah tercoreng nama baiknya maka akan sulit sekali untuk menghapusnya.  Jadi, jagalah kepercayaan orang lain terhadap kita, jagalah hal yang berharga ini karena sekalinya hilang maka akan sulit untuk menemukannya kembali. Wallahu’alam … ^_^ …

7 Maret 2013

No comments:

Post a Comment