Andaikan nur
keyakinan itu telah menerangi hatimu, niscaya engkau dapat melihat akhirat itu
lebih dekat kepadamu sebelum engkau melangkahkan kaki kepadanya. Engkau pun
akan melihat semua kecantikan dunia telah diliputi kesuraman yang akan
menghinggapinya. (Imam Ibnu Atha'ilah)
Suatu ketika
Rasulullah SAW berjumpa seorang pemuda dari kalangan Anshar, Haritsah namanya.
"Bagaimanakah keadaanmu hari ini, wahai Haritsah?" tanya Rasul.
"Saya kini menjadi seorang Mukmin yang sungguh-sungguh," jawab
Haritsah. "Wahai Haritsah, hati-hati dengan perkataanmu. Sebab setiap
ucapan harus ada bukti hakikinya".
"Ya Rasulullah jiwaku jemu dari dunia, sehingga saya bangun malam dan
puasa di siang hari. Kini, seolah-olah saya berhadapan dengan Arasy, dan
melihat ahli syurga sedang saling menziarahi, sebagaimana aku melihat ahli
neraka sedang menjerit-jerit di dalamnya".
Rasul kemudian bersabda, "Engkau telah melihat, maka tetapkanlah (jangan
berubah). Engkau seorang hamba yang telah diberi cahaya iman dalam hati".
Haritsah berkata, "Ya Rasulullah, doakan aku agar mati syahid". Rasul
pun berdoa seperti diminta Haritsah. Di kemudian hari, Allah SWT mengabulkan
doa Rasulullah SAW. Haritsah gugur sebagai syuhada.
Saudaraku, bila
cahaya keyakinan telah bersemayam di hati, maka akhirat akan terasa dekat,
seperti dekatnya sebuah benda di depan mata. Itulah yang dialami Haritsah saat
berdialog dengan Rasulullah SAW. Akibatnya, dunia tidak lagi berarti di
hadapannya. Walaupun harus mencari dunia, maka dunia tersebut akan ia ditujukan
sebesar-besarnya untuk meraih kebahagiaan di akhirat.
Orang-orang yang
memiliki keyakinan seperti itu, akan selalu berhitung tentang akhirat. Baginya,
dunia hanya menarik sebagai bekal untuk akhirat. Saat melihat uang, yang
terpikir di benaknya bukan bagaimana memuaskan nafsu dengan uang tersebut. Ia
justru berpikir bagaimana uang tersebut bisa menyelamatkannya di akhirat kelak.
Uang tidak membuatnya
tertarik membuat rumah di dunia, ia tertarik untuk membuat bangunan di syurga.
Uang menjadikannya lebih bersemangat untuk dekat dengan Rasulullah SAW di
akhirat. Rasul bersabda bahwa orang-orang yang peduli kepada anak yatim
kedudukannya dengan Rasul bagaikan dekatnya dua jari tangan. Maka, para pecinta
akhirat akan menjadi penyantun anak yatim yang ikhlas. Intinya, siapa pun yang
mencinta kehidupan akhirat, maka ia akan ringan beramal.
Tidak ada amal yang
berat baginya. Sebab, semakin berat amal, maka akan semakin dekat ia dengan
akhirat yang didambakannya. Cinta akhirat tidak harus menjadikan seseorang
menjauhi hiruk pikuk dunia, hidup menyendiri dan tidak peduli dengan dunia
luar. Cinta akhirat harus menjadikan seseorang lebih produktif berkarya.
Pecinta akhirat
hidupnya tidak tergantung kepada apapun selain kepada janji Allah. Ia tidak
bergantung pada gaji. Ia tidak terlalu yakin dengan harta, pangkat, jabatan,
ketenaran dan segala aksesoris dunia. Ia hanya yakin akan janji Allah yang
pasti dan kekal sifatnya. Karena itu, kita harus mati-matian mencari sesuatu
yang kekal jaminannya. Maka bertanyalah selalu, apa sebetulnya yang kita cari
di dunia ini: uang, jabatan, atau apa. Kalau itu yang kita cari, betapa
kecilnya cita-cita kita.
Harusnya yang kita
kejar adalah cinta dan ridha Allah. Fokuskan semua energi diri hanya untuk
meraih cinta dan ridha Allah. Bila Allah sudah ridha, insya Allah dunia akan
kita dapatkan. Allah akan menjaga, menjamin, mencukupi semua kebutuhan
hamba-hamba yang dicintai-Nya.
Maka, pastikan tidak
ada satu amal pun yang dicintai Allah kecuali kita menjalankannya. Ada satu
rumus yang harus selalu kita camkan: kalau Allah mencintai sebuah amal, maka
yakinlah amal tersebut pasti terbaik dan bermanfaat bagi hamba-Nya. Harusnya
kita sedih dan gelisah tatkala kehilangan sebuah amal yang dicintai Allah. Pastikan
pula amal-amal kita seratus persen untuk Allah. Niat yang salah pasti akan
mendatangkan kekecewaan. Wallaahu a'lam.
sumber: berbagai sumber
No comments:
Post a Comment