Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Monday 17 June 2013

Ibarat Komentator Sepakbola

Ketika kita menonton acara olahraga, apapun acara olahraganya, pasti hadir pembawa acara dan komentator di sebelum, di tengah-tengah acara ketika masa istirahat dan di akhir acara. Adapula komentator disepanjang acara tersebut yang mengomentari setiap detilnya.
Nah, ternyata mental komentator inipun menjalar ke kehidupan sehari-hari. Manusia tipe komentator ini selalu mengomentari apa yang orang lain perbuat dan lakukan. Dia akan senang sekali membicarakan keburukan dari pihak yang dia komentari.
Contohnya saja ketika dia mengomentari hasil pekerjaan dari seseorang. Jika dia merasa dikecewakan ataupun tidak puas dengan hasil kerja dari seseorang karena tidak memberikan keuntungan pribadi pada dirinya maka dia akan mencap bahwa pekerjaan dari orang tersebut tidak bagus dan akan mengabaikan kerja-kerja bagus dari orang lain itu.
Para manusia seperti ini mirip sekali dengan komentator pertandingan sepakbola, terutama komentator amatiran di rumah. Seringkali ketika kita menonton pertandingan sepakbola lewat televisi kita akan mengomentari segala hal tentang pertandingan tersebut. Jika ada pemain dari tim kesayangan kita melakukan kesalahan, maka serta merta kita akan mengomentari hal-hal yang buruk tentang pemain tersebut. Akan keluar kalimat-kalimat seperti berikut; ‘bisa ga sih main bola’, ‘masa ga bisa nahan serangan lawan sih’, ‘bola udah di depan gawang kok gak bisa bikin gol sih’ dan berbagai macam lagi kritikan tidak membangun ini akan berhamburan keluar dari mulut kita.
Padahal, jika kita mau berfikir, apa hak kita mengkritik pemain tersebut. Jika kita di posisi nya apakah kita juga bisa. Kita mengkritik pemain tersebut tanpa ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik kejadian tersebut. Kita tidak mengetahui kerja keras yang dilakukan pemain tersebut di lapangan.
Terkadang ketika tim kesayangan kita kalah dipertandingan, kita akan mengkritiknya habis-habisan. Kita kritik para pemain juga pelatihnya. Kita anggap para pemain di tim itu tidak becus bermain bola. Kita anggap si pelatih gagal dalam mengatur strategi. Tetapi kita tidak tahu usaha-usaha apa saja yang telah dilakukan oleh para pemain dan pelatih untuk memberikan hasil yang terbaik. Kita tidak tahu jika para pemain itu berlatih tiap hari. Kita tidak tahhu bahwa pelatih itu memeras otaknya untuk membuat timnya menang. Kita tidak tahu bagaimana para  pemain itu berusaha sekuat tenaga mereka untuk bisa menang di setiap pertandingan. Tetapi, mereka tidak bisa pasti selalu menang dalam setiap pertandingan. Ada faktor-faktor lain yang bisa membuat mereka kalah.
Sayangnya, kita hanya melihat hasilnya tanpa mau melihat prosesnya. Kita hanya bisa melihat yang terlihat oleh mata saja tanpa mau melihat proses yang terjadi. Kita hanya bisa menghargai hasil tanpa mau menghargai proses. Kita hanya memikirkan kesenangan pribadi saja. Ketika hati kita tidak terpuaskan maka pandangan kita pun negatif tanpa mau melihat hal-hal yang positif. Apapun yang orang lain perbuat jika hal itu tidak memberikan keuntungan pribadi buat kita maka apa yang dilakukan oleh orang lain itu salah. Sebaliknya, jika yang dilakukan oleh orang lain itu salah tapi bisa memuaskan pribadi kita maka kita akan menutup mata akan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain itu.
Jika ingin memberikan nasihat kepada manusia tipe komentator ini, maka perkataan nasihat apapun yang berusaha kita berikan akan terlihat buruk di mata mereka. Tidak bisa mereka menerima nasihat yang kita sampaikan. Yang pada akhirnya mereka akan memutarbalikkan apapun opini atau nasihat yang kita berikan sampai akhirnya kita akan merasa muak sendiri.

Manusia macam mereka ada banyak di dunia ini. Yang merasa dirinya paling benar dan orang lain salah. Manusia yang merasa dirinya master. Manusia yang merasa dirinya superior dan orang lain inferior. Manusia-manusia yang disetiap perkataannya tidak memberikan ketenangan. Manusia jenis ini ada sejak zaman Rasululloh dulu dan akan tetap ada hingga akhir zaman. Akhirnya, kita hanya bisa mengabaikan saja apapun yang mereka katakana atau pemikiran yang mereka paksakan. Kalau kata orang bule sih take it or leave it. Wallau’alam…^_^… 

No comments:

Post a Comment