Teori multiple
intelligence memberi kita cara melihat gambaran lengkap potensi seorang siswa
sehingga berbagai kemampuan mereka yang terabaikan bisa dikembangkan dan
dihargai.
Menurut Amstrong (2000),
teori multiple intelligences memberikan jalan bagi pendidik/ guru untuk
memikirkan metode mengajar yang paling tepat dan untuk memahami mengapa metode
ini dapat berhasil, mengapa metode ini cocok untuk sebagian siswa dan mengapa
metode ini tidak cocok untuk sebagian siswa yang lain. Teori ini juha membantu para pendidik untuk
memperkaya penbendaharaan teknik, metode mengajar, dan materi mengaajr sehingga
dapat semakin luas, menarik dan beragam.
Sebagai pendidik kita
harus mengetahui bahwa setiap anak mempunyai kedelapan kecerdasan dan setiap
hari menggunakannya dalam kombinasi yang berbeda. Guru juga harus ingat bahwa
setiap masing-masing anak mempunyai kedelapan kecerdasan ini dan
memanfaatkannya dengan cara mereka masing-masing. Ada anak yang unggul dalam
kecerdasan tertentu tapi lemah dalam kecerdasan yang lain, ada juga anak yang
mengalami kesulitan dalam berbagai kecerdasan tapi menonjol dalam satu
kecerdasan saja, ada juga anak yang berada di tengah-tengah yang mempunyai
seluruh kecerdasan tapi tidak ada yang menonjolkan salah satu kecerdasan. Anak
mempunyai satu atau lebih kecerdasan yang bisa dengan mudah diungkapkan, ada
beberapa anak yang dalam taraf sedang-sedang saja dalam mengungkapkannya dan
juga ada sebagian anak yang merasa
kesulitan untuk mengungkapkan kecerdasannya.
Sayangnya, kebanyakan masyarakat kita
biasanya hanya memusatkan perhatian pada dua jenis kecerdasan saja dalam
memutuskan tingkat kecerdasan yang dimilki oleh anak. Kebanyakan masyarakat
lebih menghargai orang atau anak yang mempunyai kecerdasan lingustik dan
matematika-logis yang tinggi.
Di sekolah, anak-anak
yang memiliki kecerdasan musikal, kinestetik-jasmani, spasial, intrapersonal,
interpersonal dan naturalis ini sering terabaikan dalam pembahasan mengenai
kecerdasan superior. Kebanyakan sekolah juga lebih menghargai ansk-snsk dengan
kemampuan lingustik dan logis-matematis. Anak-anak yang berbakat dalam kedua
bidang ini biasanya berprestasi di sekolah sebaliknya anak-anak yang kurang
dala kecerdasan linguistic dan matematik-logis ini seringkali dianggap jelek
dan gagal dalam proses pembelajarannya meskipun sebenarnya mereka mungkin
sangat berbakat dalam satu atau lebih bidang kecerdasan yang lain.
Setiap siswa mempunyai delapan kecerdasan
dan bisa jadi proporsinya berlainan. Seorang anak bisa jadi seorang pembaca
yang hebat tapi nilai matematikanya buruk, pandai dalam menggambar tapi buruk
dalam bidang olahraga. Anak-anak bahkan bisa memperlihatkan kangkauan kelemahan
dan kekuatan yang luas dalam satu bidang
kecerdasan.
Guru di kelas yang
menggunakan teori multiple intelligences tentu akan berbeda dengan guru yang
masih mengandalkan metode tradisional. De kelas tradisional, guru mengajar
sambil berdiri di depan kelas, menulis di papan tulis, bertanya kepada murid
tentang teks bacaan atau buku pelajaran kemudian duduk menunggu di meja guru
sementara siswa meyelesaikan pekerjaan tertulis mereka. Di dalam kelas multiple
intelligences, guru harus selalu mengubah metode mengajarnya, mulai dari metode
linguistik ke metode spasial, lalu ke metode musik dan seterusnya. Guru juga
kerap mengombinasikan berbagai kecerdasan secara kreatif.
Bagaimana upaya guru
agar mampu mengembangkan multiple intelligences dari masing-masing siswanya.
Pertama-tama seorang guru harus paham apa itu multiple intelligences.
Kecerdasan-kecerdasan apa saja yang bisa dimiliki oleh siswanya. Seorang guru
harus paham bahwa setiap anak pasti memiliki kecerdasan, hanya saja ada anak
yang dengan mudah mengungkapkan kecerdasannya tapi ada juga anak yang kesulitan
dan mengungkapkan kecerdasannya. Tugas guru kemudian adalah membantu anak yang
kesulitan dalam mengungkapkan kecerdasannya sehingga anak tersebut mampu untuk
menemukan dan mengembangkan apa yang menjadikan kecerdasannya dan dapat
berhasil dengan kecerdasan yang dimilikinya.
Dalam proses
pembelajaran juga, seorang guru seharusnya tidak hanya fokus dalam bidang
linguistic dan matematika-logis saja, tetapi harus mengembangkan seluruh
kecerdasan yang ada. Di dalam kelas, selain mempelajari bidang linguistic dan
matematika-logis juga, guru memperhatikan bidang yang mencakup kecerdasan lain
seperti memanfaatkan kecerdasan intrapersonal dalam permainan seperti
role-playing sehingga anak-anak bisa mengeluarkan kemampuan mereka dalam
bekerja sama, menghargai orang lain dan juga berempati kepada orang lain. Guru
juga bisa memanfaatkan kecerdasan spasial yang dimiliki anak dengan mendekor
ulang keadaan di kelas, mempercantik ruangan kelas dan meminta anak-anak dengan
kecerdasan spasial yang tinggi untuk melukis atau menggambar sesuatu untuk
dipajang di ruang kelas. Lalu guru bisa melakukan aktivitas bernyanyi
bersama-sama de dalam kelas atau sesekali belajar dengan menggunakan media
musik dan lagu. Untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik-jasmani, bisa
melakukan aktivitas bermain di dalam kelas seperti contohnya melompat-lompat
untuk menirukan gerakan yang dilakukan kelinci atau menerikan gerakan-gerakan
hewan lain atau benda lain yang bergerak. Dalam mengembangkan kecerdasan
naturalis, guru bisa meminta siswa untuk membuat kebun mini di depan kelas atau
menghias depan kelas dengan berbagai macam tumbuhan atau bunga atau jika
memungkinkan siswa bisa memelihara satu hewan peliharaan di sekolah dengan
tanggung jawab seluruh siswa di kelas untuk memelihara hewan peliharaan
tersebut.
Jadi agar guru bisa
mengembangkan multiple intelligences siswa adalah sebisanya mengkombinasikan
jenis aktivitas di kelas atau sekolah yang meliputi kedelapan kecerdasan
tersebut dan tidak hanya terfokus dalam aktivitas yang mendukung dua atau tiga
jenis kecerdasan saja
No comments:
Post a Comment