Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Friday 25 July 2014

Dibalik Himah

Sepanjang usia dewasa saya untuk berhak mengikuti pemilu baik itu pileg, pilpres, pilgub atau pilwakot baru pilpres sekarang yang kalau boleh saya bilang paling gila. Bagaimana tidak bisa disebut gila, dua pasangan capres dan cawapres kali ini terlihat seperti dua kubu yang sangat berlawanan. Di satu pihak kubu yang didukung kalangan agamis sedangkan kubu yang lain didukung sekularis. Dan baru di pilpres ini pendukung kedua kubu saling serang, saling membuka aib, saling menyerang dengan 'black campaign'. Banyak kalangan yang menyebut peperangan pilpres ini seperti perang badar, perang yang hak melawan kebatilan.

Jujur, saya pribadi mendukung pasangan capres dan cawapres yang didukung oleh kebanyakan kaum agamis. Memang saya tidak mengetahui kadar keislaman dari keempat orang ini tapi menurut pandangan mata saya sebagai manusia saya tentu mendukung pasangan yang didukung oleh kalangan ulama. Saya yakin mereka (ulama) dengan ilmu yang dimiliki sudah melakukan ijtihad sehingga mereka memutuskan salah satu capres. Saya tidak mengatakan bahwa keislaman capres yang satu lebih baik dari yang lainnya, karena yang bisa menilai itu hanyalah Tuhan. Hanya saja hati nurani saya menuntun saya untuk mendukung capres yang memang didukung oleh kebanyakan ulama yang menurut pandangan saya baik.

Hari pencoblosan pun tiba, dengan hati mantap, Insya Allah saya coblos capres pilihan saya. Lahaula wala quwwata illa billah... saya telah berikhtiar dengan memilih capres yang sesuai dengan hati nurani saya, hasilnya saya serahkan semuanya kepada pemilik jiwa, Allah SWT. 

Saya pun menunggu hasilnya dengan berdebar-debar. Hati saya diliputi ketakutan jika kubu capres yang didukung kaum sekuler, feminis, syiah, JIL, kapitalis, dan para preman itu menang. Dan benar saja ketika KPU mengumumkan kemenangan capres bukan pilihan saya dengan serta merta bayangan ketakutan akan masa depan bangsa ini berlarian dengan liar dalam kepala saya ini. Bagaimana nasib bangsa ini jika dipimpin oleh orang yang tidak tegas (boneka Amerika), bagaimana nasib bangsa ini ketika Amerika semakin menancapkan taring dan kukunya. Bagaimana nasib bangsa ini jika aliran sesat dibiarkan bebas berkembang. Bagaimana nasib bangsa ini jika pemimpinnya melegalkan gay, lesbi, dan prostitusi. Bagaimana nasib bangsa ini jika pemimpinnya anti Islam dan tidak menyetujui syariat Islam.

Sudahlah, inilah takdir Allah SWT untuk bangsa ini. Tidak berhak jika kita berburuk sangka kepada-Nya. Berbaik sangka saja terhadap Allah. Semua ini pasti ada hikmahnya. Ada dua kemungkinan Allah menetapkan capres itu menjadi presiden kita. Kemungkinan pertama adalah memang capres itu baik untuk kita. Kelak jika dia memimpin bangsa ini mungkin akan menjadikan negara ini lebih baik dari sebelumnya. Kemungkinan kedua adalah Allah ingin memperlihatkan pribadi seperti yang sebenarnya dari orang yang akan menjadi presiden kita kelak dan orang-orang macam apa yang menjadi pendukungnya. Allah ingin memperlihatkan tabiat yang sebenarnya dari capres dan kubu pendukungnya itu kepada kita baik yang tidak mendukungnya maupun kepada pendukungnya yang cinta mati yang sepertinya tidak melihat cela sedikitpun darinya.

Allah telah menuliskan siapa yang akan menjadi presiden ke-7 kita di lauh mahfudz nya. Dan pilihan kita akan Allah minta pertanggungjawabannya kelak di yaumul akhir. Atas dasar apakah kita memilihnya dan mengapa kita memilihnya. Dan saya hanya bisa berdo'a, semoga Allah selalu melindungi bangsa ini. Wallahu'alam...


edisi 'rungsing' nya hati...gak bisa itikaf di 10 malam terakhir Ramadhan plus dapat 'halangan' di 5 hari terakhir Ramadhan..semoga bisa dipertemukan kembali di Ramadhan tahun depan dengan didampingi oleh pasangan hidup...Aamiiin...

Thursday 24 July 2014

Ahli Ibadah

Ahli ibadah itu ada tiga golongan dan tiap golongan ada tiga indikator.
Golongan pertama adalah orang yang selalu menghambakan dirinya kepada Allah di atas jalan takut kepada-Nya (al-khauf). Indikator dari golongan ahli ibada ini adalah:
1. Merasa rendah dan hina di hadapan Allah SWT.
2. Menganggap bahwa kebaikan yang dilakukannya baru sedikit.
3. Menganggap banyak kesalahan yang telah dilakukannya.

Golongan kedua adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah di atas jalan harap (al-roja). Indikatornya adalah sebagai berikut:
1. Menjadi qudwah atau teladan bagi manusia lain dalam setiap keadaan.
2. Menjadi orang yang paling pemurah sehubungan dengan hartan yang dimilikinya di dunia.
3. Menjadi orang yang paling berhusnudzon pada Allah dalam seluruh penciptaan-Nya.

Golongan ketiga adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah di jalan cinta (al-hubb). Indikatornya adalah:
1. Memberikan segala yang dicintainya asalkan diridhoi oleh Rabbnya.
2. Melakukan yang tidak disukainya asalkan diridhoi Rabbnya.
3. Dalam keadaan apapun selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya

(Abu Bakar As-Shiddiq ra)

Semoga kita termasuk ke dalam ketiga golongan ahli ibadah tersebut. Aamiiiin...wallahu'alam...

Tidak Percaya Diri?... Percaya Allah Keharusan



Ada ketidakpercayaan diri ketika .. hmmm let’s say ketika di usia lebih dari 30 ini belum ada satupun lamaran dari seorang laki-laki yang baik. Honestly, belum pernah ada satu pun ‘proses’ yang saya jalani untuk menuju pernikahan sejak usia saya pantas untuk dilamar. Pun, tidak ada satu pun lelaki yang pernah mengajak saya pacaran, istilah dulu pas saya remaja sih ‘nembak’. Jadi kalau teman-teman saya sejak SMP sudah mulai berpacaran, (Alhamdulillah-dalam hal ini saya harus mengucap syukur karena tidak merendahkan diri untuk berpacaran tanpa pernikahan) tidak satu kali pun saya pernah berpacaran. Gimana mau pacaran, tidak ada seorang pun lelaki yang ‘nembak’ saya. Berlanjut ke usia SMA dan kuliah, hasilnya tetap masih nol. Saya, masih tetap ‘terpajang’ manis di dalam etalase tanpa ada seorang pun yang berniat membeli atau bahkan melihat-lihat (emang barang?..yah kalau mau diistilahkan dengan sebuah barang).
Setelah mengenal Islam dengan lebih dalam, saya mengetahui bahwa pacaran itu diharamkan dan tidak sesuai dengan syariat. Oh, saya bersyukur karena saya tidak pernah sekalipun berpacaran walaupun saat itu saya belum tahu bahwa pacaran itu tidak diperbolehkan dalam Islam. Setelah saya tahu bahwa ada cara yang sesuai syariat untuk menuju pernikahan, yaitu ta’aruf.  Teman-teman kuliah saya satu persatu bertaa’aruf dan akhirnya menikah. Alhamdulillah hampir semua teman kuliah saya telah menikah, dan semua teman baik saya (ceritanya kita punya geng) telah menikah tersisa saya yang masih single fighter. Pun, setelah saya mengenal istilah ta’aruf ini, tidak ada satupun ikhwan yang pernah mengajukan lamaran pernikahan. Ada beberapa ikhwan yang pernah bertukar biodata, dalam rangka proses taaruf, tapi setelah pertukaran data itu tak seorang pun dari mereka yang melanjutkan proses tersebut.
Nah kedua ‘masalah’ ini – tidak pernah ada yang ‘nembak’ dan tidak pernah ada yang melamar tentu saja merontokkan rasa kepercayaan diri saya sebagai manusia. Bagaimana tidak, jika saya mempunyai pikiran jika saya ‘tidak diinginkan). Wuih bahasanya ngeri banget kan. Menurut saya sih wajar sebagai manusia jika punya pikiran seperti itu. The first impression itu kan dari fisik. Sampai-sampai saya punya pikiran kalau saya itu sangat tidak menarik dari segi fisik, emang sih berat badan saya tidak ideal, kalau masyarakat kebanyakan sih bilang istilahnya gendut, hehehehe. Wajah saya pun tidak memancarkan kecantikan yang luar biasa, tapi kata ibu saya sih muka saya lumayan cantik (lagian mana ada seorang ibu yang bilang anaknya jelek, hihihi). Kemungkinan nih dua kombinasi ini tidak mengesankan untuk lawan jenis. Mungkin kelak yang menjadi pasangan saya musti mempunyai hati yang benar-benar tulus untuk bisa menerima saya sebagaimana saya adanya. Dan lelaki tulus itu jarang banget ada di muka bumi ini.
Pride, adalah ‘benteng’ yang mungkin saya ciptakan untuk menutup rasa ‘ketidakpercayaan diri’ saya. Saya tidak suka orang lain melihat kekurangan saya yaitu ketidakpercayaan diri saya dalam hal relationship between man and woman. Untuk menutupi kekurangan tersebut saya tutup dengan mengeluarkan semua kemampuan saya yang tidak berhubungan dengan man and woman relationship. Misalnya, dalam dunia kerja saya mempunyai posisi dimana sayalah yang mengerjakan konsep dan co-workers saya yang laki-laki lah yang mengerjakan teknis dari konsep yang saya buat. Saya pun menganggap bahwa diri saya bisa mengerjakan apapun tanpa atau dengan sedikit bantuan dari laki-laki.
Saya berusaha membangun benteng yang tinggi sekali. Dalam hal ini saya sebenarnya sangat menyadari bahwa apa yang saya lakukan ini tidak benar. Coba bayangkan saja bagaimana ada ‘pangeran’ yang melamar jika benteng kastil nya dibuat sangat tinggi dengan pintu yang sama kokohnya. Yang ada para ‘pangeran’ itu akan memutar balik kuda nya dan mencari kastil lain dengan benteng yang tidak terlalu tinggi dan pintu yang terbuka lebar.
Itulah ‘pride’ saya yang mungkin menjadi ‘boomerang’ bagi saya. Bisa jadi keegoisan dan pride saya yang terlalu tinggi yang membuat saya ‘dijauhi’ dan tidak ada satupun yang berani mendekat. Ada seseorang yang pernah bilang kalau diibaratkan barang, saya itu barang kuno yang harganya terlalu mahal sehingga orang-orang gak berani beli.
Ah, tapi semuanya saya kembalikan lagi kepada dzat penguasa, pemilik jiwa dan raga saya. Saya serahkan semuanya sama Allah saja. Saya yakinkan diri saja bahwa jodoh itu sudah Allah sediakan untuk saya. Tinggal ikhtiar yang harus saya usahakan lebih, salah satunya dengan memperbaiki kualitas pribadi saya. Mungkin sang ‘pangeran’ itu sedang menunggu di luar kastil, menunggu saya membukakan pintu yang kokoh itu.


Sedang mencari kunci pintu kastil itu agar bisa dibuka, dicari-cari belum ketemu…hihihi

Tuesday 15 July 2014

Sepi

Bulan ramadhan taun ini terasa sepi banget...gimana gak sepi di kosan sekarang tinggal sendirian (banyak sih penghuni kosan yang lain tapi yang bener-bener deket dan kenal udah pada pindah trus pada nikah). Dulu pas masih ada temen-temen, hampir tiap hari kita buka puasa bareng di kamar saya, kalau sekarang bener-bener saya sendirian kalo buka puasa. Tapi gak apa-apa kok, hidup kan tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan dan inginkan. Tapi terkadang jalan hidup yang sudah Tuhan tentukan untuk kita itu adalah yang terbaik buat kita (itupun kalau kita do'a nya minta yang terbaik).
Terkadang kita gak sadar dengan hal-hal baik yang sudah Allah berikan sama kita. Kita nyadarnya, kita merasa dapet yang baik kalau emang hal tersebut sesuai dengan keinginan kita dan tampak indah dalam pandangan mata kita. Padahal belum tentu loh apa yang kita anggap baik itu baik juga menurut Allah. Bisa jadi buruk menurut kita tapi baik menurut Allah dan baik menurut kita bisa jadi buruk menurut Allah. Kadang kalau kita ditimpa musibah atau terasa beraaaat banget dalam menjalani hidup ini, kita suka su'udzon atau berprasangka buruk sama Allah. Kita sukanya ngedumuel, kenapa sih Allah gak sayang ama aku, kenapa sih Allah ngasih cobaannya berat banget, kenapa sih Allah tuh baiknya ama orang lain aja, kenapa sih Allah ngasih banyak banget kemudahan dan hal-hal yang enak sama temen kita.
Nah, disinilah kita hobi banget sih su'udzon sama Allah. Kita gak sadar bahwa banyak banget nikmat yang udah Allah berikan sama kita. Coba deh ingat-ingat lagi..... Kita dikasih nikmat sehat sama Allah. Nafas kita lancar gak usah pake bantu alat nafas. Kita bisa BAB dengan lancar tiap pagi, kita bisa buang angin dengan nikmat, kita bisa jalan-jalan pake kedua kaki ini. Bayangkan sodara-sodara kita di RS, ada yang buat nafas aja sulit ampe musti dibantu alat nafas, belum lagi yang susah BAB dan gak bisa buang angin yang sampe ngeluarin jutaan rupiah buat oprasi supaya bisa buang angin, atau yang lemah banget terbaring ampe kalo mau jalan musti pake kursi roda.
Ah, kalau kita mau bandingkan orang yang sakit dengan kita yang sehat mustinya kita bersyukur banget. Allah udah ngasih kenikmatan sehat sama kita tapi kadang kita kurang bersyukur sampe akhirnya Allah musti kasih tegoran dengan memberikan musibah sakit ama kita. Jangan sampe deh kita musti dikasih peringatan dulu baru bisa nyadar.
Nah balik lagi ke soal sepi sendirian seorang diri, mpe buka puasa pun sendirian tiap hari...sedih deh. Sedih yah boleh aja, wajar kali yah apalagi ni ramadhan pertama ditinggal temen-temen kosan. Tapi bukan berarti akhir segalanya keles...biasa aja lah. Nikmati aja kesendirian itu ga usah dilebay-lebay in. Sambil terus berdo'a semoga ramadhan taun depan kita gak sendirian lagi alias udah punya pendamping hidup (suami, maksudnya) hehehehe...Udah dulu ah sedih-sedihannya...


*di kantor juga sendirian...hiks hiks hiks...