Cina
merupakan negara yang memiliki beragam etnis di luar 56 etnis yang diakui
pemerintah Beijing. Di antara ke 56 etnis tersebut, etnis terbesar ialah Han. Cina merupakan negara yang
bersifat monokulturalis yang tidak menerima perbedaan kultur maupun norma di
luar etnis mayoritas. Hal ini yang menyebabkan pemerintah Beijing sangat
berambisi menciptakan “One Han”. Norma yang dianut oleh Cina Han ialah
Konfuciusme dan pemerintahan Beijing sendiri menegakkan nilai-nilai komunis dan
sosialis. Karena dominasi Han inilah kemudian yang memicu konflik
etnis Han dengan etnis Uyghur. Etnis Han adalah etnis terbesar di Cina
sedangkan etnis Uyhgur adalah etnis minoritas, etnis Uyghur hanya berjumlah
± 8.399.393 berdasarkan sensus pada 2010. Jumlah tersebut tersusun atas
orang keturunan Cina, Kazakhstan (berjumlah 223.100 pada tahun 2009), dan
Kirgiztan (berjumlah 49.000 pada tahun 2009). Etnis Uyghur adalah etnis dengan
mayoritas beragama Islam.
Diyakini konflik di Xinjiang (antara etnis Uygur dan Cina
Han) yang berujung pada tindakan represi militer pemerintahan Beijing baik
secara kultural maupun politik muncul karena banyak sebab, baik internal maupun
eksternal. Penyebab internal antara lain pencarian Cina akan kebutuhan
permintaan energi domestik seiring dengan tuntutan pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Karena ambisi pemerintah yang ingin menjadikan bangsa Cina
yang hanya terdiri dari etnis Han, Ambisi tersebut diwujudkan melalui
orang-orang Han berbondong-bondong datang ke Xin Jiang. Kebijakan ini kemudian
ditafsirkan sebagai suatu bentuk kolonialisasi.
Etnis Uyghur menilai Cina Han sebagai penjajah dan bukti
represi militernya sangat nyata. Berulang kali benturan antara penduduk sipil
dan militer terjadi yang menghasilkan penindasan hak-hak asasi manusia, bahkan
pada era revolusi kebudayaan pada masa Mao Zedong terjadi genosida dan
pembersihan etnis besar-besaran guna mendukung kebijkan Cina Han. Salah satu
korbannya ialah etnis Uygur. Sulit sekali menemukan permulaan konflik karena
persengketaan dua etnis tersebut telah terjadi bertahun-tahun, bahkan mungkin
sejak era dinasti Cina. Etnis Uyghur adalah etnis dengan mayoritas beragama
Islam. Oleh sebab inilah, nilai-nilai komunis sosialis yang dianut oleh etnis
Han bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut etnis Uyghur.
Mengingat populasi Cina Han yang komposisinya ±98% dari
total penduduk Cina, maka terdapat perbedaan besar yang meletakkan norma,
standar, dan keyakinan etnis Uyghur termarginalisasi. Bahkan pemerintah Beijing
beranggapan agar persoalan etnis minoritas di Xin Jiang itu dieliminasi secara
agresif melalui agresi militer. Berbagai realisasi kebijakan tersebut
antara lain terjadinya genosida, “ethnic cleansing”, bahkan wanita dan
anak-anak menjadi korban. Etnis Uyghr tidak diberi kesempatan untuk
beribadah sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan pada bulan Ramadhan tahun 2015,
pemerintah Cina melarang muslim di Cina berpuasa dengan menetapkan kebijakan
untuk makan siang bersama pada waktu yang telah ditentukan. Jika ada warga yang
tidak ikut makan siang bersama maka akan diberi sanksi bahkan dipecat dari
pekerjaannya. Begitupun kebijakan makan siang bersama di bulan Ramadhan ini
berlaku juga pada seluruh siswa di Cina. Jika ada siswa yang tidak ikut makan
siang bersama, maka siswa tersebut akan diberi sanksi atau dikeluarkan dari
sekolah.
Jadi, implementasi multikulturalisme di Cina tidak bisa
dikatakan baik dengan adanya diskriminasi terhadap etnis minoritas Uyghur.
No comments:
Post a Comment