Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Tuesday 6 September 2022

Belajar dari Perjuangan Seekor Semut

Gambar: republika.co.id


 Saat itu, seekor semut mendengar kabar bahwa sang kekasih Allah, Nabi Ibrahim Alaihisalam hendak dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud. Semut berpikir mencari cara untuk menyelamatkan Nabi Ibrahim agar tidak terbakar. Kemudian semut berdo’a kepada Allah agar diberikan ide dan kekuatan untuk menyelamatkan Nabi Ibrahim. Semut berdo’a dengan khusuk kepada Allah hingga akhirnya Allah menjawab do’a semut dengan mengilhami semut untuk membuat bejana yang akan diisi air.

Setelah bejana tersebut jadi, semut mengisinya dengan air. Semut pun kembali berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk mengambil air dan memikulnya menuju tempat Nabi Ibrahim yang hendak dibakar oleh Raja Namrud.

Dengan tekad yang kuat, semut berjuang memikul air dalam bejana di atas punggungnya. Tak  terbayangkan bagaimana semut mampu membawa beban yang jauh lebih berat dibandingkan berat tubuhnya.

Dalam perjalanan menuju tempat api yang telah dinyalakan oleh Raja Namrud, semut bertemu dengan seekor gagak. Gagak tersebut bertanya pada semut tentang apa yang sedang dilakukannya. Semut menjawab bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju tempat dimana Nabi Ibrahim akan dibakar dan memberitahukan pada gagak bahwa Ia membawa bejana berisi air untuk memadamkan api yang akan membakar Nabi Ibrahim.

Mendengar jawaban dari semut, gagak tertawa terbahak dan mengejek si semut dengan mengatakan bahwa usahanya memadamkan api akan sia-sia. Tetapi semut menjawab dengan dua jawaban yang tegas.

Jawaban yang pertama menyatakan bahwa perjuangannya dalam membawa air dalam bejana adalah bentuk penegasan di pihak mana dia berada. Semut dengan lantang menyatakan bahwa ia berada di pihak Nabi Ibrahim. Semut ingin ikut  andil memberikan pertolongan meskipun hal itu diluar kemampuannya.

Jawaban kedua dari semut adalah agar ia bisa mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah. Semut takut jika kelak ia tidak sanggup menjawab pertanyaan dari Rabb penguasa alam tentang sikapnya terhadap kebatilan. Semut tidak mau menjadi diri yang tidak membiasakan pada sikap peduli pada kebenaran.

Begitulah kisah perjuangan semut dalam memerangi kebatilan. Ia tidak mau berdiam diri melihat kebatilan merajalela. Walaupun perjuangannya dianggap tidak berarti tapi sikap semut menunjukkan bahwa ia berada di pihak yang memerangi kebatilan.

Apakah kita tidak malu pada seekor binatang kecil seperti semut yang memiliki prinsip berada di barisan penentang kebatilan? Apakah karena kita takut posisi kita terancam atau kita takut dikeluarkan dari pekerjaan jikalau kita memilih untuk berada di barisan pembela kebenaran?

Sering kita abai dengan kebatilan yang merajalela di depan mata kita dan memilih untuk bersikap netral hanya karena takut dunia akan meninggalkan kita. Tetapi kita lupa kalau kita memilih dunia, mungkin akhirat yang akan meninggalkan kita. 

Kita patut belajar dari seekor semut kecil yang bahkan tidak peduli apakah perannya akan memberikan kontribusi atau tidak. Yang terpenting bagi semut bukanlah hasil perjuangannya tetapi proses perjuangannya. Dia tidak peduli dengan hasil dari dia membawa bejana berisi air di atas punggungnya itu akan berhasil memadamkan api Raja Namrud atau tidak. Dalam tekadnya ia hanya ingin berada di pihak yang benar, yang memerangi kebatilan dan membela kebenaran.

Apakah kita mampu belajar dari seekor semut, makhluk berukuran kecil tapi bertekad besar?

Wallahu’alam.

  

No comments:

Post a Comment