Al-Israa:36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful"



Tuesday 6 June 2023

Kolaborasi Peter Pan dan Cinderella


Pernah nonton film dengan tokoh anak laki-laki bernama Peter Pan, kan? Semua perempuan pasti pernah menonton film atau membaca kisah tentang Cinderella. Iya, kan?

Siapa sangka kalau di zaman modern ini, tokoh kartun yang muncul dan populer sejak abad 20an itu dijadikan nama sebuah sindrom. Sindrom takut menjadi dewasa. 

Sindrom Peter Pan adalah sebuah istilah yang ditujukan bagi pria yang sudah dewasa, tetapi masih menunjukkan perilaku atau karakter layaknya anak-anak. Sepertinya halnya Peter Pan yang menolak dewasa, begitupun pria yang secara usia sudah mencapai dewasa tetapi menolak untuk menjadi dewasa karena beberapa ketakutan yang ada dalam dirinya.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Dan Kiley dalam sebuah buku berjudul Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown Up yang diterbitkan pada 1983 lalu.

Seorang pria dewasa seharusnya sudah mampu hidup mandiri, memegang tanggung jawab dan tidak bergantung kepada orang lain dalam hidupnya. Namun, dalam kenyataannya ada beberapa pria dewasa yang tidak mampu hidup mandiri dan tidak mampu bertanggung jawab.

Sifat menolak dewasa pun tidak hanya dialami beberapa pria dewasa, beberapa perempuan dewasa pun mengalami sindrom yang mirip dengan sindrom Peter Pan, yaitu sindrom Cinderella.

Tokoh dalam kisah Cinderella ini semasa kecilnya hidup bahagia bersama ayah dan ibunya. Setelah ibunya wafat dan ayahnya menikah lagi ketika ia menjelang remaja, hidupnya berubah menjadi sengsara karena ibu tirinya memperlakukan ia dengan tidak baik. Karena kepahitan hidupnya, Cinderella kemudian mendambakan sosok seperti pangeran, yang dapat menjaga, menyayangi, dan memberikan kebahagiaan padanya.

Nah, karakter Cinderella yang seperti itu menunjukkan perempuan yang enggan atau takut untuk mandiri. Perempuan dengan sindrom cinderella biasanya selalu memiliki keinginan untuk diselamatkan, dilindungi, dan disayang oleh sosok yang seperti pangeran.

Sindrom menolak dewasa pun pernah saya alami saat menjelang kelulusan tingkat sarjana. Saya merasa khawatir dan takut dengan kehidupan setelah lulus kuliah. Apa yang akan saya lakukan setelah lulus kuliah? Apakah saya mampu mendapatkan pekerjaan dan membiayai diri sendiri tanpa bantuan orang tua?

Ketakutan seperti ini pun sepertinya menyerang beberapa anak kuliahan yang sedang mengerjakan tugas akhir atau skripsi. Ada beberapa mahasiswa yang sengaja memperlambat tugas mereka karena ada rasa takut dalam diri dalam menghadapi keadaan setelah lulus kuliah. Bersyukur rasa takut itu perlahan hilang seiring dengan jiwa pejuang yang ada dalam diri.

Kisah pun berlanjut saat saya kuliah S2 beberapa tahun yang lalu. Banyak diantara teman satu kelas saya adalah lulusan S1 yang langsung melanjutkan ke jenjang S2. Alasan mereka sih sebenarnya bermacam-macam, tetapi ada satu jawaban mayoritas, yaitu mereka belum tahu apa yang akan mereka kerjakan setelah lulus S1. Oleh sebab itu mereka memilih untuk melanjutkan kuliah dengan biaya dari orang tua. Mereka pikir selama orang tua sanggup membiayai, why not?

Salah satu penyebab munculnya sindrom Peter Pan atau Cinderella adalah pola asuh yang kurang tepat pada masa kanak-kanak. Orangtua mungkin saja bersikap selalu menuruti keinginan anak, membela, dan turun tangan ketika anak melakukan kesalahan. Akibatnya, anak terbiasa dengan rasa nyaman yang diciptakan oleh orang tua mereka.

Permasalahan datang ketika anak-anak tersebut beranjak dewasa. Mereka akan merasa selalu membutuhkan perhatian, perlindungan, dan pembelaan dari orang tua mereka. Bahkan mereka akan mudah hancur saat dihadapkan pada masalah dimana mereka tidak terbiasa dalam mengatasinya.

Sering dengar perceraian yang terjadi karena suami atau istrinya tidak dewasa atau kekanak-kanakkan hingga orang tua mereka turut campur dalam urusan pernikahan anak-anak mereka, kan? Nah, sindrom Peter Pan dan Cinderella mungkin saja yang menjadi akar masalah dalam sebuah pernikahan.

Lalu bagaimana cara agar kita tidak terkena sindrom Peter Pan atau Cinderella? Atau bagaimana kita, sebagai orang tua seharusnya lakukan agar anak-anak kita tidak mengalami sindrom tersebut?

Sebagai orangtua, penting untuk menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan kemandirian pada anak sedini mungkin. Agar anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan siap menghadapi segala hal dalam kehidupannya kelak.

Kalau kita sudah terlanjur terkena sindrom Peter Pan atau Cinderella, sikap apa yang harus kita ambil? Hilangkan rasa takut menjadi dewasa. Kita harus lebih percaya pada diri kita sendiri bahwa kita bisa melakukannya. Gali jiwa pejuang yang ada dalam diri, karena saya yakin dalam setiap individu pasti memiliki daya juang. Hanya saja beberapa masih merasa takut dan khawatir kalau dirinya akan gagal.


No comments:

Post a Comment